Suku Bajau adalah pengembara lautan. Selama lebih dari 1.000 tahun, suku yang tersebar di Indonesia, Malaysia dan Filipina itu menggantungkan hidupnya pada laut. Bagi mereka, laut bukan hanya sekedar sumber ekonomi, namun juga urat nadi kehidupan. Mereka tinggal di atas perahu yang berpindah-pindah mengikuti kondisi musim dan angin atau tinggal di rumah-rumah panggung di atas laut.
Tak hanya kehidupan mereka yang dekat dengan laut, suku Bajau juga dikenal karena kemampuannya menyelam luar biasa. Mereka sanggup menyelam hingga kedalaman 70 meter selama 13 menit tanpa alat bantu pernapasan apapun. Mereka hanya berbekal pemberat dan kacamata selam kayu sederhana.
Kemampuan menyelam itu juga dilakukan berulang-ulang untuk menangkap ikan, gurita, maupun aneka udang-udangan atau krustasea. Dalam satu hari kerja, mereka bisa menghabiskan 60 persen waktu kerjanya di bawah air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Studi yang dipimpin Melissa Ilardo dari Pusat GeoGenetika Universitas Kopenhagen, Denmark terhadap suku Bajau di Desa Jaya Bakti, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, menemukan penyelam suku Bajau memiliki limpa lebih besar dibandingkan suku lain yang tak punya kemampuan menyelam sebaik suku Bajau.
MELISSA ILARDO–Kacamata kayu untuk menyelam suku Bajau, di Jaya Bakti, Banggai, Sulawesi Tengah.
“Orang Bajau dan pengembara laut lainnya sangat luar biasa,” kata Melissa seperti dikutip AFP, Kamis (19/4/2018). Penelitian ini merupakan bagian riset Melissa yang sedang menempuh pendidikan postdoctoral di Institut Kesehatan Nasional, Amerika Serikat di Universitas Utah, AS.
Limpa adalah organ seperti kelenjar yang terletak di perut kiri bagian atas. Organ ini berfungsi sebagai reservoir darah, memproduksi limfosit (salah satu jenis sel darah putih) dan sel plasma, serta berfungsi sebagai penyaring darah rusak dengan menghapus sel darah merah dari peredaran. Limpa akan melepaskan lebih banyak oksigen dalam darah saat tubuh tertekan atau menahan napas saat menyelam.
Perbedaan kondisi fisiologis orang Bajau itu ternyata juga berkaitan dengan genetikanya. Membesarnya limpa orang Bajau itu ternyata dengan gen PDE10A yang mereka miliki. Pada tikus, gen PDE10A merupakan pengatur hormon tiroid yang mengontrol ukuran limpa.
“Kondisi itu mendukung gagasan bahwa orang Bajau telah mengembangkan ukuran limpa yang lebih besar untuk mendukung kemampuannya menyelam,” tulis tim.
Riset tentang perbedaan fisiologi dan genetika penyelam Bajau itu telah dipublikasikan di jurnal Cell Volume 173 pada 19 April 2018. Peneliti Indonesia yang terlibat dalam riset itu adalah Suhartini Salingkat dari Universitas Tompotika, Luwuk, Banggai, Sulawesi Tengah.
Meski demikian, butuh riset lanjutan untuk memahami bagaimana hormon tiroid memengaruhi ukuran limpa manusia. Namun, riset ini bisa mendorong penelitian medis lain untuk mempelajari bagaiman reaksi tubuh saat kekurangan oksigen (hipoksia) dalam berbagai situasi, mulai dari penyelaman hingga pendakian gunung tinggi atau pada tindakan pembedahan hingga penyakit paru-paru. (AFP/CELL/M ZAID WAHYUDI)–M ZAID WAHYUDI
Sumber: Kompas, 23 April 2018