Gempa bumi berkekuatan M 6,3 terjadi di Laut Jawa, Kamis (6/2/2020). Pusat gempa diperkirakan pada kedalaman 641 kilometer sehingga memiliki spektrum guncangan luas.
Gempa bumi berkekuatan M 6,3 yang terjadi di Laut Jawa, Kamis (6/2/2020) pukul 01.12, berpusat sekitar 76 kilometer arah timur laut Kota Bangkalan, Jawa Timur. Pusat gempa diperkirakan pada kedalaman 641 kilometer sehingga memiliki spektrum guncangan luas. Meski demikian, gempa ini tidak memicu tsunami dan diperkirakan tidak berdampak signifikan.
Sumber: BMKG
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), guncangan gempa ini dirasakan di daerah Bangkalan, Trenggalek, Pacitan, Yogyakarta, Kebumen, Cilacap, Pangandaran, Kuta, dan Kuta Selatan dengan kekuatan II-III MMI. Skala itu setara dengan getaran seakan ada truk besar berlalu di depan rumah.
”Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dalam akibat adanya aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia yang menyusup ke bawah lempeng Eurasia,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono, di Jakarta.
Ciri lain gempa ini dipicu aktivitas subduksi atau penunjaman lempeng adalah mekanisme pergerakannya turun. Gempa dengan mekanisme ini jika terjadi di laut dengan kekuatan besar dan dangkal, umumnya memicu tsunami, seperti terjadi di Aceh pada 2004. ”Pemodelan kami, gempa kali ini tidak memicu tsunami,” kata Rahmat.
Peneliti tsunami Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Widjo Kongko, menyebutkan, gempa kali ini jika dihitung geometrik patahannya mencapai 15 kali 10 kilometer dengan dislokasi 30-50 sentimeter. Dengan patahan sebesar ini, energinya setara dua kali bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang, pada 1945.
Menukik dalam
Pulau Jawa dan Sumatera berada di tepian lempeng Eurasia yang secara menerus ditekan lempeng Indo-Australia dari selatan. Zona pertemuan dua lempeng besar itu berada di bawah Samudra Hindia yang memanjang sehingga kerap memicu terjadinya gempa besar disusul tsunami, misalnya gempa Aceh pada 2004 dan Pangandaran tahun 2006.
–Lokasi dan mekanisme gempa Laut Jawa menurut USGS.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, zona tektonik Laut Jawa, lempeng Indo-Australia, ini menunjam dengan lereng yang menukik curam ke bawah lempeng Eurasia hingga di kedalaman sekitar 625 kilometer. ”Gempa Laut Jawa ini dipengaruhi gaya tarikan slab (lengan) lempeng ke arah bawah (slab-pull) sehingga mekanismenya sesar turun,” katanya.
Dalam peristiwa itu, gaya tarikan lempeng ke bawah lebih dominan. Dominasi gaya tarik lempeng ke bawah itu memicu terjadinya gempa dengan pusat dalam di Laut Jawa pada Kamis dini hari. Karena pusatnya dalam, sebaran getarannya luas sehingga dirasakan di banyak daerah tetapi tak kuat. ”Kemungkinan tidak menimbulkan kerusakan karena skala getarannya hanya II-III MMI,” ujarnya.
Di wilayah Indonesia, gempa dengan hiposenter dalam banyak terjadi di Laut Jawa dan Laut Flores. Pihak BMKG mencatat, sejak 2016, di wilayah tersebut paling tidak sudah terjadi lebih dari tujuh kali gempa dalam yang dipicu aktivitas serupa.
Beberapa di antaranya gempa M 6,1 tanggal 24 Agustus 2016 berpusat di Laut Flores pada kedalaman 537 kilometer. Gempa M 6,3 pada 19 Oktober 2016 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 615 kilometer. Berikutnya gempa M 6,1 pada 5 Desember 2016 berpusat di Laut Flores pada kedalaman 517 kilometer.
Pada 24 Oktober 2017 juga terjadi gempa M 6,4 berpusat di Laut Flores-Banda pada kedalaman 557 kilometer. Pada 23 Juni 2018 terjadi gempa M 5,3 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 662 kilometer. Kemudian pada 7 April 2019 terjadi gempa M 6,3 berpusat di Laut Flores-Banda pada kedalaman 545 kilometer dan pada 19 Oktober 2019 terjadi gempa M 6,1 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 623 kilometer.
Oleh AHMAD ARIF
Editor EVY RACHMAWATI
Sumber: Kompas, 6 Februari 2020