Para pakar gempa yang terhimpun di Pusat Studi Gempa Nasional menyimpulkan, gempa berkekuatan M 6,1 yang terjadi di selatan Lebak, Banten, dan dirasakan hingga Jakarta pada Selasa (23/1) berasal dari sumber yang belum diidentifikasi sebelumnya. Sumber tersebut berada di busur belakang zona subduksi yang kemudian diberi nama patahan Palabuhanratu.
”Kesimpulan ini kami dapatkan setelah pertemuan para pakar pada Senin lalu untuk membahas kejadian-kejadian gempa di selatan Jawa,” kata Rahma Hanifa, peneliti gempa bumi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga anggota Kelompok Kerja Seismologi Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) yang dihubungi pada Jumat (2/2).
Setelah dilakukan penghitungan lebih akurat, lokasi pusat gempa diketahui berada di koordinat 105.9539 Bujur Timur dan 7.3242 Lintang Selatan, serta kedalaman sekitar 46,5 kilometer. Adapun hasil pengamatan terhadap pola gempa susulan hingga 25 Januari oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, serta Earth Observatory of Singapore menyimpulkan bahwa mekanisme gempa berupa sesar naik-mengiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Posisi gempa ini terjadi pada terusan sesar Cimandiri ke arah laut yang kemudian dinamakan sesar Palabuhanratu,” katanya.
Zona sesar ini diklasifikasikan sebagai fore-arc backthrust, yaitu sesar naik yang mempunyai bidang miring berlawanan arah dengan bidang zona subduksi atau megathrust. ”Gempa Lebak yang lalu dan beberapa gempa selatan Jawa lainnya menambah pengetahuan tentang sumber gempa di Pulau Jawa yang sebelumnya tidak diketahui, yaitu keberadaan dari jalur backthrust di sepanjang selatan Pulau Jawa,” katanya.
Jalur backthrust ini di barat Sumatera sudah diidentifikasi sebagai sesar Mentawai. Dalam Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, Tim Pusgen juga sudah memperkenalkan keberadaan jalur sesar busur belakang Baribis-Kendeng yang memanjang dari Surabaya-Semarang-Cirebon dan kemungkinan sampai ke Jakarta.
Jalur gempa patahan busur belakang juga ditemukan di utara Bali dan Nusa Tenggara, dengan salah satu segmennya menjadi sumber gempa Flores 1992 yang memicu tsunami besar dan memakan banyak korban. Dengan temuan ini, gempa Lebak disimpulkan memiliki sumber yang sama dengan gempa Tasikmalaya 2009. Meski demikian, gempa ini berbeda dengan gempa Tasikmalaya 2017 yang terjadi pada sesar di kedalaman 107 kilometer, yaitu di intraslab atau lengan dalam lempeng Australia yang menunjam di bawah Jawa.
Lebih dekat
Penemuan sumber gempa baru juga terjadi saat gempa Pidie, Aceh, pada akhir 2016. Fenomena ini menunjukkan masih banyak sumber gempa yang belum diidentifikasi di Indonesia.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono mengapresiasi langkah Pusgen untuk mengkaji dan memberikan kesimpulan tentang gempa Lebak. ”Ini kemajuan bagi riset kegempaan di Tanah Air,” katanya.
Temuan ini, kata Daryono, membawa konsekuensi adanya sumber gempa pembangkit tsunami yang lebih dekat ke pesisir Banten-Jawa Barat. Dalam Peta Sumber Gempa Nasional 2017, keberadaan zona sesar belakang ini belum disebutkan.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dampak gempa selatan Lebak menyebabkan kerusakan bangunan di 73 kecamatan pada 9 kabupaten/kota di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
”Total terdapat 7.707 rumah rusak, dengan rincian 986 rusak berat, 2.162 rusak sedang, dan 4.559 rusak ringan. Kerusakan rumah banyak ditemukan di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Sukabumi,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho. (AIK)
Sumber: Kompas, 3 Februari 2018