Gempa bumi berkepanjangan yang melanda Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, diduga tak berasosiasi dengan sesar aktif sekitar kawasan itu. Namun, gempa itu kemungkinan terjadi karena aktivitas vulkanik. Untuk memastikan sumber gempa, perlu pengamatan lebih rinci dengan jaringan seismik lebih rapat.
Hal itu terungkap pada diskusi ahli dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung. “Diskusi di PVMBG. Kami bahas kemungkinan penyebab gempa,” kata ahli gempa ITB, Irwan Meilano, yang dihubungi, Minggu (13/12), di Jakarta.
Sejumlah poin penting diskusi pakar itu adalah penyebab rangkaian gempa di Jailolo diduga kenaikan tekanan di zona transisi kedalaman 5-15 kilometer bawah tanah akibat intrusi fluida. “Ini bisa menandai aktivitas magmatis gunung api,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diskusi itu menyimpulkan, kegempaan tidak terkait sesar aktif sekitar Halmahera meski pola arah kegempaan dikontrol kompresional tekanan tektonik.
Meski diduga terkait aktivitas vulkanik, belum dipastikan gunung yang akan terpicu. “Bisa gunung dekat sumber gempa seperti Jailolo, bisa tak terkait gunung tertentu,” kata Irwan.
Pergerakan fluida pemicu gempa beruntun itu tidak selalu berakhir letusan gunung api besar. “Yellow Stone di Amerika Serikat pernah mengalami gempa swarm (gempa berfrekuensi banyak dalam waktu lama) seperti ini, tapi tak berakhir dengan letusan. Gempa bisa terkait sistem magmatik besar,” ujarnya.
Menurut Kepala Bidang Pemantauan Gunung Api PVMBG Gede Suantika, hasil diskusi gempa Jailolo baru tahap hipotesis ilmiah. Jadi, gempa di Jailolo bisa memengaruhi kenaikan aktivitas vulkanik satu atau sejumlah gunung api tipe A di Maluku Utara, seperti Dukono, dan Gamkonora, Gamalama, Kiebesi, serta 2 gunung tipe B, Jailolo dan Todako.
Pemantauan intensif
Maka dari itu, kini pemantauan intensif dilakukan pada gunung-gunung api di Maluku Utara. Semua gunung api tipe A itu terus dipantau secara visual dan instrumen kegempaan dari pos pengamatan gunung api.
“Untuk Gunung Jailolo dan Todako akan ada pemeriksaan lapangan lagi dalam waktu dekat. Kami juga akan menambah jaringan stasiun gempa vulkanik dan jaringan deformasi gunung api memakai GPS di semua gunung api itu,” kata Gede.
Data BMKG menunjukkan intensitas gempa di Jailolo menurun, tapi sulit diprediksi kapan berakhir. Hingga Sabtu (12/12), masih terjadi enam kali gempa. “Ada gempa swarm yang kurang sebulan selesai, ada yang sampai setahun. Untuk Jailolo, trennya segera berakhir,” kata Kepala Bidang Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami BMKG Daryono.
Meski sejumlah ahli menduga gempa terkait aktivitas vulkanik, Daryono meyakini, itu dibangkitkan aktivitas tektonik. “Gempa swarm Jailolo menyimpan banyak misteri sehingga perlu kolaborasi riset lembaga terkait dan akademisi,” ucapnya. (AIK)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2015, di halaman 14 dengan judul “Gempa Jailolo Terkait Aktivitas Vulkanik”.