Tepat pada perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-72 Indonesia pada 17 Agustus lalu, sejumlah ilmuwan lintas negara berhasil mendeteksi gelombang gravitasi yang dihasilkan dari penggabungan dua bintang neutron superrapat untuk pertama kali. Obyek itu diberi kode GW170817.
Pengamatan gelombang gravitasi GW170817 itu dilakukan memakai dua detektor laser interferometer gravitational-wave observatory (LIGO) di Negara Bagian Washington dan Negara Bagian Lousiana, Amerika Serikat. Sinyal gelombang gravitasi GW170817 itu diterima selama 100 detik, jauh lebih lama daripada sinyal gelombang gravitasi dari bersatunya dua lubang hitam (black hole).
“Saat menemukan GW170817, kami tahu sumbernya kemungkinan bintang neutron, sumber lain gelombang gravitasi yang diharapkan,” kata juru bicara kolaborasi peneliti LIGO, David Shoemaker, yang juga peneliti Institut Kavli untuk Penelitian Astrofisika dan Ruang Angkasa Institut Teknologi Massachusetts, AS, saat mengumumkan temuan itu, Senin (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Harapan itu amat besar mengingat GW170817 adalah obyek kelima yang berhasil diamati gelombang gravitasinya. Namun, empat obyek sebelumnya berasal dari penggabungan dua lubang hitam.
Pembuktian 100 tahun
Keberadaan gelombang gravitasi pertama kali diprediksi fisikawan Albert Einstein pada 1916 melalui teori relativitas umumnya. Namun, teori itu baru dibuktikan satu abad kemudian saat ilmuwan LIGO berhasil mengamati gelombang gravitasi yang dipancarkan dari penggabungan dua lubang hitam pada September 2015.
Keberhasilan itu membuat ilmuwan-ilmuwan LIGO, yaitu Rainer Weiss, Barry C Barish, dan Kip S Thorne, dianugerahi Nobel Fisika 2017.
Gelombang gravitasi adalah riak pada ruang dan waktu akibat benda bermassa masif yang bergerak dipercepat. Riak itu menjalar menjauhi benda sumbernya dengan laju sama dengan kecepatan cahaya dan membawa informasi penyebab riak itu.
Dari analisis tim LIGO, seperti dikutip dari space.com, Senin (16/10), dua bintang neutron itu punya massa 1,1 kali massa Matahari dan 1,6 kali massa Matahari. Bintang neutron ialah bintang amat rapat sehingga satu sendok teh materinya berbobot setara gabungan berat semua manusia di Bumi.
Dalam evolusi, bintang neutron ialah fase akhir kehidupan bintang maharaksasa masif yang mengakhiri hidup menjadi supernova. Sisa ledakan supernova menghasilkan bintang neutron.
Multikurir
Meski pendeteksian gelombang gravitasi GW170817 kelima, ini pertama kalinya obyek gelombang gravitasi dibuktikan lewat pengamatan gelombang elektromagnetik, dari panjang gelombang cahaya tampak, sinar gamma, sinar-X, hingga inframerah dan gelombang radio.
Temuan tim LIGO diperkuat dengan dideteksinya gelombang gravitasi GW170817 memakai detektor gelombang gravitasi Virgo di Pisa, Italia.
Pada saat hampir bersamaan, teleskop luar angkasa sinar gamma Fermi milik Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menangkap semburan sinar gamma (radiasi elektromagnetik dengan energi tertinggi) dari lokasi dan waktu yang sama dengan tempat sinyal gravitasi GW170817 berasal.
Lalu, informasi itu disebarkan ke jaringan peneliti dan observatorium dunia guna mendeteksi dan mengonfirmasi adanya GW170817 dengan teleskop landas Bumi dan luar angkasa.
Hasilnya, beberapa jam setelah gelombang gravitasi GW 170817 terdeteksi, tim yang dipimpin Tony Piro dari Observatorium Lembaga Sains Carnegie di Pasadena, California, AS, menemukan sumber cahaya optik sesuai lokasi GW170817 memakai teleskop di Observatorium Las Campanas, Cile. Dari situ diketahui GW170817 terletak di galaksi NGC4993 berjarak 130 juta tahun cahaya dari Bumi.
“Ada sumber cahaya biru terang di lokasi GW170817. Ini pertama kali sisa cahaya dari penggabungan dua bintang neutron bisa diamati,” kata Josh Simon, juga dari Observatorium Carnegie. Lalu, dengan teleskop Gemini Selatan di Cile, para peneliti melihat sumber cahaya inframerah di lokasi sama.
Keberhasilan pendeteksian GW170817 memakai gelombang gravitasi dan dibuktikan dengan pengamatan di berbagai panjang gelombang elektromagnetik itu menandai dimulainya observasi astrofisika multikurir.
“Ini pertama kali obyek dideteksi dari gelombang gravitasi bisa dibuktikan lewat pengamatan dari gelombang elektromagnetik,” kata Hanindyo Kuncarayakti, astronom Indonesia yang bekerja di Pusat Astronomi Finlandia dengan Observatorium Selatan Eropa (ESO), Universitas Turku, Finlandia, yang terlibat riset itu, Sabtu (21/10).
Temuan ini juga membuktikan validitas temuan gelombang gravitasi dari penggabungan lubang hitam sebelumnya meski tanpa imbangan pengamatan gelombang elektromagnetik.
Asal-usul emas
Pengamatan GW170817 pada gelombang elektromagnetik juga membuktikan tubrukan antarbintang neutron merupakan asal-usul emas, uranium, dan elemen berat lain di semesta.
Ini menjadi temuan besar. Selama ini ilmuwan mengetahui elemen ringan seperti hidrogen dan helium dihasilkan di awal semesta terbentuk setelah Dentuman Besar (Big Bang).
Unsur lebih berat berikut, seperti helium, karbon, dan besi, dihasilkan dari reaksi fusi nuklir dalam bintang. Namun, asal-usul unsur berat, seperti emas dan uranium, belum kuat buktinya.
“Temuan ini menunjukkan unsur terberat di tabel periodik kimia yang awalnya misteri, nyatanya dihasilkan dari penggabungan bintang neutron,” kata Edo Berger dari Pusat Astrofisika (CfA) Harvard-Smithsonian di Massachusetts, AS.
Dari perhitungan, setiap penggabungan dua bintang neutron menghasilkan logam mulia, seperti emas, uranium, dan unsur langka di ponsel lebih dari satu kali massa Bumi atau 5,9 triliun (10 pangkat 24) kilogram. Tubrukan GW170817 diperkirakan hasilkan emas dan uranium 10 kali massa Bumi.
Awal revolusi
Temuan GW170817 mengungkap wawasan baru astronomi. “Ini transformasi astronomi, menyusun pemahaman ulang manusia soal astronomi,” kata Richard O’Shaughnessy, ilmuwan dari Pusat Teknologi Komputasi bagi Relativitas dan Gravitasi, Institut Rochester, AS, yang terlibat proyek LIGO.
Para ahli meyakini GW170817 hanya permulaan. Pengamatan multikurir, dalam gelombang elektromagnetik dan gelombang gravitasi, bersamaan jadi tren ke depan. “Ini membuka jendela baru pengamatan semesta,” kata Hanindyo.
Di masa depan, banyak obyek langit bisa dipelajari dalam gelombang gravitasi. Contohnya, supernova di galaksi Bimasakti, sensus massa lubang hitam, dan bintang neutron ganda.
Teknik multikurir juga untuk mengalibrasi jarak benda langit dan mengukur laju pengembangan semesta (konstanta Hubble). Pengamatan multikurir harus berkolaborasi dengan berbagai observatorium dan detektor seluruh dunia karena pengamatan gelombang elektromagnetik dan gravitasi memakai detektor berbeda. (MZW)
Sumber: Kompas, 23 Oktober 2017