Gebrakan Boyan Slat Menciptakan Teknologi Sampah Plastik

- Editor

Kamis, 21 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup, Boyan Slat (25) terobsesi membersihkan sampah plastik yang mengotori laut saat duduk di bangku SMA. Ia merasa terusik usai berlibur di Yunani karena saat menyelam dirinya menemukan lebih banyak sampah plastik dibandingkan ikan-ikan cantik. Dengan tekad kuat, pemuda berkewarganegaraan Belanda ini menghasilkan teknologi pembersihan sampah plastik di laut dan sungai.

IMG_20191121_101742.jpgKOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU–Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup, Boyan Slat

Gebrakan Boyan yang kini memiliki tim sekitar 80 orang yang terdiri dari teknisi, peneliti, ilmuwan, dan pemodel komputasi dimulai dari keputusan nekadnya. Di tahun 2013, Boyan memilih keluar dari jurusan teknik aerospace di Delft Technology of University (TU Delft), Belanda, yang baru sekitar enam bulan dinikmatinya untuk mendirikan organisasi non-profit yang dinamai The Ocean Cleanup yang kini berkantor pusat di Rotterdam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keyakinan seorang anak muda yang menawarkan solusi membersihkan sampah laut itu mendapat pengakuan dunia. Di usia 20 tahun, Boyan menjadi salah seorang penerima penghargaan the United Nations Champion of the Earth Award Tahun 2014, yang merupakan aktivis lingkungan termuda yang pernah menerima penghargaan internasional bergengsi ini.

Boyan bersama timnya menciptakan teknologi armada penghalang terapung panjang yang bertindak seperti garis pantai buatan. Armada itu memungkinkan angin, ombak, dan arus untuk menangkap dan memusatkan plastik secara pasif di laut.

Boyan membawa ide untuk menguji coba pembersihan sampah plastik laut di Great Pacific Garbage Patch, yang merupakan zona akumulasi sampah plastik di laut yang terluas di dunia. Zona ini meliputi 3,5 juta kilometer persegi dari Hawai dan California. Di kawasan ini diperkirakan ada 1,8 juta triliun potongan sampah plastik.

Riset yang dimulai Boyan pada 2014 membuahkan hasil, bahkan dengan ide yang terus berkembang. Dalam kurun lima tahun, Boyan menawarkan solusi membersihkan sampah laut di dunia. Bukan hanya fokus di laut, tetapi justru menghadang sampah di sungai supaya tidak menuju laut.

Ia melahirkan teknologi pengumpulan sampah di laut System 001 yang bisa mengumpulkan 50 persen sampah laut dalam lima tahun. Adapula, teknologi pengumpulan sampah di sungai yang dinamakan Interceptor, sebuah mesin terapung serupa perahu yang memanfaatkan aliran sungai untuk menangkap dan memilah sampah plastik.

DOKUMENTASI THE OCEAN CLEANUP–Peluncuran Interceptor 004, teknologi pembersihan sampah plastik di sungai yang dihasilkan The Ocean Cleanup. Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup Boyan Slat menjelaskan cara kerja Interceptor 004 kepada publik di Rotterdam, Belanda, pada 26 Oktober 2019.

Untuk Indonesia

IMG_20191121_101717.jpg

Di akhir Oktober 2019, Boyan hadir di Jakarta untuk berbagi kisah pentingnya menerapkan teknologi pembersihan sampah di sungai yang digagas The Ocean Cleanup. Jakarta dipilih sebagai tempat pertama di dunia untuk menerapkan teknologi yang diberi nama Interceptor 001. Uji coba di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, ini merupakan kerja sama The Ocean

Cleanup dan Danone-Aqua, yang didukung Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Pemerintah Belanda.

Ketika meluncurkan Interceptor 004 di Rotterdam pada 26 Oktober 2019, Boyan menyebutkan te

knologi ini sudah diterapkan di dua sungai. Yang pertama di Jakarta, yang kedua di Malaysia. Menyusul berikutnya Vietnam dan Santo Domingo (Republik Dominika). Lalu, permintaan juga datang dari Thailand dan Amerika Serikat.

“Menerapkan Interceptor pertama di Jakarta memberi kesempatan untuk terus belajar dengan memahami lingkungan dan mitra kerja. Ini memberi pengalaman positif supaya kami bisa melihat kemungkinan kerja sama dengan Indonesia untuk menerapkan teknologi baru untuk membersihkan sampah di sungai,”ujar Boyan dalam wawancara terbatas di Jakarta, Jumat (1/11/2019).

Boyan yang tampil santai dengan t-shirt bekerah dan celana jeans, bersemangat berbagi kisah pentingnya menerapkan teknologi untuk mengatasi sampah plastik di laut yang sudah jadi masalah global. Ia yakin teknologi Interceptor yang merupakan pembersih sampah di sungai yang terukur, mampu mengumpulkan sampah di permukaan air sungai dengan kapasitas 50.000 kg atau jika dioptimalkan bisa 100.000 kilogram/hari, beroperasi 24 jam/hari tanpa operator, serta menggunakan energi tenaga surya ini, jadi salah satu solusi bagi dunia, termasuk Indonesia.

“Saya sangat suka teknologi dan sangat berhasrat untuk bisa menciptakan teknologi yang bermanfaat bagi manusia sepanjang hidup saya. Ini hobi saya,” ujar Boyan.

IMG_20191121_101653.jpg

DOKUMENTASI DANONE-AQUA–Pendiri dan CEO The Ocean Cleanup Boyan Slat (kiri) hadir dalam diskusi panel bertajuk Innovation on Waste Management : River Plastic Interception yang digelar Danone-Aqua di Jakarta, Kamis (31/10/2019). The Ocean Cleanup menguji coba Interceptor 001 di Cengkareng Drain, Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Sungai di Indonesia masuk dalam 1.000 sungai paling tercemar di dunia yang menyumbang 80 persen sampah plastik di laut.

Boyan memutuskan untuk mencoba saja idenya. “Kalau tidak berhasil, saya kembali saja ke universitas. Tapi ketika saya mulai bergerak dan presentasi dan di internet banyak dapat dukungan dengan crowdfunding untuk mengumpulkan uang, akhirnya saya membangun tim untuk uji coba dan membuat prototype sehingga bisa terealisasi. Ini sangat menakjubkan meskipun perjalanan masih panjang,” kata Boyan.

Boyan menjelaskan satu persen dari 100.000 sungai di dunia ternyata menjadi penyumpang 80 persen sampah plastik di laut. Karena itu, Boyan punya ambisi untuk bisa menempatkan Interceptor di 1.000 sungai paling tercemar di dunia, termasuk di antaranya di Indonesia, sebelum akhir tahun 2025.

“Untuk bisa membersihkan sampah di laut, harus dilakukan dengan dua cara sekaligus. Sampah yang sudah masuk ke laut tentu harus dikumpulkan. Tapi tak kalah penting menutup keran sampah plastik dari sungai-sungai supaya tidak mengalir ke laut,” kata Boyan.

Karyanto Wibowo, Sustainable Development Director Danone-Aqua, mengatakan riset gabungan memanfaatkan The Interceptor 001 mampu mengidentifikasi sampah di sungai, hampir 60 persen sampah yang ditemukan di sungai adalah sampah organik, sedangkan sampah plastik sebanyak 37,8 persen. Selain mengidentifikasi karakteristik sampah, The Interceptor™ 001 terbukti telah mengurangi 60 persen sampah di sungai yang menuju laut. Mesin ini telah berhasil mengangkut sampah plastik dari sungai sebanyak 466 kilogram/ hari atau sekitar 170 ton/ tahun.

“Kami mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mengurangi sebanyak 70 persen sampah plastic di laut pada tahun 2025. Salah satunya dengan mengenalkan teknologi Interceptor yang bekerja sama dengan The Ocean Cleanup,” ujar Karyanto.

Boyan mengatakan, The Ocean Cleanup terus mengetuk semua pihak untuk bersama-sama mengatasi sampah plastik di laut. “Kami menyediakan teknologi yang terus dikembangkan dan siap diproduksi, pemerintah tiap negara harus punya komitmen membersihkan sampah di sungai, serta perusahaan juga berkontribusi,” ujar Boyan.

Boyan Slat

Lahir : Belanda, 27 Juli 1994

Pendidikan : Berhenti di semester awal jurusan teknik aeorospace Delft Technology of University, Belanda

Penghargaan, antara lain :
1. The United Nations Champion of the Earth Award Tahun 2014
2. The Maritime Industry’s Young Entrepreneur Award dari Raja King Harald, Norwegia (2015)
3. Masuk dalam 30 Under 30 Edisi Forbes 2016
4. Terpilih sebagai The European of the Year oleh Reader’s Digest (2017)
5. The Ocean Cleanup dipilih Majalah TIME Magazine sebagai salah satu The Best Inventions (2015)
6. Di tahun 2019, Komisi Eropa memilih Boyan sebagai salah seorang ahli di komisi untuk strategi inovasi multi-billion-euro.

Oleh ESTER LINCE NAPITUPULU

Sumber: Kompas, 21 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu
Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia
Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun
Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik
Cerita Sasha Mahasiswa Baru Fakultas Kedokteran Unair, Pernah Gagal 15 Kali Tes
Sosok Amadeo Yesa, Peraih Nilai UTBK 2023 Tertinggi se-Indonesia yang Masuk ITS
Profil Koesnadi Hardjasoemantri, Rektor UGM Semasa Ganjar Pranowo Masih Kuliah
Berita ini 6 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Kamis, 28 September 2023 - 15:05 WIB

Pemuda Jombang ini Jelajahi Tiga Negara Berbeda untuk Menimba Ilmu

Kamis, 28 September 2023 - 15:00 WIB

Mochammad Masrikhan, Lulusan Terbaik SMK Swasta di Jombang yang Kini Kuliah di Australia

Kamis, 28 September 2023 - 14:54 WIB

Usai Lulus Kedokteran UI, Pemuda Jombang ini Pasang Target Selesai S2 di UCL dalam Setahun

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:43 WIB

Di Usia 25 Tahun, Wiwit Nurhidayah Menyandang 4 Gelar Akademik

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB