Cendekiawan Franz Magnis-Suseno (81) menerima Philosophy Award sebagai Filsuf Terkemuka Indonesia 2017 dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Franz Magnis dinilai sebagai sosok yang berperan besar dalam pengenalan dan perkembangan studi filsafat di Indonesia.
“Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas dedikasi, kontribusi, dan pengaruh positif Romo Magnis terhadap pengenalan dan perkembangan studi filsafat,” kata Dekan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM) Arqom Kuswanjono melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Minggu (22/10).
Franz Magnis-Suseno dilahirkan pada 26 Mei 1936 dan saat ini bekerja sebagai dosen di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Franz Magnis, yang juga merupakan rohaniwan Katolik, telah melahirkan banyak buku, antara lain Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, Etika Dasar: Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, dan Menalar Tuhan, Wayang dan Panggilan Manusia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Philosophy Award merupakan penghargaan yang baru pertama kali diberikan tahun ini dalam rangka Lustrum X dan Dies Natalis Ke-50 Fakultas Filsafat UGM. Penghargaan tersebut diberikan di Yogyakarta pada Sabtu (21/10). Karena Franz Magnis tengah dirawat di rumah sakit di Jakarta, penerimaan penghargaan diwakilkan kepada Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, Simon Petrus Lili Tjahjadi.
Arqom menuturkan, pemberian Philosophy Award telah didahului dengan proses verifikasi empiris terhadap karya-karya Franz Magnis di bidang filsafat. Pengaruh Franz Magnis dalam perkembangan keilmuan filsafat di Indonesia juga turut dipertimbangkan. Atas berbagai pertimbangan, Fakultas Filsafat UGM menilai Franz Magnis sangat layak menerima penghargaan itu.
Pengakuan
Melalui Philosophy Award, Arqom mengajak para akademisi dan masyarakat untuk memberikan pengakuan kepada individu-individu di Indonesia yang layak disebut sebagai filsuf. “Selama ini yang disebut filsuf itu hanya orang-orang dari luar. Padahal, di Indonesia juga ada pemikir-pemikir yang layak disebut sebagai seorang filsuf,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor UGM Panut Mulyono menyatakan, universitas tersebut akan terus mengembangkan studi dan kajian filsafat, khususnya yang berkait dengan keindonesiaan. Hal ini dilakukan agar ilmu filsafat di Indonesia bisa mendapat apresiasi yang tinggi, baik di dunia akademik maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“UGM ingin terus mengembangkan filsafat agar di Indonesia lahir filsuf-filsuf yang hebat secara keilmuan dan bisa membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik,” ujar Panut. (HRS)
SUmber: Kompas, 23 Oktober 2017