Dulu dia menginjak-injak terumbu karang supaya cepat menangkap ikan. Setelah ikan-ikan mulai menghilang, dia pun mulai merawat terumbu karang supaya ikan cepat kembali. Suhardi alias Erik (47) menjadi sosok penting dalam pelestarian terumbu karang di Pulau Tidung, Kepulauan Seribu.
Di tengah segala keterbatasan, terutama keterbatasan pengetahuan konservasi terumbu karang, Erik merintis rumah-rumah baru bagi terumbu karang. ”Ikan-ikan itu, kan, rumahnya di karang-karang. Waktu masih menangkap ikan, saya injak-injak karang sampai hancur. Ikan-ikan berlarian keluar, kami jaring mereka dengan mudah,” kenang Erik.
Lambat laun, di lokasi karang yang rusak tak ada lagi ikan yang muncul. Erik semakin kesulitan menangkap ikan. Sebagai nelayan jaring, tentu situasi ini sangat berat bagi dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akhirnya dia sadar bahwa ikan hanya akan datang apabila ada karang. Tahun 2010, dia mulai mempelajari sendiri cara menumbuhkan terumbu karang. Erik mulai membuat substrat sederhana dari semen padat berbentuk kotak. Di atasnya ditempel cabang terumbu karang.
Rupanya cabang-cabang terumbu karang yang dia tanam tumbang tersapu arus laut. Tak jera, dia kembali bereksperimen dengan berbagai bentuk dan bahan substrat yang kuat. Sampai akhirnya dia membuat substrat berbentuk kaki meja dengan lubang di atasnya sebagai tempat menempelnya terumbu karang. Bahan yang dipilih dari cor semen.
”Saya buat substrat dengan penampang alas hampir 1 meter persegi. Tingginya 60 sentimeter. Penampang alasnya lebih lebar dibandingkan dengan penampang bagian atas supaya tidak mudah tumbang,” tutur Erik.
Agar tak mudah goyah, cabang-cabang terumbu karang diikat dengan tali kabel. ”Karang yang terus bergerak-gerak tidak akan mau hidup,” katanya.
Dari hari ke hari, Erik mengamati perkembangan terumbu karang yang ditanamnya. Dia memastikan lokasi penanaman terumbu karang harus cukup sinar matahari dan alga. Lokasi juga harus steril dari wisatawan yang melakukan snorkeling karena terumbu karang juga sensitif terhadap panas tubuh manusia.
Setelah dilihat bahwa karang yang ditanamnya hidup, dia lalu membuat lebih banyak substrat dan menyebarkannya di lebih banyak tempat. Dari 200 substrat yang pertama kali dibuat, dalam satu tahun sudah ada 1.700 substrat untuk menumbuhkan terumbu karang.
Kocek sendiri
Pada mulanya, usaha konservasi terumbu karang yang dilakukan Erik tidak mendapat perhatian warga sekitar. Dia harus merogoh kocek sendiri saat pertama kali membuat substrat.
”Menanam terumbu karang tidak ada hasilnya secara komersial. Bahkan, untuk memasukkan acara menanam terumbu karang dalam paket wisata ke Pulau Tidung pun banyak agen wisata yang tidak mau karena takut rugi,” ujarnya.
Sedikit demi sedikit usahanya mulai dilirik, terutama oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu. Setelah mempresentasikan cara penanaman terumbu karangnya, Erik dipercaya memimpin konservasi terumbu karang di Kepulauan Seribu. Tidak hanya di Pulau Tidung, konservasi terumbu karang juga dilakukan di Pulau Pari, Pulau Harapan, dan Pulau Panggang.
Warga setempat pun turut membantu usaha Erik. Kini ada 20 orang yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas pimpinan Erik yang bertugas menanam, merawat, dan melindungi terumbu karang di Pulau Tidung.
Areal konservasi pun semakin luas. Di utara Pulau Tidung Besar sudah terdapat 5 hektar lahan konservasi terumbu karang di kedalaman 5 meter. Di tempat itu, kegiatan snorkeling dan penangkapan ikan benar-benar dilarang. Di lokasi lain, seperti di sisi selatan Pulau Tidung Kecil, sudah terdapat areal sepanjang 1 kilometer untuk konservasi terumbu karang. Menurut dia, penanaman terumbu karang itu turut merangsang tumbuhnya karang alam.
Salah satu hal yang paling membuat Erik senang adalah munculnya kembali ikan-ikan yang semula hilang. ”Ada ikan morris, ikan kakatua, dan ikan buntal. Banyak juga ikan pendatang baru yang tadinya tidak ada di sini,” tuturnya.
Untuk semakin memopulerkan konservasi terumbu karang di Pulau Tidung, Erik menawarkan paket tambahan bagi wisatawan ke Pulau Tidung kepada agen wisata yang tertarik. Wisatawan cukup membayar Rp 20.000 sebagai pengganti biaya substrat.
”Setelah menanam terumbu karang, wisatawan pasti akan tertarik untuk melihat lagi seperti apa karang yang dia tanam. Ini akan menarik mereka untuk kembali lagi ke Pulau Tidung,” katanya.
Melihat banyaknya manfaat pelestarian terumbu karang di Pulau Tidung, Erik berharap lebih banyak lagi pihak yang peduli. Dengan keterbatasan sumber daya manusia, pengetahuan, dan dana, terbatas pula hal yang bisa dilakukan Erik bersama Kelompok Masyarakat Pengawas. Terlebih belum ada yang menjaga terumbu karang dari segi regulasi.
”Semakin banyak orang yang peduli, terumbu karang di pulau kami akan semakin terlindungi,” kata Erik.(madina nusrat/fransisca romana ninik)
Suhardi alias Erik
Lahir : Pulau Tidung, 20 Juli 1968
Pendidikan : SMP
Istri: Juhana
Anak:
Suci Lestari (25), menikah
Dwi Hardianti (21), mahasiswi Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Pasar Minggu
Ronal Dika Juara (14), siswa kelas II SMP
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 31 Maret 2015, di halaman 16 dengan judul “Pelindung Terumbu Karang Tidung”.