Dampak anomali iklim El Nino tak hanya kekeringan panjang berisiko kebakaran lahan. Hasil tangkapan ikan dan produksi garam juga berpeluang meningkat. Karena itu, pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur dan sumber daya manusia guna menerima kelimpahan itu.
“Potensi perikanan terbesar berada di laut selatan Jawa hingga selatan Nusa Tenggara,” kata Budi Sulistiyo, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (4/8) di Jakarta.
Potensi kelimpahan ikan bisa pada jenis ikan pelagis kecil, seperti ikan kembung, dan pelagis besar, seperti tuna dan cakalang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, tangkapan nelayan meningkat signifikan beberapa pekan terakhir. Jenis ikan itu antara lain tongkol, tenggiri, dan tuna. Sebagian besar nelayan Gunung Kidul menangkap ikan dengan kapal jukung bermesin, menggunakan jaring insang dasar yang bisa menangkap ikan hingga kedalaman 100 meter.
Ketua Dewan Pimpinan Cabang Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gunung Kidul Rujimantoro mengatakan, sejak tiga pekan lalu, tangkapan ikan yang didapat para nelayan kabupaten itu bisa 1-2 kuintal per hari. “Sebelumnya, rata-rata tangkapan hanya 10-15 kilogram,” katanya.
Namun, sepekan terakhir tangkapan ikan menurun, rata- rata 25 kilogram per hari. “Mungkin karena bulan purnama. Kalau bulan purnama biasanya tangkapan ikan menurun,” ujar Rujimantoro.
Potensi kelimpahan ikan juga terjadi di Cilacap, Jawa Tengah, dan perairan Tasikmalaya serta daerah lain di Jawa Barat.
Awal Agustus sebenarnya merupakan puncak musim angin timur. Saat itu merupakan masa panen bagi nelayan di pesisir selatan Pulau Jawa, khususnya Cilacap. Berbagai jenis ikan bermunculan, antara lain udang, tongkol, cakalang, dan udang rebon.
Cuaca buruk
Di tengah potensi melimpah ikan, sejumlah nelayan di daerah itu harus menghadapi cuaca buruk. Gelombang tinggi hingga tiga meter dihadapi para nelayan.
“Ketika cuaca sedang bagus, nelayan Tasikmalaya bisa mendapatkan 15 ton ikan tongkol per hari atau meningkat 50 persen dari sebelumnya. Namun, saat cuaca sedang memburuk, jangan harap bisa mendapatkan satu kilogram ikan tongkol. Nelayan yang nekat melaut biasanya berhadapan dengan gelombang tinggi yang berbahaya,” kata Ketua HNSI Tasikmalaya Dedi Mulyadi.
Di Cilacap, kendati cuaca buruk masih menghadang, para nelayan bisa tetap nekat melaut. Hal ini karena sejak awal tahun mereka dilanda paceklik ikan.
Ketua KUD Mino Saroyo Cilacap Untung Jayanto mengatakan, musim panen dinanti sekitar 30.000 nelayan untuk meraih pendapatan guna menebus utang selama paceklik.
“Kami berharap cuaca cepat membaik. Nelayan dan koperasi sama-sama membutuhkan perbaikan penghasilan. Selama musim paceklik, omzet koperasi anjlok hingga 80 persen,” kata Untung.
Menurut Budi Sulistyo, penurunan suhu permukaan laut di selatan Jawa hingga Nusa Tenggara membuat sirkulasi vertikal pada kolom air laut aktif. Dampaknya, fitoplankton yang tersimpan di lapisan dalam akan mencapai permukaan laut sehingga terpapar lebih banyak sinar matahari. Ikan-ikan pemakan plankton pun turut semakin dekat ke pantai.
Di sektor produksi garam, Budi memprediksi produksi bisa naik secara signifikan. El Nino memicu udara kering, angin kencang, dan curah hujan rendah. Kondisi tersebut merupakan penentu produktivitas garam.
Data historis menunjukkan bahwa produksi garam cenderung meningkat saat El Nino terjadi, antara lain tahun 2004, 2006, 2009, dan 2014. Ia berharap target produksi garam tahun ini sebesar 3,3 juta ton tercapai.(HRS/CHE/DMU/GRE/JOG)
—————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Agustus 2015, di halaman 13 dengan judul “Produksi Ikan dan Garam Berpeluang Naik”.