Spesies burung air wajib dilindungi dan dilestarikan sekaligus dapat dimanfaatkan potensi daya tariknya dengan menerapkan ekowisata di lahan gambut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KOMPAS/RIZA FATHONI—Burung kerak basi beterbangan di Danau Hutan Kota Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Kawasan Hutan Kota Kemayoran dikembangkan dengan konsep ”Three Wonderful Journeys” dengan memadukan jalur hutan, ekspedisi mangrove, dan taman bermain air.
Lahan gambut menjadi salah satu habitat penting bagi sejumlah spesies burung air. Keberadaan satwa-satwa ini membutuhkan perlindungan dan pelestarian yang di antaranya bisa diusahakan melalui penerapan ekowisata lahan gambut.
Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Hadi S Alikodra menyampaikan, burung air merupakan karakteristik kelompok burung yang menggunakan habitat di areal lahan gambut, perairan rawa, danau, hutan mangrove, muara sungai, pesisir, dan daerah persawahan. Jadi, lahan gambut menjadi suatu kesatuan habitat yang mendukung ekosistem burung air.
”Lahan gambut menjadi tempat bersarang, tempat terbuka mencari makan, tempat mengasuh dan memelihara anak, serta tempat bersembunyi burung air,” ujar Hadi dalam kuliah umum daring bertajuk ”Konservasi Burung Air bagi Ekowisata di Areal Lahan Gambut” yang diselenggarakan Badan Restorasi Gambut, Selasa (23/6/2020).
Menurut Hadi, konsep ekowisata dapat diterapkan sebagai upaya konservasi lahan gambut dan burung air. Pengembangan ekowisata di lahan gambut juga dapat melibatkan masyarakat sekitar untuk turut menjaga dan melindung ekosistem ini.
”Pengembangan ekowisata dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat sekitar. Mereka dapat menjadi guide atau membuka bisnis homestay sehingga masyarakat juga ikut mencintai alam dengan menjaga ekosistem lahan gambut,” katanya.
Lebih jauh, Hadi menjelaskan, pengembangan ekowisata ini dapat menjadi bagian dari konservasi burung air dengan tujuan mencegah kepunahan karena penangkapan dan perburuan liar. Sejumlah spesies burung air yang kerap diburu antara lain, trinil semak, trinil pantai, trinil kaki hijau, terik asia, cerek kernyut, dan cerek kalung kecil.
Oleh karena itu, Hadi memandang perlunya dilakukan pendekatan persuasif kepada pihak yang menangkap ataupun melakukan perburuan liar. Namun, saat melakukan pendekatan persuasif, pihak perusak ekosistem juga perlu diberikan alternatif lain dari sisi ekonomi sehingga mereka dapat lebih cepat meninggalkan aktivitas perburuannya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO—Kawanan burung kuntul mencari makan di Waduk Bade, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, yang airnya semakin surut akibat kemarau, Selasa (9/10/2018). Upaya pelestarian burung kuntul terus dilakukan antara lain melalui penerbitan larangan penembakan terhadap satwa yang dapat digunakan sebagai salah satu indikator kelestarian suatu kawasan tersebut.
Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cahyo Rahmadi mengakui sulitnya permasalahan penegakan hukum terkait penangkapan dan perburuan satwa liar seperti burung yang tidak dilindungi. Catatan Kompas, LIPI pernah mengajukan sejumlah daftar burung untuk dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tetapi belum disetujui.
Senada dengan Hadi, Cahyo juga menilai perlu dilakukan pendekatan persuasif untuk mengatasi perburuan liar. Sebab, cara ini dinilai lebih efektif daripada pendekatan hukum. Namun, terkadang penyelesaian dengan menggunakan persuasif membutuhkan waktu yang lebih lama.
”Upaya kampanye perlindungan melalui pendekatan ekowisata karena burung air menjadi aset perlu didengungkan. Masyarakat yang mengelola kawasan ekowisata dengan daya tarik burung air perlu menjadi garda terdepan perlindungan keberadaan burung dan habitatnya,” ujarnya.
Burung air memiliki kaki dan paruh relatif panjang. Selain itu, burung air juga memiliki selaput kaki untuk memudahkan berdiri di atas lumpur dan berenang. Spesies burung air banyak dijumpai di pesisir Jawa dan daerah rawa gambut di Kalimantan.
Berdasarkan catatan Wetlands International Indonesia Programme, Indonesia memiliki 380 jenis burung air di berbagai wilayah pesisir. Sebanyak 49 lokasi di Indonesia juga menjadi wilayah persinggahan burung air di dunia yang melakukan migrasi.
Oleh PRADIPTA PANDU
Sumber: Kompas, 23 Juni 2020