Ekosistem Danau Kerinci di Kabupaten Kerinci, Jambi, belum juga pulih meskipun masuk dalam 15 danau prioritas penanganan sejak tahun 2009. Bahkan, produksi ikan lokal pun kian menyusut.
Danau Kerinci yang digadang sebagai sentra pariwisata dan kantong perikanan air tawar Kabupaten Kerinci kian rusak ekosistemnya. Kondisi itu tampak dari banyaknya sampah plastik yang menggenang di danau serta limbah pertanian. Air danau pun semakin keruh akibat maraknya budidaya ikan keramba. Hal itu diperparah oleh sedimentasi di hulu yang membawa kiriman lumpur ke danau.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN–Nelayan menjaring ikan di Danau Kerinci, Jambi, Minggu (10/2/2019). Kerusakan ekosistem danau itu telah menekan drastis penghasilan nelayan setempat. Dibutuhkan kebijakan khusus untuk memulihkan ekosistem danau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Mat Toris (60), Ketua Kelompok Nelayan Bunga Setangkai, Desa Koto Petai, Kecamatan Danau Kerinci, populasi ikan makin berkurang seiring kerusakan ekosistem danau tersebut. Kerusakan yang berlangsung sejak 15 tahun terakhir semakin parah belakangan ini. ”Dampaknya, hasil tangkapan kami menurun drastis,” katanya, Minggu (10/2/2019).
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN–Keragaman jenis ikan sumber pangan masyarakat di sekeliling Danau Kerinci masih berkurang seiring rusaknya ekosistem danau itu. Tampak stok jualan ikan di Pasar Seleman, Kecamatan Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Jambi, Minggu (10/2/2019).
Ia menceritakan, saat kondisi danau masih baik, setiap nelayan dapat memperoleh hasil rata-rata 50 kilogram sekali tangkap. ”Bahkan pernah dalam sehari saya mendapatkan 200 kilogram ikan barau,” ujarnya.
Barau merupakan ikan endemik di danau itu. Selain barau, tadinya banyak pula ditemukan spesies lokal, seperti ikan mancekak, tilang, dan udang danau. Kini, populasi ikan-ikan endemik tersebut makin menyusut. ”Kalau sekarang, sekali tangkap maksimal hanya 3 hingga 5 kilogram kami dapatkan,” katanya lagi.
Sebagian besar nelayan yang kesulitan mendapatkan ikan pun belakangan mulai mengganti penggunaan jaring. Semula mereka memanfaatkan jaring berukuran di atas 5 sentimeter, tetapi kini ukuran jaring bisa 1 sentimeter. Akibatnya, ikan-ikan kecil ikut terbawa.
”Karena banyak ikan kecil diambil juga, kini populasi ikan makin berkurang lagi,” jelasnya.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN–Sampah plastik bertebaran di tepian Danau Kerinci, Minggu (10/2/2019). Sampah menjadi salah satu penyebab kerusakan ekosistem danau itu. Dibutuhkan kebijakan khusus untuk memulihkannya.
Peneliti Biologi Air Tawar Universitas Jambi, Tedjo Sukmono, mengatakan, berbagai persoalan di Danau Kerinci selama ini ditangani dengan kebijakan kurang tepat. Misalnya, eceng gondok yang pernah menutupi seluruh permukaan danau ditanggulangi dengan menebar spesies ikan asing.
Penebaran itu berdampak tidak hanya menghabiskan eceng gondok di permukaan danau, tetapi juga 15 biota air tawar setempat. Hilangnya biota itu menyebabkan ikan-ikan lokal kehabisan sumber makanan.
”Itu yang menyebabkan keragaman ikan lokal di Danau Kerinci makin berkurang,” katanya.
Penelitian tim Universitas Jambi mendapati jumlah spesies ikan di Danau Kerinci berkurang. Tahun 1991 masih ada 21 spesies, tetapi tahun 2017 tinggal 11 spesies. Penyebabnya adalah kerusakan ekosistem.
Aktivis lingkungan dari Lembaga Advokasi Hak Rakyat (LAHAR), Musnardi Moenir, mengatakan, program pemerintah daerah melepas benih ikan ke Danau Kerinci sangat dinantikan nelayan demi meningkatkan populasinya. Namun, perlu diperhatikan agar bukan ikan asing yang ditebar.
Ia pun mengusulkan agar pemerintah daerah segera membuat kebijakan dan upaya terpadu untuk memulihkan ekosistem danau. ”Harus segera ada solusi demi kesejahteraan nelayan,” katanya.
Sesuai Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada tahun 2009 di Bali, disepakati ada 15 danau yang menjadi danau prioritas periode 2010-2014. Salah satunya adalah Danau Kerinci.
Danau-danau itu dipilih berdasar tingkat kekritisan kerusakan dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Setidaknya ada enam kriteria penilaian untuk menentukan danau prioritas, di antaranya kerusakan danau yang meliputi sedimentasi, pencemaran, serta penurunan kualitas dan kuantitas air yang tinggi.
Oleh IRMA TAMBUNAN
Sumber: Kompas, 11 Februari 2019