Orang-orang dengan profesi baru di media sosial seperti sekarang ini tidak muncul begitu saja. Mereka adalah para penyintas yang berjuang untuk bertahan hidup dan tetap eksis. Mereka yang semula angon bebek atau pembawa acara ulang tahun kini menjadi selebritas di dunia maya dengan penghasilan lebih dari cukup.
Mari simak potongan kisah hidup Eko Purwanto (22), yang kini berprofesi sebagai internet marketer berpenghasilan Rp 120 juta per bulan lewat blog dan aplikasi Android. Pria kelahiran Karanganyar, Jawa Tengah, itu sengaja mengubah namanya di dunia maya menjadi Eka Lesmana. Biar lebih kekotaan, katanya.
Sebagai remaja dari keluarga sederhana, Eko tak mampu melanjutkan sekolah setelah lulus SMP karena biaya. Dia lantas membantu pamannya angon atau menggembala bebek selama enam bulan. Setelah itu, bibinya mengajaknya bekerja di pabrik ragi di Solo selama setahun. Lantas pindah bekerja di toko seprai di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di Kota Gudeg inilah, Eko bertemu seorang pembeli yang setiap hari belanja Rp 3 juta-Rp 5 juta. “Saya tanya, kok, tiap hari belanjanya banyak sekali. Dia jawab, katanya jualan online (daring). Saya tertarik lalu belajar otodidak di warnet. Saya mulai dari nol karena internet saja tidak kenal,” jelas Eko.
Eko melihat internet dapat memperbaiki taraf hidupnya. Ia pun meluangkan waktu empat jam setiap malam selepas kerja untuk menjajal internet. Tiga bulan kemudian ia mampu membuat laman untuk jualan secara daring. Dagangannya seprai dari toko yang dijaganya. Setiap hari, ia mengeluarkan Rp 10.000 untuk biaya sewa di warnet sehingga sebulan bisa habis Rp 300.000. Padahal, gajinya hanya Rp 800.000.
Eko kemudian nekat meminjam uang Rp 3 juta kepada majikan tokonya untuk membeli laptop yang dibayar secara cicilan dengan cara potong gaji tiap bulan. Dengan begitu, ia tidak perlu ke warnet. “Potong gaji Rp 300.000, masih ditambah keluar Rp 100.000 untuk pulsa internet. Sisanya Rp 400.000 hanya cukup untuk makan. Saya bertahan karena memang hobi otak-atik,” kata Eko yang sempat ditegur orangtuanya karena penghasilannya tak sebesar teman-teman sebayanya di kampung.
Kini Eka, eh, Eko bisa membuktikan bahwa ia bisa berhasil lewat internet. “Sampai sekarang, orangtua juga enggak paham apa itu internet. Hanya tahu saya dapat uang dengan online menghadap komputer. Makanya, di kampung saya dipanggil Eko Onlen.”
Eko masih terus bekerja di toko seprai, termasuk di cabang toko itu yang berada di Semarang. Penghasilannya dari internet saat itu baru beberapa ratus dollar per bulan. Baru tahun 2014 ia berani untuk penuh waktu berpenghasilan dari internet. Eko kembali ke kampung halaman di Jumantono, Karanganyar, dan bekerja dari rumah. Istrinya juga ia ajari internet marketing dan sudah menghasilkan. Rata-rata sehari ia menghabiskan waktu delapan jam untuk mengurusi blog-blognya, mulai dari mengisi konten hingga optimasi. Dari hasilnya ini, Eko mampu membangun rumah, membeli tanah, dan sejumlah investasi lain.
Perjuangan serupa dialami Edho Zell Pratama (26), Youtuber. Semula dia hanya mencari jalan agar dapat bertahan hidup di Jakarta ketika jauh dari orangtua. Dengan kemampuan seadanya, dia menjadi MC di berbagai acara ulang tahun rekan-rekannya. Sempat mendirikan boy band, Mr Bee, tetapi tak pernah jaya. Berulang kali ikut casting untuk beberapa acara televisi, toh, tak membuahkan hasil yang bagus. “Hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan makan, he-he-he,” ujarnya.
Butuh waktu
Di tengah beragam usaha itu, Edho juga mengunggah beberapa video, yang dia anggap lucu dan menarik, ke Youtube. Itu dia lakukan setelah melihat ledakan lipsync duo Sinta dan Jojo lewat lagu “Keong Racun”. Akan tetapi, respons pengguna Youtube terhadap video Edho sepi-sepi saja. Edho sempat menjadi host acara komedi di sebuah stasiun televisi swasta, tetapi baginya itu kurang mendongkrak taraf hidupnya.
Hingga suatu hari, pihak Youtube mengontak dia untuk latihan membuat video. Rupanya, video-video Edho terdahulu di Youtube mendapat perhatian. Edho pun menyambut baik tawaran itu dan terus latihan hingga bisa seperti sekarang ini. Dia memiliki pelanggan atau subscriber sebanyak 551.910 pengguna Youtube. Di Instagram, pengikutnya mencapai 718.000 akun.
Semua itu adalah sumber uang yang menghidupi Edho. Dia kini mempunyai mobil, apartemen, dan tiga pegawai yang membantunya berkreasi. “Dulu, saya kos di bangunan tripleks, sekarang di apartemen. Semua itu dari Google atau Youtube.”
Semua butuh waktu. Seperti halnya perjalanan hidup Hanny Kusumawati (31), yang kini dikenal sebagai penulis perjalanan. Awalnya, dia penulis cerita, proposal, hasil riset, cerita pendek, artikel, dan lain sebagainya. Kecintaan Hanny kepada dunia tulis-menulis itu muncul sejak dia kecil. Tahun 2005, dia mulai menulis di blog pribadinya, Beradadisini.com, tentang pemikiran dan pengalamannya. Dua tahun kemudian, seiring populernya blog, tulisan Hanny dikenal banyak orang. Ketika Hanny mulai sering melakukan perjalanan, catatan pribadinya itu juga kemudian mencakup catatan perjalanan. “Mungkin itu sebabnya ada orang-orang yang berpikir bahwa saya adalah seorang travel writer,” kata Hanny.
Tulisan-tulisan itu yang kemudian mengantarkan Hanny ke sejumlah negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Hongkong, Makau, Taiwan, India, Pakistan, Spanyol, Portugal, Ukraina, Kazakhstan, Perancis, dan Yunani. Tentu juga berbagai tempat di Tanah Air. Sebagian besar perjalanan itu didanai pengundang.
Kunci perubahan hidup Hanny, Eko, dan Edho adalah semangat untuk belajar agar keluar dari impitan hidup, serta bergaul dengan teknologi yang terus berubah. Mereka meyakini bahwa selama mau bekerja keras, hidup pun akan melunak dan berpihak kepada mereka.
Keyakinan itu juga yang dipegang Jumanto (40) alias Kang Jum, kuli bangunan yang merangkap sebagai bloger. Berkat ketekunannya belajar internet secara otodidak. Tahun 2011, sejak ia mulai belajar, Jum tertarik dengan blog dan Adsense. Adsense adalah program kerja sama periklanan yang diselenggarakan Google. Pemasang iklan akan membayar lewat Google setiap kali iklan mereka yang berada di blog, Youtube, aplikasi bergerak, atau gim diklik oleh pengunjung. Dari tulisan-tulisan yang ia unggah di blognya, Jum mulai mendapat hasil. Mula-mula hanya 1 atau 2 dollar per hari lama-lama semakin besar. “Saya ingin menunjukkan bahwa kuli bangunan itu bukan profesi yang rendah,” kata Jum yang masih aktif menjadi kuli bangunan.
Kini, ada 12 blog yang masih aktif dikelolanya serta beberapa kanal Youtube. Sebagian besar dalam bahasa Inggris dan membahas, antara lain, tentang metafisika, perdagangan valuta asing, dan kesehatan. Salah satu blognya, yakni Kangjum.com, didedikasikan bagi mereka yang ingin belajar internet marketing. Setiap malam, ada 3-20 orang yang rutin berkunjung ke rumahnya di Desa Singocandi. Jum tidak memungut bayaran. Ia juga melayani orang yang ingin belajar secara daring.
Adapun Eko, sempat punya 12 blog yang dimonetisasi. Sekarang, ia hanya menyisakan enam blog ditambah sejumlah aplikasi yang diluncurkannya di pelantar Android. Di situlah dia mendapat kejayaan dan pengakuan. Blog menjadi angsa bertelur emas. Eko yang dulu angon bebek, sekarang “beternak” blog….
MOHAMMAD HILMI FAIQ, SRI REJEKI, & DWI AS SETYANINGSIH
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 28 Februari 2016, di halaman 24 dengan judul “Dulu Angon Bebek, Kini Beternak Blog”.