Penataan pada dunia penelitian mestinya lebih fokus pada aspek substansial agar lahir karya riset yang mengangkat daya saing bangsa. Koordinasi dan harmonisasi berbagai aturan terkait riset dari berbagai kementerian/lembaga saatnya digalakkan dengan semangat yang sama.
Direktur Jenderal Penguatan dan Pengembangan Riset, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Muhammad Dimyati di Jakarta, Selasa (13/2), mengatakan, sejumlah kementerian/lembaga punya peran masing-masing dalam memajukan riset. Kementerian Dalam Negeri mengatur perizinan bagi warga negara Indonesia yang hendak meneliti. Adapun Kemristek dan Dikti fokus soal substansi serta izin penelitian oleh warga negara asing. Kementerian Keuangan mengurusi anggaran riset.
”Tiap kementerian/lembaga punya peran masing-masing. Riset sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam semua aspek untuk kemajuan bangsa,” kata Dimyati.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terkait terbitnya, lalu dibatalkannya, Permendagri Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penerbitan Surat Keterangan Penelitian, Dimyati menilai, Kemdagri punya kewenangan juga dalam perizinan riset. ”Kami menghargai Kemdagri yang sudah membuka diri dengan kembali pada aturan terdahulu. Bahkan terkait persoalan izin riset ini, Kemdagri sudah mengajak rapat dan diskusi lembaga-lembaga penelitian untuk mendapatkan masukan yang mendukung riset,” kata Dimyati. Aturan terdahulu yang dimaksud adalah Permendagri No 7/2014 tentang Pedoman Penerbitan Rekomendasi Penelitian (Kompas,13/2/2018).
–Daripada sibuk menata perizinan penelitian, sebaiknya pemerintah mendorong terciptanya iklim penelitian yang inovatif. Dunia riset menunggu kemudahan dalam biaya dan pajak.
Kemristek dan Dikti fokus pada penguatan konten riset, antara lain, pemberian insentif untuk peneliti yang berprestasi hingga pembenahan pertanggungjawaban dana riset yang berbasis kinerja, bukan lagi administrasi pelaporan belaka.
Sejumlah hal mendasar yang hendak dibenahi, ujar Dimyati, terkait peran swasta dalam mendukung anggaran riset. Di Indonesia, peran pemerintah dalam mendukung anggaran riset mencapai 84 persen, sisanya swasta. Harapannya peran swasta naik hingga 30 persen. Namun, harus ada dukungan juga untuk swasta yang menguntungkan mereka sebagai industriawan.
Terkait upaya mendongkrak peran swasta dalam riset, Dimyati mengatakan, sudah mengajukan konsep soal insentif pengurangan pajak bagi pihak swasta ke Kementerian Keuangan yang mendukung pendanaan riset.
Secara terpisah, Rektor Binus University Harjanto Prabowo mengatakan, yang penting diperjuangkan adalah pembebasan pajak untuk peralatan yang berkaitan dengan riset dan pendidikan sehingga tak membebani kampus dan mahasiswa.
Menurut Harjanto, soal pembebasan pajak riset dan pendidikan sudah pernah disampaikan semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dijanjikan akan dibahas dengan para menteri terkait. Namun, hingga saat ini belum ada kebijakan baru.
”Harga peralatan untuk laboratorium dan riset cenderung naik dan perlu investasi. Jadi, kalau dikenakan pajak lagi, ya, tambah berat, tetapi tanpa peralatan mutakhir, ya, risetnya akan ketinggalan. Jadi, ini masalah kemauan dan kesungguhan dalam menyediakan pendidikan yang baik untuk masa depan,” ujar Harjanto.
Praktisi pendidikan tinggi, Edy Suandi Hamid, mengatakan, peneliti seharusnya dibebaskan PPH dan pembelian bahan penelitian terkena PPN dan PPH. Ini bisa merangsang peneliti karena tak banyak dana dipotong berbagai pajak. ”Namun, yang lebih penting adalah mendorong industri juga bergairah mendukung pendanaan riset,” katanya.(ELN)
Sumber: Kompas, 14 Februari 2018