DR Jane Goodall adalah wanita berusia 57 tahun yang selalu tampak tampil segar dan enerjik. Bahkan dalam beberapa hal, ia bisa disebut anggun. Melihat Dr Jane Goodall orang biasanya menghubungkannya dengan simpanse.
Hah? Jangan salah sangka. Ini semata-mata karena wanita kelahiran Inggris ini merupakan ahli di bidang yang tergolong langka, yakni ahli simpanse. Seluruh hidupnya, seolah dipersembahkan untuk simpanse. Dialah pembicara utama dalam konferensi kera besar yang diadakan 15-21 Desember 1991, di Tanjung Puting, Kalimantan Tengah.
Ada empat spesies kera besar di dunia. Pertama, simpanse (Pan troglodytes) tersebar di Afrika Barat dan Afrika Tengah, sebelah utara Sungai Zaire, mulai Senegal sampai Tanzania. Simpanse cukup dikenal sebagai kera yang nakal dan lucu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jenis lain yang sangat mirip dengan simpanse, hanya ukuran tubuhnya lebih kecil, adalah Bonobo (Pan panicus). Karena ukurannya kecil sering disebut juga pygmy chimpanse atau simpanse kerdil. Dulu memang hanya ada simpanse saja, tetapi kemudian para pakar menemukan adanya perbedaan genetik antara simpanse yang kecil dengan yang lebih besar. Bonobo hidup di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan air laut, sedangkan simpanse di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan air laut.
Jenis ketiga, yang badannya paling besar, adalah gorila, yang menjadi inspirasi film Kingkong (dibuat pertama kali sekitar tahun 1933, diiringi berbagai versi yang terus dibuat orang sampai tahun 70-an). Ada tiga spesies gorilla. Gorilla gorilla gorilla bisa ditemui di dataran rendah Afrika bagian barat, di Kamerun, Republik Afrika Tengah, Gabon, Kongo dan Guinea (Katulistiwa). Gorilla gorilla graueri ada di dataran rendah Zaire bagian timur. Gorilla gorilla beringei, gorila dataran tinggi, yang populasinya paling sedikit dibandingkan saudaranya di dataran rendah, tersebar di Zaire, Rwanda dan Uganda, hidup di ketinggian 3.800 meter di atas permukaan air laut.
Kera besar terakhir yang sudah dikenal orang Indonesia adalah orangutan. Ada dua sub spesies, Pongo pygmaeus pygmaeus tinggal di Kalimantan dan Pongo pygmaeus abelii di Sumatera. Di antara jenis-jenis primata, kera besarlah yang paling dekat dengan manusia. Dan di antara empat jenis kera besar itu simpanse atau bonobo yang paling dekat dengan manusia.
LALU, apa yang mendorong Dr Jane Goodall untuk begitu dekat dengan makhluk berbulu itu?
Ketika Jane masih anak-anak pernah diajak orangtuanya ke Afrika. Untuk ikut ke Afrika Jane harus menabung sendiri ”Orangtua saya tidak memiliki banyak uang,” kata Jane memulai ceritanya.
Setelah tamat dari sekolah menengah di Inggris, Jane muda bekerja sebagai sekretaris antropolog yang sekaligus juga arkeolog terkenal penemu fosil dua jenis manusia kera di Afrika Timur, Dr Louis Seymour Baezett Leakey. Louis Leakey sudah sepuluh tahun mencari orang yang cocok untuk mempelajari simpanse,” kata Jane. Leakey melihat Jane cocok bekerja sebagai peneliti lapangan, karena itu Leakey menjanjikan memberi kesempatan pada Jane untuk meneliti simpanse di lapangan.
”Pada awalnya saya tidak memiliki pendidikan apa-apa mengenai simpanse. Jadi saya belajar dulu mengenai simpanse. Kemudian baru saya mengambil PhD di Cambridge.” Selang setahun Jane belajar di bawah asuhan ahli-ahli primata di Inggris, kemudian ia memulai penelitian di kamp terpencil di Tanzania. Kira-kira ada 100 sampai 200 simpanse yang benar-benar masih liar di Suaka Alam Gombe.
Hanya ketetapan hati yang kuat dan kasih sayangnya yang dalam pada simpanse membuat Jane betah tinggal di hutan. Simpanse-simpanse yang diamatinya pun pada mulanya tidak bersahabat. Mereka memang makhluk liar di hutan, dan selalu menghindar dari manusia. Tetapi, keinginan kera besar itu menjauhinya sama kuatnya dengan keinginan Jane mendekatinya.
Selama 14 bulan, setiap hari, Jane mengikuti jejak simpanse, sebelum ia bisa mendekati kelompok simpanse itu sampai jarak 10-15 meter tanpa mereka merasa terganggu. Akhirnya Jane benar-benar diterima menjadi bagian dari kelompok simpanse itu. Begitu baiknya hubungan itu sampai Jane bisa mengambil duri yang ada di rambut simpanse. Total selama lima tahun Jane berada di Gombe meneliti simpanse.
Dalam kurun waktu itu, akhirnya Jane benar-benar jatuh cinta pada simpanse. Tahun 1960, Jane mendirikan pusat penelitian di Taman Nasional Gombe. Hingga sekarang berbagai penelitian masih terus berlangsung di situ. Kemudian untuk mendukung usahanya melestarikan simpanse, tahun 1976, Jane mendirikan Jane Gooddall Institut yang berpusat di Amerika dan memiliki kantor cabang di Kanada, Inggris Raya, Burundi dan Tanzania. Dalam Waktu dekat akan dibuka cabang lainnya di Kongo, Jepang dan Jerman.
Bisa dibilang, seluruh waktunya hanya diberikan untuk simpanse. Hidupnya hanya digunakan untuk berkeliling dari satu tempat ke tempat Iain untuk memberikan ceramah kuliah dan penyuluhan tentang simpanse.
“Sekarang saya hidup di pesawat terbang,” kata Jane. ”Saya tidak punya waktu untuk mengerjakan hobi. Tetapi, saya punya dua ekor anjing di Darussalam yang kadang-kadang saya ajak jalan-jalan. Saya juga senang mendengarkan musik,” tambah Jane, ketika ditanya soal hobi.
Dua tahun yang lalu, Jane pernah mengunjungi bintang pop Michael Jackson. Selama seharian, Jane sempat mengobrol dengan bintang pujaan dunia itu. ”Kami bercakap-cakap seharian. Ia sangat kesepian Katanya ia akan menulis lagu untuk saya, tapi saya belum dengar album terakhirnya,” cerita Jane.
Rupanya, ada orang yang mengaturnya untuk bertemu dengan penyanyi itu. Michael Jackson memang memiliki dua ekor simpanse betina. Orang-orang mengatakan,”Jane kamu harus memberitahu Michael tentang simpansenya”. ”Memang sangat tidak baik memelihara simpanse untuk pet. Tetapi, Michael memiliki tanah yang luas sekali, lebih luas dari kebun binatang,” ceritanya mengenai pertemuan dengan bintang penyanyi yang kini menyedot perhatian dunia dengan lagu Black or White-nya.
DARI pengalamannya bertemu Jackson itu, bagi Goodall yang lebih menarik tetap urusan simpanse.
”Yang paling menarik dari simpanse adalah kemampuannya membuat dan menggunakan alat, sifat sosialnya yang menonjol dibandingkan kera besar lainnya dan sifatnya yang ekstrovert,” ungkap Jane.
Simpanse memang lebih sosial dibandingkan orangutan yang lebih banyak hidup individual. Simpanse hidup satu kelompok sekitar 15 ekor dan tiap individu saling mengenal satu dengan lainnya dengan baik. Mereka memiliki teman khusus untuk bermain dan berjalan.
”Mereka setiap hari memilih teman khusus, siapa teman jalan saya hari ini,” cerita Jane. Simpanse senang sekali mendapat tepuk tangan dan senang diperhatikan. Mungkin, ini yang menyebabkan binatang ini tak pernah lepas dari arena sirkus.
Simpanse menggunakan alat yang dibuatnya untuk mendapatkan makanan kesukaannya. Kera ini sangat suka makan rayap atau semut. Sering kali ia menggunakan batang kayu, sepanjang antara 60-70 centimeter untuk mengorek-ngorek melebarkan lobang sarang rayap. Rayap yang menempel di kayu langsung disantapnya.
Simpanse juga menggunakan batu pemukul seberat hampir 1,5 kilogram untuk memukul buah-buahan yang keras kulitnya yang sudah ditaruhnya di atas batu datar, yang nampaknya sudah digunakan lama sekali oIeh nenek moyangnya.
Untuk mendapatkan air minum dalam jumlah yang banyak sekaligus, simpanse meremas-remas daun-daun yang kemudian digunakan sebagai spon yang bisa menghisap air cukup banyak. Walaupun orangutan dan gorila memiliki otak besar, tetapi jarang menggunakan alat seperti simpanse. ”Saya yakin simpanse paling dekat dengan manusia dibandingkan kera besar lainnya. Tidak hanya secara genetik sangat dekat tetapi juga kecerdasannya,” kata Jane.
SAYANGNYA, kera besar yang dekat dengan manusia itu semakin hari, semakin menurun populasinya. Di Taman Nasional Gombe sekarang diperkirakan hanya tinggal 160 ekor simpanse, sedangkan di seluruh Afrika Jane memperkirakan ada sekitar 250 ribu ekor. Padahal, dulu jumlahnya mencapai ratusan ribu ekor.
Penurunan populasi terutama karena berkurangnya habitat simpanse –masalah yang juga dialami oleh kera besar lainnya. Selain itu, masyarakat memburu simpanse untuk dimakan, atau dijual anaknya.
Jane Goodall, dengan lembaga yang dipimpinnya, dan terutama lagi dengan kecintaannya, sekarang tidak hanya melakukan penelitian, konservasi atau memelihara simpanse. “Tetapi menggunakan simpanse sebagai simbol untuk membawa masyarakat dunia ke kebiasaan baru yang lebih menghargai kehidupan,” kata Jane.
(Harry Surjadi)
Sumber: Kompas, Kamis, 2 Januari 1992