MENIMBA ilmu tidak selalu di atas bangku sekolah. Membaca buku, bertanya, dan mempraktikkannya juga merupakan salah satu jalan menggenggam ilmu pengetahuan. Inilah yang terjadi pada Djajusman Hadi (46), tenaga staf akademik dan evaluasi Universitas Negeri Malang.
Dia adalah tenaga staf kampus biasa, yang karena kesenangan dan ketekunannya bereksplorasi pada hal-hal teknik kini menjadi orang pertama yang mendapatkan paten dari Departemen Kehakiman dan HAM untuk kampusnya. Dia mendahului para akademisi di kampus tempatnya mengabdi tersebut.
Hak paten yang dianugerahkan tahun 2010 itu diraih bersama rekannya, Budiharto, tenaga staf Humas Universitas Negeri Malang (UM). Paten tersebut diberikan atas penemuan yang mereka buat, yaitu kincir air kaki angsa.
Kincir air kaki angsa ini berbeda dengan kincir air lain karena bisa digunakan di berbagai medan, baik arus air di ketinggian maupun arus air landai. Kincir air dengan memakai bilah-bilah yang bisa membuka tutup seperti kaki angsa tersebut bisa diterapkan di sungai dengan arus hanya 60 sentimeter per detik. Dari arus air kecepatan rendah tersebut bisa dihasilkan daya 50.000-60.000 watt.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Temuan pada tahun 1998 itu kini sudah digunakan beberapa daerah, seperti Yapen dan Jayapura (Papua), Sumbawa (NTB), serta Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur).
Warga Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, juga sedang menunggu terpasangnya kincir air kaki angsa di desanya. Mereka membutuhkannya untuk bisa menghasilkan listrik guna memompa sumber air. Selama ini, mereka harus membayar Rp 4,5 juta per bulan untuk tarif listrik pompa air yang mereka miliki. Tanpa pompa air, air sumber tidak bisa dialirkan ke rumah-rumah warga.
Inovasi baru
Bukan sekadar bermanfaat, temuan kincir air kaki angsa merupakan inovasi baru berbasis teknologi tepat guna. Teknologi kaki angsa yang dipikirkan dan dibuat bersama dengan Budiharto selama dua bulan tersebut diakui merupakan inovasi baru oleh Kementerian ESDM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset dan Teknologi.
Agustus 2013, karya Djajusman dan Budiharto ini masuk dalam 18 karya unggulan teknologi anak bangsa Kementerian Riset dan Teknologi. Karya mereka ini bersaing atau disejajarkan dengan panser anoa produksi PT Pindad Bandung dan padi bestari, padi varietas unggul karya Batan.
Penemuan kincir air kaki angsa tersebut sebenarnya buah dari aktivitas Djajusman yang kerap menyambangi Sungai Mewek, Arjosari, Malang. Sungai di dekat rumah orangtuanya itu biasa digunakan untuk sekadar tempat bermain atau menguji ilmu. Tahun 1995, setelah berkali-kali mencoba, Djajusman berhasil menjernihkan air Sungai Mewek untuk dikonsumsi masyarakat. Penemuannya itu diikutkan dalam lomba dan berhasil menjuarai Lomba Pengelolaan Air Sungai di Pedesaan dari Kementerian Riset dan Teknologi.
Tiga tahun berikutnya, Djajusman tertarik mengubah arus sungai menjadi listrik. Suatu hari, saat termenung di pinggir sungai, ia melihat angsa berenang di sungai. ”Saya melihat kaki-kakinya membuka dan menutup menjadi satu sistem yang membuat arus sungai dinamis. Inilah yang coba saya tiru. Setelah berdiskusi dengan Pak Budiharto, mencoba membuat dan mempraktikkannya, akhirnya kincir air kaki angsa buatan kami pun jadi,” tutur Djajusman.
Meski awalnya kurang sempurna, hingga kini sudah ada dua versi kincir air kaki angsa yang dibuat Djajusman, yaitu kincir air kaki angsa standar dan kincir air kaki angsa vertikal. ”Inovasi tidak boleh berhenti begitu saja. Selama masih bisa dikembangkan dan bermanfaat bagi masyarakat, temuan ini bisa terus berkembang,” ujar ayah dua anak tersebut.
Menulis
Meski hanya sebagai tenaga staf akademik di kampus UM, sebenarnya ilmu dan pengetahuan Djajusman lebih luas dari kelihatannya. Sejak tahun 1992 ia sudah rajin menulis artikel ilmiah bidang teknik, sosial, ekonomi, hingga pendidikan. Tulisan-tulisannya sudah lebih dari 100 artikel dan dimuat di berbagai media. Bahkan, dia sudah menulis empat buku ajar pada 2004-2005, yaitu buku Karir Manajerial Abad 21, Ilmu Filsafat Pendidikan, Manajemen Keorganisasian, dan Ekonomi Internasional.
”Awalnya saya memang suka menulis dan membaca. Namun, lama-lama saya merasa pikiran dan semangat saya tidak semuanya bisa tertuang dalam tulisan. Maka saya sering mencoba-coba membuat alat-alat teknik yang dibutuhkan,” ujar Djajusman. Bergelut dalam hal teknik memang bukan hal baru bagi Djajusman karena kakaknya berlatar belakang pendidikan teknik dari luar negeri.
Setelah lulus SMA, tepatnya tahun 1987, Djajusman mulai bersentuhan dengan dunia perguruan tinggi. Saat itu ia diterima menjadi tenaga kontrak di Fakultas Teknik IKIP Malang. ”Lama-lama saya iri dengan mahasiswa di kampus saya. Mereka bisa kuliah dan mendapat ilmu, sedangkan saya tidak,” ujar Djajusman.
Berbekal rasa ingin kuliah, tahun 1990-an Djajusman nekat kuliah di Jurusan Sastra Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Biaya kuliah didapat dari gajinya menjadi tenaga kontrak di IKIP Malang. Saat itu gajinya baru Rp 50.000 per bulan.
Saat masih menjalani tujuh semester di UMM, Djajusman pun pindah ke Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Malang. Ia mengambil jurusan administrasi. Dengan ilmu sastra dan administrasi yang dimilikinya, Djajusman semakin rajin membuat artikel ilmiah dan mengirimnya ke berbagai media. Tulisan-tulisan ilmiah Djajusman pun terus berkembang dan mendapat penghargaan dari sejumlah institusi.
Berkat ketekunannya, Djajusman kini setara dengan dosen-dosen ahli di UM. Ia kini sering dipanggil ke berbagai daerah hanya untuk memberikan ceramah mengenai kincir air kaki angsa.
—————————————————————————
Djajusman Hadi
? Lahir: Malang, 17 November 1967
? Pendidikan: S-2 Manajemen SDM Universitas Brawijaya, Malang
? Pekerjaan: Tenaga staf akademik dan evaluasi Universitas Negeri Malang
? Istri: Ermina Zaienah
? Anak:
1. Adenia Rochmah Gumilang
2. Ahmad Irfan Husaini
? Penghargaan, antara lain:
1. Penghargaan Kaji Terap Iptek: Pengelolaan Air Sungai di Pedesaan dari Kementerian Riset dan Teknologi (1995)
2. Penghargaan Energi Prakarsa dari Kementerian ESDM (2011)
3. Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (2012)
4. Masuk 18 karya unggulan teknologi anak bangsa Kementerian Riset dan Teknologi (Agustus 2013)
? Karya:
1. Pembuatan, penempatan, dan operasi kincir air kaki angsa di Jayapura, Papua (2009)
2. Pembuatan, penempatan, dan operasi kincir air kaki angsa di Yapen, Papua (2010 dan 2012)
3. Pembuatan, penempatan, dan operasi kincir air kaki angsa di Sumbawa, NTB (2012)
4. Pembuatan, penempatan, dan operasi kincir air kaki angsa di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur (2012)
Oleh: Dahlia Irawati
Sumber: Kompas, 16 Desember 2013