Dilema Pengurangan Pembatasan Sosial

- Editor

Senin, 1 Juni 2020

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wacana pengurangan pembatasan sosial berskala besar yang disampaikan pemerintah menjadikan publik dalam dilema.

KOMPAS/AGUS SUSANTO—Pemudik yang terkena razia penyekatan oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya diturunkan di Gerbang Tol Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). Sekitar 200 pemudik tersebut selanjutnya diangkut kembali ke Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur, menggunakan bus.

Wacana pengurangan pembatasan sosial berskala besar yang disampaikan pemerintah menjadikan publik dalam dilema. Di satu sisi, kepentingan menggerakkan roda perekonomian menjadi sebuah kebutuhan, tetapi di sisi lain kekhawatiran terhadap virus korona baru masih membayangi di tengah rendahnya kedisiplinan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sikap publik pun terbelah menanggapi rencana pengurangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sebanyak 47,5 persen menilai kebijakan tersebut tepat dilakukan dalam waktu dekat, sedangkan 43,8 persen lainnya menilai pengurangan pembatasan sosial ini belum tepat dilakukan segera. Dengan memperhitungkan sampling error plus minus 4,65 persen, proporsi kedua pendapat itu masih terhitung relatif sama besar.

Keterbelahan sikap publik ini tak semata menggambarkan kegamangan publik terhadap pengurangan PSBB. Jika ditelusuri, ada sejumlah hal yang dinyatakan responden. Salah satu yang menonjol adalah kepatuhan terhadap PSBB. Lebih dari 67 persen responden menilai masyarakat masih kurang patuh menjalankan peraturan, terutama dalam menerapkan protokol kesehatan.

Ketidakkonsistenan negara dan aparat penegak hukum dalam menegakkan peraturan juga dinilai masih tinggi. Lebih dari separuh responden menilai penindakan aparat terhadap pelanggar PSBB belum tegas.

Menurut catatan Kepolisian Daerah Metro Jaya, misalnya, 70.448 orang melakukan pelanggaran dalam kurun waktu 37 hari (13 April-19 Mei 2020) selama pemberlakuan PSBB. Namun, kondisi lalu lintas di jalanan kota-kota besar terlihat relatif ramai di tengah PSBB yang masih berlaku. Artinya, tanpa pengurangan pun, PSBB dalam praktiknya di lapangan sudah relatif longgar.

Oleh karena itu, wacana pengurangan pembatasan sosial ini melahirkan rasa khawatir publik. Dengan tingkat kedisiplinan yang masih rendah, pengurangan dikhawatirkan akan berdampak negatif bagi upaya memutus rantai penyebaran Covid-19.

Jumlah kasus positif Covid-19 hingga 30 Mei 2020 mencapai 25.773 kasus dengan pertambahan kasus baru 557 orang. Kasus tenaga medis terinfeksi Covid-19 pun terus terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Belum lagi kapasitas rumah sakit, laboratorium, dan peralatan penunjang kesehatan lain yang harus terus ditambah jika korban positif bertambah.

Ekonomi dan kesehatan
Meski demikian, kondisi PSBB membuat situasi ekonomi menjadi tidak mudah. Catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan, sudah ada 6 juta orang di seluruh Indonesia yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan. Publik mengharapkan pemerintah mampu menyelamatkan kondisi perekonomian masyarakat yang saat ini menurun drastis, bahkan terpuruk, akibat penerapan PSBB.

Secara umum, di tengah kekhawatiran terhadap ancaman penularan virus korona yang belum ditemukan vaksinnya, publik berharap ada kebijakan yang mampu mengakomodasi baik kesehatan masyarakat maupun keberlangsungan ekonomi. Ada 64,1 persen responden yang menyatakan hal itu.

Separuh responden menilai rencana pengurangan PSBB akan berdampak positif terhadap aktivitas ekonomi, sementara 26,2 persen menilai sebaliknya. Di sisi lain, responden juga menilai rencana pengurangan pembatasan sosial ini berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan masyarakat (61,2 persen).

Di tengah dilema inilah, publik melihat hal yang dibutuhkan di tengah situasi sulit ini, di satu sisi, adalah penguatan peran serta masyarakat untuk bersama-sama aparat negara mengatasi ancaman penularan wabah. Sementara di sisi lain, yang juga diperlukan adalah membuka kembali kehidupan ekonomi dengan normalitas baru.

Peran masyarakat sangat penting untuk membangun sikap disiplin dan kepatuhan terhadap penerapan protokol kesehatan di mana pun mereka beraktivitas. Jika hal itu dilakukan konsisten, publik yakin, pemerintah akan mampu membawa Indonesia kembali bangkit setelah dihajar pandemi.

Namun, sekali lagi, hal itu dapat dicapai jika semua pihak disiplin menerapkan protokol kesehatan, disertai ketegasan dan konsistensi aparat negara. Semoga! (LITBANG KOMPAS)

Oleh SUSANTI AGUSTINA S

Editor KOMPAS CETAK

Sumber: Kompas, 31 Mei 2020

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 2 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB