Prioritaskan Gaya Hidup Sehat
Jumlah penyandang diabetes terus meningkat setiap tahun. Meski ada pelambatan kenaikan dua tahun belakangan, diabetes masih menjadi pembunuh ketiga terbanyak di Indonesia. Untuk menghentikan itu, masyarakat diminta untuk memulai pola hidup sehat dengan makanan sehat tanpa gula, garam, dan lemak yang berlebihan dan aktivitas fisik rutin, serta pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Hal itu dikatakan Menteri Kesehatan Nila Djuwita Farid Moeloek pada Simposium Hari Diabetes Sedunia 2017, Rabu (29/11) di Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan. ”Kita akan lebih sehat. Bisa menjadi manusia yang produktif. Pemerintah juga terbantu untuk mengendalikan diabetes melitus atau kencing manis di seluruh Indonesia,” ujar Nila.
Diabetes sudah sangat darurat untuk dihentikan. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, diabetes melitus (DM) adalah pembunuh ketiga terbanyak di Indonesia. Jumlah orang meninggal karena DM sebanyak 6,7 persen, hanya berada di bawah jantung koroner dan stroke. Sementara penyandang diabetes di Indonesia pada 2017 sudah mencapai 10,3 juta orang, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Nila mengingatkan, pencegahan itu harus dimulai dari lingkungan sekitar. Masyarakat harus mau memakan sayur-sayuran dan juga ikan untuk kesehatan. Terkait asupan gula, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan konsumsinya maksimal 10 persen dari total kalori yang dikonsumsi per hari. Selain itu, harus rajin beraktivitas fisik. Hal itu dinilai akan mengurangi potensi DM.
Pencegahan diabetes melitus harus dimulai dari lingkungan sekitar. Masyarakat harus mau memakan sayur-sayuran dan juga ikan untuk kesehatan.
Nila juga menyarankan masyarakat agar rajin memeriksakan diri ke pos pembinaan terpadu (posbindu). Di posbindu, pemeriksaan penyakit tidak menular, seperti DM dan hipertensi, bisa dilakukan secara gratis untuk semua umur.
Pada acara yang sama, Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen menuturkan, gaya hidup sehat harus dimulai sedini mungkin sehingga hal itu bisa dipraktikkan sampai tua.
Lars mengatakan, pencegahan DM dengan gaya hidup sehat merupakan pengobatan terbaik, terutama dengan aktivitas fisik. ”Seperti bersepeda ke tempat kerja, saat ini 50 persen orang Denmark telah melakukannya,” ujarnya.
Diabetes melitus dapat dicegah dengan gaya hidup sehat. Itu merupakan pengobatan terbaik, terutama dengan aktivitas fisik.
Lars berharap cara tersebut bisa ditiru di Indonesia. Sebab, cara itu terbukti bisa mengurangi diabetes. Apalagi, Indonesia dan Denmark merupakan negara yang sama-sama darurat diabetes. Keduanya pun telah melakukan kerja sama di bidang kesehatan.
Pada Mei lalu, Indonesia dan Denmark bekerja sama dalam bidang promosi kesehatan, kesehatan masyarakat, peningkatan kapasitas, pertukaran informasi dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular, penelitian, serta pengembangan kesehatan.
Kesadaran masyarakat
Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Lily Sulistyowati mengatakan, kesadaran masyarakat harus ditingkatkan. Sebab, mencegah DM sangat sederhana, hanya melalui pola hidup sudah bisa dihentikan.
Mencegah diabetes melitus sangat sederhana. Hanya mengatur pola makan dan gaya hidup sudah bisa dihentikan.
Namun, kemauan dari masyarakat untuk mengaplikasikan itu masih rendah. ”Yang terpenting itu bukan sekadar tahu, tetapi mau melakukannya,” ucap Lily.
Lily mencontohkan, masyarakat Indonesia masih tidak bisa menahan ketika ada makanan nikmat. ”Tadinya hanya mau cicip satu. Setelah enak, nambah lagi, jadi banyak juga,” lanjutnya.
Salah satu penyebabnya adalah di era digitalisasi ini, seseorang hanya perlu memesan lewat ojek daring untuk memesan makanan. Inilah yang dikhawatirkan Lily. ”Hanya duduk tanpa aktivitas fisik, makanan tersedia,” ujarnya.
Apalagi, makanan yang dipesan lebih banyak yang cepat saji dan tidak sehat. Makanan itu kurang sayur dan buah serta tinggi gula, garam, dan lemak.
Masyarakat Indonesia candu pada makanan manis dan berlemak. Padahal, keduanya berpotensi menimbulkan diabetes, obesitas, dan hipertensi yang meningkatkan potensi terkena jantung koroner, gagal ginjal, dan stroke.
Menurut Lily, masyarakat Indonesia candu pada makanan manis dan berlemak. Semua makanan harus disertai dengan itu. Padahal, makanan manis dan berlemak berpotensi menimbulkan diabetes, obesitas, dan hipertensi yang meningkatkan potensi terkena jantung koroner, gagal ginjal, dan stroke.
Setelah makan makanan bergula, garam, dan lemak tinggi, ujar Lily, kebanyakan tidak mengimbanginya dengan aktivitas fisik. Padahal, aktivitas fisik berguna untuk membakar kalori dalam tubuh, untuk mengurangi potensi diabetes, obesitas, dan hipertensi.
Hal itu diperkuat dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Orang Indonesia 26, 1 persen kurang dalam aktivitas fisik. Sementara, 95,3 persennya tidak suka mengonsumsi buah dan sayur secara rutin.
Lily menambahkan, diri sendiri, sesama, dan keluarga harus saling mengingatkan. “Kalau ada makanan yang berpotensi menimbulkan penyakit harus ditegur. Jangan takut kalau ada teman atau saudara yang melakukannya,” tuturnya.
Peningkatan diabetes
Sementara, jumlah penyandang diabetes juga selalu meningkat dari 2011. Berdasarkan data IDF Atlas, pada 2017, 10, 3 juta orang terserang diabetes. Naik dari 2015, 10 juta orang, 2013, 8,5 juta orang, dan 2011 7,3 juta orang.
Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kemenkes, M. Subuh, DM di Indonesia semakin bertambah setiap tahun. Namun, dari 2015 ke 2017 terjadi pelambatan kenaikan. Dibandingkan dari 2011-2015, kenaikan pada 2017 adalah yang terkecil. “Hal itu karena penyuluhan dan pencegahan yang dilakukan pemerintah,” katanya.
Jumlah angka kematian di dunia akibat DM mencapai 1,4 juta orang setiap tahun. Selain itu kerugian juga sangat besar, lebih dari 800 miliar dollar AS dikeluarkan di seluruh dunia untuk pengobatan.
Akan tetapi, dinilai Subuh, pelambatan itu harus diikuti dengan penurunan pada tahun-tahun berikutnya. Sebab, DM sudah sangat merugikan di Indonesia, bahkan di dunia. Berdasarkan data IDF Diabetes Atlas 8th Edition, jumlah angka kematian di dunia akibat DM mencapai 1,4 juta orang setiap tahun. Selain itu kerugian juga sangat besar, lebih dari 800 miliar dollar AS dikeluarkan di seluruh dunia untuk pengobatan. (DD06)
Sumber: Kompas, 29 November 2017
————–
Kasus pada Usia Anak Meningkat
Dalam lima tahun terakhir, kasus diabetes pada anak usia 0-18 tahun meningkat sekitar 500 persen, paling banyak diabetes melitus tipe 1. Kurangnya kesadaran untuk menerapkan gaya hidup sehat menjadi faktor utamanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sejak 2009 tercatat lebih dari 1.200 anak terkena diabetes melitus. Sebanyak 112 pasien baru usia anak terdaftar memiliki diabetes pada 2016. Angka ini meningkat sekitar 100 anak dari tahun sebelumnya.
Jumlah tersebut, kata Ketua Umum IDAI Aman Bhakti Pulungan, masih sebagian kecil saja dari jumlah keseluruhan kasus diabetes pada usia anak di Indonesia. “Kami (IDAI) baru menghimpun dari yang terdaftar di kota-kota besar saja yang memiliki dokter endokrinologi anak,” katanya di sela-sela Simposium Hari Diabetes Dunia 2017, Rabu (29/11), di Jakarta.
Aman mengatakan, jenis diabetes yang paling banyak dialami oleh anak adalah diabetes melitus (DM) tipe 1. Diabetes jenis ini banyak disebabkan proses autoimun sehingga sel beta pada pankreas menjadi rusak dan tubuh tak dapat memproduksi insulin dengan baik.
Pola makan
Dari data IDAI, intensi peningkatan kasus diabetes pada anak banyak terjadi saat libur panjang, seperti pada Juni-Agustus dan Desember-Januari. Menurut Aman, peningkatan ini terkait dengan sistem tubuh anak yang menurun dan pola infeksi yang meningkat saat libur panjang. “Biasanya saat liburan orangtua kurang memperhatikan pola makan dan waktu istirahat anak,” ujarnya.
Anak yang terindikasi memiliki DM tipe 1 harus menggunakan suntikan insulin seumur hidupnya. “Ini harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah. Harga insulin saat ini cukup mahal. Padahal, jika anak dengan DM tipe 1 tidak mendapatkan insulin bisa berisiko hingga kematian,” ucap Aman.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan, sosialisasi pencegahan diabetes dengan melakukan gaya hidup sehat harus terus dilakukan. Pendekatan akan dilakukan mulai dari hilir, yaitu dengan langsung menyentuh keluarga kecil di masyarakat. Tumbuh kembang anak sangat bergantung pada kebiasaan di keluarga.
“Kondisi anak sangat bergantung kepada orangtua, terutama ibu. Bagaimana anak harus dibiasakan berkegiatan fisik, mengatur pola makan yang sehat, serta orangtua juga harus mencontohkan gaya hidup sehat itu sendiri ke anaknya,” kata Nila.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes M Subuh mengatakan, penyuluhan yang masif lewat Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) menjadi salah satu upaya pencegahan dan pengendalian diabetes melitus. Sekolah pun perlu berperan dalam upaya pencegahan dan pengendalian diabetes pada anak. Upaya kesehatan di sekolah bisa dilakukan lewat unit kesehatan sekolah. (DD04)
Sumber: Kompas, 30 November 2017