Di Balik Survei Litbang “Kompas”

- Editor

Rabu, 20 Maret 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menjelang Pemilihan Umum, baik itu pemilihan kepala daerah maupun pemilihan presiden, harian Kompas melalui bagian Litbang, rutin menyelenggarakan survei elektabilitas para calon. Tak terkecuali pemilu presiden 2019 yang akan diselenggarakan 17 April mendatang.

Sejak 2007 hingga saat ini, Litbang Kompas telah melakukan 14 kali survei elektabilitas Pemilihan Umum. Jika dihitung pilpres kali ini, maka harian Kompas telah melakukan 15 kali survei elektabilitas.

KOMPAS/RYAN RINALDY–Litbang Kompas

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Survei Kompas pun selalu ditunggu hasilnya oleh banyak pihak. Hal ini antara lain karena hasil survei mendekati hasil Pemilihan Umum yang sebenarnya. Sebagai contoh, pada pilpres 2014, Litbang Kompas pada 21 Juni 2014 merilis survei elektabilitas pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hasil survei Litbang Kompas sebelum pemilu 2014 dan hasil perhitungan suara pemilu 2014 yang dikeluarkan KPU.

Saat itu hasil survei menunjukkan elektabilitas Prabowo-Hatta di kisaran sebesar 43 persen–47 persen, dan pasangan Jokowi-JK pada angka 52 persen–56 persen.

Adapun hasil pemilu 2014 menurut perhitungan KPU, pasangan Prabowo-Hatta memperoleh suara 46,85 persen dan Jokowi-JK sebesar 53,15 persen. Hasil pemilu 2014 berada dalam kisaran hasil survei elektabilitas Litbang 21 Juni 2014.

“Ini bukan menunjukkan penyelenggara surveinya yang hebat. Tetapi karena penyelenggara survei, dalam hal ini Kompas, tunduk pada ilmu statistik,” ujar General Manager Litbang Kompas Harianto Santoso, di Jakarta, Selasa (19/3/2019).

Bagaimana metodologi Litbang Kompas melaksanakan survei elektabilitas?

Harianto ditemani Manager Database Litbang Kompas Ignatius Kristanto menjelaskan, bagaimana metodologi survei yang dilakukan Litbang Kompas.

Kristanto menjelaskan, survei elektabilitas pilpres kali ini diperoleh dari 2.000 responden di 500 desa yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Adapun dari satu desa diambil empat orang responden yang dipilih secara acak.

Penentuan jumlah responden di tiap provinsi dilakukan berdasarkan jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap (DPT) serta data potensi desa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru. Misalkan di provinsi A terdapat 5 persen dari total DPT, maka di provinsi itu akan dicari responden sebanyak 5 persen dari 2.000 responden yang ditetapkan litbang.

KOMPAS/RYAN RINALDY–Manager Database Litbang Kompas Ignatius Kristanto

Dari tingkat provinsi, pencarian responden akan dipersempit ke tingkat kabupaten/kota, kelurahan, hingga RT. Di tingkat kelurahan, Litbang Kompas memilih dua RT secara acak. Kemudian di tingkat RT, setelah meminta izin untuk melakukan survei, Litbang Kompas mendata seluruh kartu keluarga (KK) di wilayah itu.

“Misalkan dari pengacakan itu diperoleh RT tujuan yang berada di daerah terpencil di atas gunung. Itu tetap harus didatangi tenaga survei,” ujar Kristanto.

Setelah memperoleh data KK, Litbang Kompas akan memilih responden secara acak total empat orang dari dua keluarga. Adapun dalam satu keluarga itu, akan dicari responden satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang telah berusia 17 tahun ke atas.

“Apabila dalam pemilihan secara acak itu keluar nama ibu, namun si ibu itu lagi ke ladang atau ke pasar, tenaga survei kami ya harus menunggu dan mewawancara ibu itu,” ujar Kristanto.

Para responden diminta menjawab 150 pertanyaan terkait pemilu. Jenis pertanyaan bervariasi mulai dari pertanyaan tertutup, terbuka, semi tertutup, dan semi terbuka. Adapun proses wawancara diperkirakan memakan waktu 30-40 menit.

Selain itu, responden akan melakukan simulasi Pemilihan Umum. Responden diminta memilih salah satu pasangan calon. Hasil pemilihan akan dimasukkan ke dalam amplop yang kemudian disegel.

“Bertanya ke responden soal pilihan pasangan calon presiden itu termasuk pertanyaan sensitif. Sehingga, kami melakukan simulasi pencoblosan,” ujar Kristanto.

Ia menjelaskan, dengan simulasi ini, tingkat akurasi pun meningkat.

“Saat responden langsung ditanya, pilih presiden siapa? Biasanya yang tidak menjawab atau rahasia itu sebanyak 20-30 persen. Tetapi dengan menggunakan model simulasi pemilihan umum, jumlah yang tidak menjawab atau rahasia itu berkurang hanya menjadi 12-15 persen,” ujar Kristanto.

Survei itu dilakukan selama periode dua minggu mulai 24 Februari 2019 hingga 7 Maret 2019. Adapun jumlah tenaga survei yang turun ke lapangan berjumlah sekitar 250 orang. Mereka kebanyakan adalah mahasiswa baik universitas negeri maupun swasta mulai semester empat ke atas. Satu orang tenaga survei mendapat tugas mewawancarai delapan responden.

Tenaga survei bukan karyawan harian Kompas dan merupakan tenaga relawan yang diberikan upah. Namun, sebelum terjun ke lapangan, mereka akan memperoleh pelatihan dari Litbang Kompas terlebih dahulu.

Untuk mengecek kinerja tenaga survei dan menjaga kualitas jawaban responden, Litbang Kompas akan kembali menghubungi responden terkait untuk ditanyakan apakah betul sudah diwawancarai tenaga survei untuk survei elektabilitas.

“Kami menelpon kembali responden untuk mengecek apakah tenaga survei ini benar-benar melakukan wawancara atau berbohong. Jika berbohong, hasil wawancara dengan responden itu akan kami hapus dan tidak kami pakai. Jadi hasil survei harus betul-betul mencerminkan data di lapangan,” ujar Kristanto.

Setelah itu, seluruh data hasil survei dikumpulkan dan diolah oleh Litbang Kompas.

Untuk melaksanakan kegiatan ini, persiapan sudah dilakukan sejak Januari 2019. Saat itu, Litbang Kompas menyiapkan logistik, menyiapkan kuisioner, dan merekrut tenaga survei.

“Persiapan yang matang dan patuh pada ilmu statistik adalah hal yang selalu kami pegang dalam melakukan survei,” ujar Harianto.–BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/RYAN RINALDY

Editor KHAERUDIN KHAERUDIN

Sumber: Kompas, 20 Maret 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB