POPULARITAS Yosemite National Park, Amerika Serikat, menjadi fokus perhatian dunia awal September 2012. Pasalnya, Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit Eropa memperkirakan 1.923 warga Eropa di 18 negara berisiko terjangkit HPS yang mematikan dari para pengunjung Taman Yosemite antara 10 Juni hingga 24 Agustus 2012.
Sementara itu, Center Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat merilis warta dimana dari sekitar 10.000 pengunjung Taman Nasional Yosemite kemungkinan terpapar hantavirus penyebab gangguan pernapasan parah (HPS, Hantavirus Pulmonary Syndrome)yang memiliki tingkat kematian 35 persen. Dengan demikian, membawa serta partikel hantavirus saat kembali ke negara asal nya pengunjung.
Sejauh ini ada 6 kasus yang pasti terjangkit HPS di mana dua diantaranya meninggal (mortalitas 33 persen) dari sejumlah kasus dugaan (suspek) infeksi virus Yosemite. Semuanya warganegara Amerika Serikat. Sumber penularan tertuju pada hewan reservoir tikus ladang (deer mouse, Peromyscus maniculatus). Sekitar 18 persen tikus yang berhasil diperangkap di lokasi populer Taman Yosemite, positif terinfeksi hantavirus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lewat Inhalasi
Hantavirus masuk ke dalam tubuh manusia lewat inhalasi saluran pernapasan. Kebanyakan kasus HPS bersifat ringan. Gejala infeksi HPS muncul 1-5 minggu setelah kontak dengan hantavirus. Gejala awal infeksi hantavirus pada kasus HPS umumnya mirip dengan gejala masuk angin (flu-like) berupa tubuh terasa lemah, demam, nyeri otot, sakit kepala, mual dan muntah.
Namun dalam 2-15 hari kemudian timbul sesak napas, hipotensi dan batuk kering. Gejala hidung berair dan bersin bukan petunjuk spesifik ke arah infeksi hantavirus. Sesak napas berkembang cepat lantaran terjadi edema paru nonkardiogenik.
Selain berdasarkan gejala klinis, penegakan diagnosis HPS lewat uji serologis darah atau PCR (Polymerase Chain Reaction)yang diarahkan pada pasien sesak napas dimana pada foto rontgen dada ditemukan gambaran edema paru nonkardiogenik. Hingga 2011 sebanyak 587 kasus HPS di Amerika Serikat dengan 36 persen kasus bersifat fatal.
Bila pasien HPS dapat bertahan hidup , maka kesembuhan diraih 2-3 minggu. HPS lebih lazim di benua Amerika Selatan ketimbang Utara. Hantavirus tak menular antarmanusia, kecuali serotipe Andes yang menyebabkan HPS di Argentina dan Chili. Upaya pencegahan infeksi hantavirus (HFRS dan HPS) pada prinsipnya adalah menjauhkan diri dari kontak dengan kotoran (feses), air seni, air ludah, serta berantas sarang tikus.
DB Hantavirus
Demam Berdarah dengan Sindrom Ginjal (HFRS, Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome) identik dengan HPS. Lebih lazim melanda penduduk Asia (China, Korea, Jepang) dan Eropa (Skandinavia, Balkan, Perancis). Gejala awal HFRS seperti gejala flu (flu-like) yang muncul 1-4 minggu sejak individu terpapar dengan hantavirus (masa inkubasi).
Gejala bervariasi dari ringan hingga parah. Secara umum, HFRS memberikan gejala demam, sakit kepala, sakit perut dan gagal ginjal akut. Secara khusus berupa manifestasi pendarahan seperti pada demam berdarah. Pendarahan terjadi pada berbagai organ dalam perut sehingga tekanan darah turun drastis dan mengancam jiwa.
Penegakan diagnosis HFRS lewat uji serologis darah untuk hantavirus atau PCR yang ditujukan pada pasien dengan gejala klinis demam disertai tanda-tanda pendarahan mirip demam berdarah, dan gagal ginjal akut, serta riwayat berkunjung ke daerah endemis hantavirus. Pengobatan dengan antivirus ribavirin tidak efektif, namun dapat menekan angka mortalitas bila diberikan pada stadium dini penyakit. Kesembuhan diperoleh dalam kurun 3-6 minggu sejak timbul gejala awal HFRS. Secara keseluruhan, angka mortalitas 6-15 persen.
Virus West Nile
Sejarah epidemiologi mencatat virus west nile pertama kali diidentifikasi pada 1937 di Uganda, Afrika. Virus west nile merupakan salah satu spesies dari Flavivirus dalam famili Flaviviridae. Berkerabat dengan Japanese encephalitis virus. Struktur partikel virus ini mirip dengan virus demam berdarah sehingga salah satu manifestasi klinis berupa bintik pendarahan di kulit dada, perut, dan punggung pada 33 persen kasus.
Infeksi virus west nile dikategorikan mosquito-borne illness karena nyamuk merupakan vektor utama dalam rantai penularan ke tubuh manusia. Masa inkubasi 2-15 hari. Untungnya, 80 persen kasus infeksi ini tidak memberikan gejala klinis (asimtomatis) pada manusia. Sisanya mengalami gejala inisial yang mirip flu (flu-like) berupa demam tinggi, sakit kepala, dan nyeri otot.
Virus ini memiliki kecenderungan menyerang jaringan saraf pusat manusia yang menimbulkan ensefalitis pada 40 persen kasus berupa kelemahan otot (paralisis). Bila melanda selaput otak, muncul gejala meningitis berupa demam, kaku kuduk dan sakit kepala. Pada kasus parah terjadi penurunan kesadaran hingga meninggal.
Tidak ada terapi yang efektif untuk infeksi virus ini. Karena aspek pencegahan berupa pengendalian populasi nyamuk dengan mekanisme PSN (pemberantasan sarang nyamuk (PSM).
Sebagian besar pasien dapat sembuh, meskipun kesembuhan diperoleh dalam waktu 60-90 hari sejak mulai terinfeksi. Secara resmi, belum tercatat infeksi virus West nile di Indonesia hingga saat ini. (11)
F Suryadjaja adalah dokter pada Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali
————————-
Globalisasi Hantavirus
PERBAIKAN sosial ekonomi memacu urgensi pemenuhan kebutuhan rekreasi ke lokasi wisata, baik domestik maupun mancanegara. Tujuannya untuk sejenak mengusir kepenatan fisik dan psikis dari rutinitas keseharian yang sibuk, jenuh dan melelahkan.
Sayangnya, tidak selalu keceriaan yang direngkuh dari tempat tujuan wisata berbuah manis. Terkadang, tanpa disadari tubuh membawa pulang oleh-oleh berupa bibit penyakit. Ungkapan virus Yosemite terkait dengan kemungkinan penyebaran hantavirus dan west nile dari Taman Yosemite, California, Amerika Serikat.
Genus hantavirus adalah virus RNA dari family Bunyaviridae. Nama hantavirus berasal dari nama sungai kecil Hantaan di Korea Selatan, lokasi pertama kali diisolasi pada 1978. Hingga 1993, kasus ini luput dari perhatian serius otoritas kesehatan di Amerika Serikat. Meskipun kurun waktu 1951-1953 kala Perang Korea, ribuan serdadu PBB dan Amerika Serikat terjangkit infeksi dan membawa pulang partikel virus ke negara asalnya.
Hingga kini, dikenal 21 serotipe virus Hanta. Hantavirus serotipe Hantaan dan Dobrava cenderung memberikan gejala parah HFRS dengan angka kemataian 5-15 persen. Sedangkan serotipe Seoul, Puumala, dan Saaremaa memberikan gejala HFRS yang lebih ringan, angka kematian di bawah satu persen.
Pemanasan Global
Virus west nile awalnya penyebab ensefalitis di Afrika, Asia Barat dan Timur Tengah. Sejak Juni 1999 dilaporkan kasus infeksi ini di Amerika Serikat dimana tercatat 2500 kasus pada 2002 dan 125 diantaranya meninggal (angka kematian 5 persen). Ditularkan lewat gigitan nyamuk Culex terutama pada musim dingin.
Kekeringan akibat pemanasan global berkontribusi bagi penyebaran virus hanta maupun west nile. Air merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk. Genangan air sering terjadi tatkala musim kering atau kemarau. Populasi katak berkurang pada musim kering. Katak merupakan pemangsa nyamuk.
Akhirnya diketahui hantavirus serotipe Sin Nombre sebagai penyebabnya yang ditularkan lewat tikus ladang (deer mouse). El Nino hadirkan musim dingin yang dengan kelembaban udara yang tinggi sehingga berkontribusi bagi perkembangbiakan populasi tikus. Dari tahun ke tahun, tikus hutan semakin merambah pemukiman manusia untuk berebut sumber makanan daripada harus mencari makanan di padang pasir. Infeksi hantavirus dikategorikan rodent-borne illness dimana hewan tikus merupakan reservoar utama hantavirus sebelum menulari manusia.
Sekali hantavirus menginfeksi tubuh tikus, seumur hidup tikus tersebut menyebarkan hantavirus lewat kotoran, air seni dan air ludah ke lingkungan yang disinggahinya. Tikus yang terinfeksi hantavirus bersifat asimtomatis. Di Indonesia hingga kini terdeteksi hantavirus serotype Seoul pada tikus riul (Rattus norvegicus) di sejumlah kota besar di Indonesia yang padat penduduknya. (F Suryajaya -11)
Sumber: Suara Merdeka, 19 September 2012