Puluhan ribu jenis tanaman pangan dan obat tumbuh di negeri tropis ini. Besarnya potensi belum banyak dikelola, malahan cenderung tersia-siakan. Peneliti Teknologi Pertanian Universitas Jambi, Dede Martino (53), mengangkat nilai ekonomis tanaman lewat mesin sanggai.
Setelah belasan tahun bergelut di balik laboratorium sekaligus bengkel kerja “Tekno Martino” miliknya di Kota Jambi, Dede menciptakan teknologi pengawetan pangan dan obat. Ia menyebutnya mesin sanggai.
Dengan mesin itu, berbagai jenis bahan pangan, mulai dari sayuran, buah, bumbu, serta bahan obat tradisional bisa awet selama berbulan-bulan dalam suhu ruangan. Bahkan tahan lebih dari 3 tahun jika disimpan dalam lemari pendingin, tanpa berubah kandungan senyawanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mesin sanggai diambil dari istilah melayu, sanggat, yang berarti mengeringkan dengan cara menyanggat atau menyangkutkan di atas api. Berbeda dengan teknik sanggat, mesin sanggai menggantikan medium api dengan gelombang udara.
Di Sumatera, pengeringan kopi, kayu manis, pinang, dan kakao umumnya masih berlangsung tradisional alias mengandalkan panas sinar matahari. Ketika cuaca mendung atau hujan, proses pengeringan butuh waktu lebih lama.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN –Dede Martino, Dosen dan Peneliti Teknologi Pertanian Universitas Jambi
Seringkali bahan yang dijemur belum kering, namun sudah lebih dahulu ditumbuhi jamur. Saat dikonsumsi, kontaminasi jamur pada tubuh bisa merusak hepar dan ginjal. Bahkan, bahan yang ditumbuhi jamur bersenyawa aflatoxin dapat membuat orang jadi pendek karena pertumbuhannya terganggu.
Pemanasan dan penjemuran bukanlah satu-satunya cara mengeringkan bahan. Dede mendapati energi gelombang dapat menjadi medium pengawetan.
Aliran gelombang dalam frekuensi tertentu akan memacu pergerakan udara. “Kandungan air dalam bahan makanan digetarkan dengan gelombang tertentu, maka molekul airnya akan menguap ke udara,” ujarnya menjelaskan cara kerja mesin sanggai, Kamis (15/11/2018).
Selanjutnya, air yang menguap ke udara di dalam mesin terembus keluar lewat rongga-rongga tipis pada pintu mesin. Dede menyetel proses pengeringan dalam mesin berjangka waktu 32 jam saja. Dengan indikator iklim mikro dalam mesin terjaga stabil di bawah 40 derajat Celcius, kadar air akan terus menyusut sempurna hingga mencapai di bawah 5 persen.
Kadar air yang rendah memperlambat pertumbuhan bakteri. Cabe, sawi, tempe, nanas, ataupun kelapa parut, bisa tahan dua hingga enam bulan. Bahkan, jika disimpan dan lemari pendingin bisa awet hingga 3 tahun lebih.
Hal serupa pada biji kopi, kulit kayu manis, atau pun biji cokelat yang merupakan komoditas unggulan Sumatera.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN–Dede Martino, Dosen dan Peneliti Teknologi Pertanian Universitas Jambi, dan mesin sanggai hasil inovasinya.
Riset panjang
Mesin sanggai lahir dari keprihatinan atas minimnya pemanfaatan bahan pangan dan obat. Beragam tanaman bermanfaat yang tumbuh di negeri tropis ini semestinya menjadi sumber kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya, hasil bumi umumnya dijual mentah sehingga tak mendatangkan nilai tambah.
Salah satu yang mestinya bisa dimanfaatkan lebih maksimal adalah obat-obatan tradisional. Jahe merah, kunyit, temulawak, ataupun kencur merupakan produk jamu unggulan yang baik untuk kesehatan, serta terbukti menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Obat-obatan alami ke depan akan makin diminati seiring meningkatnya ketertarikan orang akan pengobatan tradisional.
Dalam kajiannya, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM Ratna Asmah Susidarti berjudul Tanaman sebagai Sumber Senyawa Bioaktif: Peranannya dalam Terapi dan Pengembangan Obat Baru (2017) pernah menyingung soal besar potensi tumbuhan tropis di Indonesia yang belum dimanfaatkan. Terdata setidaknya 30.000 spesies tumbuhan yang ada di hutan tropis Indonesia. Dari jumlah tersebut baru sekitar 9.600 spesies yang diketahui memiliki khasiat obat. Namun, yang telah dimanfaatkan untuk pengobatan baru 200 spesies.
Sebelum menciptakan mesin sanggai, Dede telah menghasilkan berbagai karya inovasi bidang pertanian di antaranya nozel, teknologi irigasi sekaligus pembasmi hama. Ia juga menciptakan alat detektor kandungan pupuk dan detektor pupuk organik, serta bioreaktor pembangkit pupuk cair organik. Belakangan, ketika hidroponik sedang ngetren, ia ciptakan pupuk organik khusus hidroponik. Dede mendaftarkan nama Tekno Martino menjadi merek atas semua produk temuannya.
Berbagai penelitian dan karya inovasi dihasilkan dengan memanfaatkan uang tabungan pribadi. Dari mengandalkan gaji sebagai pengajar serta hasil penjualan mesin dan pupuk, ia curahkan untuk membeli berbagai jenis peralatan di laboratorium.
Proses penciptaan mesin sanggai dimulai sejak tahun 2.000-an. Ia butuh lebih dari 10 tahun berkali-kali memperbaharui mesin. Pada mesin sanggai pertamanya, Dede baru mampu menciptakan pengeringan hingga berkadar air 15 persen. Senyawa yang terkandung pada makanan yang telah dikeringkan kondisinya bagus, terlihat dari warna bahan makanan tak berubah. Namun makanan tak cukup awet.
Ia pun mendapati bahwa untuk menekan rendemen lebih rendah lagi diperlukan jalur pembuangan yang cepat. Maka, pada mesin kedua Dede memodifikasi dengan ventilasi khusus. Namun, masalah baru ditemukan, yakni suhu di dalam mesin cepat naik.
Perbaikan berikutnya pada mesin ketiga dilakukan dengan merombak ulang. Dede membuat pengering udara sekaligus pendingin suhu ruangan dalam satu mesin sekaligus. “Tujuannya agar hemat energi,” ujarnya.
Dede tak berhenti sampai di itu. Berbagai kekurangan terus dicari. Ia mengganti badan mesin dari yang semula berbahan seng menjadi kayu. Seng ternyata menghambat gelombang, berbeda dengan kayu yang sifatnya tidak menghambat.
Untuk penyempurnaan pada mesin kelima, ia ganti pintu mesin dengan kaca bening. Dengan penyempurnaan ini, penyetelah waktu selama 32 jam dengan suhu di bawah 40 derajat celcius memampukan mesin bekerja optimal, sebab dirinya tak bolak balik membuka pintu mesin hanya untuk mengecek kadar air.
Dede berharap, keragaman tumbuhan di negeri ini dapat dikelola lebih maksimal. Indonesia jangan lagi bergantung dengan obat-obatan impor. Karya teknologi selayaknya dimanfaatkan untuk mendobrak ketertinggalan.
Dede Martino
Lahir: Jambi, 30 Mei 1965
Pendidikan:
–S1 Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jambi
–S2 Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Andalas
Istri: Ir Yulma Erita (41)
Anak:
– Gilang Muhammad (26)
– Galih Muhammad (26)
– M Irsyad (20)
– Muthia Azzahra (12)
Prestasi:
–Menciptakan 137 karya inovasi teknologi pertanian.
-Penghargaan Kalpataru tingkat Provinsi Jambi (2012) untuk kategori Pengabdi Lingkungan.
-Membangun pabrik mini skala UMKM untuk pengelolaan pupuk cair organik, zero waste, hemat listrik, dan pengelolaan sampah komunitas.
– Semua ciptaannya yang diberi nama Tekno Martino menjadi bahan ajar bagi para penyuluh pertanian se-Sumatera di Balai Pengembangan SDM Pertanian, Jambi.
– Alat Pemungut Spora Tunggal temuannya mendapat penghargaan BPPT(2004). Produk itu sudah dipatenkan.
– Juara Harapan I Tingkat Nasional (2006) dari Depdagri untuk Inovasi bak sampah bio-reaktor pembangkit pupuk cair.
– Pembuatan proses temuan kompos luwing (2003) menjadi skenario terbaik yang difilmkan oleh BPPT.
IRMA TAMBUNAN
Sumber: Kompas, 22 November 2018