Dari Musibah Pesawat Presiden Kaczynski

- Editor

Rabu, 14 April 2010

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pascatragedi jatuhnya pesawat Tupolev Angkatan Udara Polandia yang membawa Presiden Lech Kaczynski dan elite kepemimpinan Polandia, Sabtu (10/4) lalu, sejumlah kalangan masih terlibat dalam perdebatan hangat tentang apa penyebab kecelakaan. Penjelasan standar masih tidak jauh dari cuaca buruk yang di satu sisi juga normal pada musim semi di Rusia Barat. Namun, pertanyaan juga muncul seputar umur pesawat dan yang tidak kalah serunya adalah menyangkut tipe pesawat.

Penerbangan rombongan Presiden Kaczynski dengan Tu-154M Resimen Penerbangan Khusus ke-36 hari itu sebenarnya sudah mendekati tujuan di Smolensk, di mana ia akan memperingati 70 Tahun Tragedi Pembantaian Katyn. Penerbangan dimulai dari Bandara Frederic Chopin di Warsawa pukul 07.23 waktu setempat, menempuh jalur penerbangan ke Timur Laut. Namun, pada pukul 08.56 pesawat jatuh.

Satu jam sebelum pesawat presiden, ada pesawat Yak-40, yang ditumpangi rombongan wartawan, mendarat di landasan di Smolensk tanpa masalah. Namun, rupanya cuaca berubah cepat. Dalam kondisi cuaca yang sudah memburuk itu, datang pesawat Il-76 Rusia dan mencoba mendarat. Namun, melihat kabut begitu tebal, awak jet Rusia ini lalu mengalihkan pendaratan ke Bandara Vnukovo, dekat Moskwa. Lalu, ketika pesawat Presiden mendekat, cuaca sudah sangat buruk, diselimuti kabut tebal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Petugas penerbangan di Bandara (yang diambil situs Wiki/stasiun televisi Polandia TVN, 11/4) menyarankan kepada pilot untuk mengalihkan pendaratan ke Moskwa atau Minsk. Namun, pilot bersikeras mendaratkan pesawat di Smolensk. Dan, pesawat terbang terlalu rendah hingga sekitar 200 meter sebelum landasan, pesawat menyambar antena setinggi 20 meter, lalu pepohonan setinggi 10 meter.

Spekulasi umur pesawat

Sebagaimana pernah terjadi di Indonesia, ketika terjadi kecelakaan, umur pesawat menjadi salah satu unsur yang disorot. Namun, dari penyelidikan awal, para penyelidik Rusia bisa memastikan, tidak ada problem teknis pada pesawat buatan Rusia.

Penegasan akan kelayakan terbang pesawat juga diberitakan oleh sumber lain, seperti Newser (12/4). Namun, pertanyaan juga muncul, seperti di harian The Telegraph, mengapa begitu banyak pejabat tingkat tinggi—selain presiden juga pimpinan AD dan AL serta Bank Sentral—diperbolehkan pergi dengan pesawat itu.

Wacana tentang pesawat

Meski sebagian menyebut kecelakaan karena pilot tidak mengikuti saran petugas kontrol penerbangan (ATC) Smolensk, sorotan terhadap pesawat banyak bermunculan. Mantan PM Polandia Leszek Miller—yang selamat dari satu kecelakaan helikopter—seperti dikutip harian New York Times (juga situs Armenia Diaspora.com, 10/4) pernah mengatakan bahwa, ”Kepemimpinan Polandia satu saat akan bertemu dalam satu prosesi pemakaman, dan itu terjadi saat mereka akan mengambil keputusan untuk mengganti armada pesawat.” Sentimen itu menyiratkan, pesawat di Polandia banyak yang uzur. Pesawat Tu-154 yang sering digunakan mendiang Presiden Kaczynski sudah 20 tahun, tetapi tidak diganti karena alasan biaya. Dan, pesawat hanya diperbaiki pada akhir 2009.

Ulasan di situs Armenia Diaspora bahkan tidak berhenti hanya menyoroti umur pesawat. Dalam artikel berjudul ”Poland’s President Kaczynsky: Flying in the Face of Danger?” dikutip pula catatan Steve Lott, Juru Bicara International Air Transport Association (IATA) kepada Newsweek menyusul jatuhnya pesawat Tupolev, tahun silam. Katanya, tidak ada kaitan antara umur pesawat dan tingkat kecelakaan. ”Bukan berapa tua umur pesawat yang menentukan keselamatan penerbangan Anda, tetapi di mana pesawat itu dibuat dan di mana ia dioperasikan.”

Wacana ini, meski mengutip IATA, terkesan memihak, antara produsen Barat dan produsen Timur, yang memasukkan bekas Uni Soviet dan China. Pada era persaingan pasar global, Rusia dan China sudah banyak mengadopsi teknik manufakturing mutakhir, lebih-lebih dengan semakin tersedianya perangkat desain dan produksi yang didukung teknologi informasi.

Pesawat VVIP

Di Tanah Air, beberapa waktu terakhir bergulir wacana tentang pesawat kepresidenan. Seperti telah disinggung dalam ulasan di harian ini, Selasa kemarin, pada masa lalu sudah ada tradisi Presiden RI memiliki pesawat kepresidenan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya. Musibah yang dialami oleh Presiden Polandia membuat wacana pesawat kepresidenan yang mutakhir dan dioperasikan secara profesional oleh awak yang cakap menjadi relevan.

Yang menjadi isu bukan ”membawa Istana Negara/Presiden terbang”, melainkan lebih dari itu adalah terlaksananya tugas presiden yang mewakili bangsa—dan menjadi duta negara—secara aman dan efisien.

Untuk Indonesia, tanpa bermaksud meniru-niru AS, adanya pesawat—dan helikopter—kepresidenan yang layak, sepadan dengan harkat kebangsaan Indonesia, bukan hal yang berlebihan.

Penerbangan kepresidenan mencakup banyak aspek. Selain soal-soal teknis, tidak jarang terkandung aspek politis. Tersedianya pesawat yang mutakhir setidaknya menjawab aspek teknisnya.

Selebihnya menghadang aspek penerbangan yang luas cakupannya, termasuk di sini adalah perbedaan kondisi. Kejadian yang menimpa Presiden Polandia bukan karena pesawat itu buatan Rusia. Ke mana presiden akan pergi ikut pula menjadi faktor. Sebab, ada negara yang ketat menegakkan prosedur penerbangan dan melengkapi bandaranya dengan infrastruktur canggih, demikian pula sistem kendali penerbangannya. Namun, ada pula yang tidak secanggih dan seketat itu.

Dari sisi teknologi, penerbangan bisa disebut sebagai kawasan perbatasan (frontier) tempat lahirnya iptek baru. Pameran kedirgantaraan, seperti Singapore Airshow, menjadi salah satu saksinya. Namun, selain kemajuan iptek tadi, ada faktor lain yang tidak kalah penting dalam keselamatan penerbangan, yakni kultur, yang di dalamnya ada unsur disiplin, teliti, dan saksama. [NINOK LEKSONO]

Sumber: Kompas, Rabu, 14 April 2010 | 03:19 WIB

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Menghapus Joki Scopus
Kubah Masjid dari Ferosemen
Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu
Misteri “Java Man”
Empat Tahap Transformasi
Carlo Rubbia, Raja Pemecah Atom
Gelar Sarjana
Gelombang Radio
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 20 Agustus 2023 - 09:08 WIB

Menghapus Joki Scopus

Senin, 15 Mei 2023 - 11:28 WIB

Kubah Masjid dari Ferosemen

Jumat, 2 Desember 2022 - 15:13 WIB

Paradigma Baru Pengendalian Hama Terpadu

Jumat, 2 Desember 2022 - 14:59 WIB

Misteri “Java Man”

Kamis, 19 Mei 2022 - 23:15 WIB

Empat Tahap Transformasi

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB