Lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, meraih penghargaan atas aplikasi buatan mereka di Sillicon Valley, Amerika Serikat. Di balik pembuatan aplikasi penanganan bencana untuk pemakai perangkat Android yang gemilang itu, adalah Daniel Oscar Baskoro yang melihat hidup penuh ”kekonyolan”.
”Ini baru pulang dari sana (Sillicon Valley) dan mampir Sydney dulu,” kata Oscar, begitu ia minta dipanggil saat ditemui di Kalibata, Jakarta Selatan, Selasa (23/12). Ia memakai kaus oblong hitam bertuliskan Google. Ia memang pernah jadi duta (ambassador) Google untuk kawasan Asia Tenggara sejak 2013.
Awal Desember 2014, Oscar dan lima kawannya di UGM: Bahrunnur, Zamahsyari, Sabrina Woro Anggraini, Fansyuri Jenar, dan Maulana Rizki, datang ke Sillicon Valley. Di tempat ternama itu, mereka meraih penghargaan Best Public Safety Application untuk perangkat lunak Realive dari dua perusahaan informasi raksasa AS, AT&T dan IBM.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Realive adalah pengembangan dari aplikasi yang mereka kembangkan awal tahun ini, Quick Disaster. Sebelumnya, Quick Disaster mendapat penghargaan Global Winner dari Bank Dunia di London, Inggris, Juli 2014. Dua aplikasi itu dibuat untuk menjawab persoalan harian. Lomba yang kemudian dimenangi cuma bonus.
Melalui Realive, pengguna perangkat berbasis android seperti gawai dan smart watch bisa mendapat informasi bencana di wilayah terdekatnya. Aplikasi itu juga mengirimkan perkembangan informasi seperti korban dan aparat yang menangani.
Diharapkan pemangku wewenang penanganan bencana bisa memanfaatkan aplikasi ini. Ia membayangkan, AS paling siap dengan aplikasinya karena birokrasinya tidak rumit seperti di Indonesia. ”Teknologi itu untuk mempermudah hidup manusia dan membuat lebih bahagia. Aplikasi ini untuk mempermudah dan mempercepat penanganan bencana,” kata bungsu dua bersaudara ini.
Aplikasi kebencanaan dipikirkan Oscar karena pengalamannya saat gempa mengguncang daerah asalnya, Yogyakarta, Mei 2006. ”Waktu bencana itu, kan, konyol banget. Orang panik mencari tempat selamat. Mau ke selatan ada isu tsunami, mau ke utara Gunung Merapi mau meletus,” kata Oscar yang saat gempa itu tinggal di rumahnya di Mrican.
Oscar juga menjadi relawan saat erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Sebagai relawan, dia juga menjadi kontributor portal berita cuma-cuma untuk berbagi informasi. Dari pengalaman selama hampir dua bulan itu, ia merasa memahami kebutuhan kerja relawan. ”Aplikasi itu saya buat untuk mereka (para relawan),” ujar Oscar.
Kekonyolan
Oscar menyatakan tertarik pada teknologi informasi, khususnya internet, sejak sekolah menengah pertama karena kekonyolan-kekonyolan. Ketertarikannya pada perangkat digital muncul saat ia sering dikunci di kamar karena nakal saat ia kelas 1 hingga kelas 2 SD. ”Waktu itu di kamar ada komputer dan VCD film Jurassic Park. Kalau lagi dihukum, saya nyalain komputer dan main-main,” katanya.
Interaksinya dengan internet intensif saat SD. Ia membuat alamat e-mail karena hendak menghubungi ayahnya yang sedang menyelesaikan doktoralnya di Liverpool, Inggris. Setelah itu, minatnya pada internet menjadi-jadi.
Saat SMP, Oscar banyak menghabiskan waktu di kamar dan di warung internet (warnet) mengutak-atik sistem jaringan. Karena asyiknya, sepeda kesayangannya pernah hilang di warnet. Mempraktikkan keahliannya, Oscar pernah meretas seluruh pengunjung warnet. Ia pernah menjahili teman-teman SMP Stella Duce 1 dengan meretas seluruh akun Friendster mereka sebagai hadiah perpisahan. ”Itu kenang-kenangan perpisahan sekolah,” cetusnya.
Bukan cuma jahil, Oscar juga mulai menorehkan prestasi di bidang yang digelutinya saat ini. Waktu kelas III SMP itu, Oscar mengikuti lomba merancang situs sekolah. Ia emoh membuat situs penuh ”bunga”. Oscar justru merancang situs ayosekolah.com. Isi situs itu berupa ajakan bersekolah bagi anak jalanan dan menang.
Memasuki SMA, ia beralih pada minatnya yang lain, fotografi. Kelihaiannya memilih angle foto terasah seiring kebiasaannya bersepeda dari rumah menuju SMA Kolese De Britto. Hampir tiap bulan, katanya, ia menang lomba foto dan beberapa kali diminta jadi juri. Oscar tidak membuat foto untuk lomba, tetapi mengirimkan foto yang sudah dipunya untuk lomba.
Foto-fotonya, kata Oscar, bertema kemanusiaan, sebuah nilai yang ia akui diperoleh dari SMA. Nilai itu ia terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sering ia bersepeda keliling kota pada malam hari sambil bagi-bagi makanan hangat untuk pekerja malam, seperti tukang sapu, yang ditemui di jalan. Kebiasaan itu terhenti ketika Yogyakarta marak dengan pembacokan di jalan raya pada malam hari.
Mengubah lingkungan
Minat Oscar pada teknologi tidak lantas menjadikan ia ”manusia kamar” yang enggak gaul. Ia justru menceburkan diri dalam organisasi kemahasiswaan saat masuk Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UGM pada 2010. Ia pernah terpilih jadi ketua orientasi mahasiswa baru. Saat itu, ia mengubah paradigma orientasi kampus dari yang penuh hardikan dan tekanan fisik menjadi kegiatan yang menyenangkan. Ia juga menggunakan teknologi untuk menjadikan masa orientasi UGM sebagai trending topic world wide di Twitter.
Di UGM pula Oscar mendapat pengalaman membekas saat mengikuti kuliah kerja nyata (KKN). Saat itu, sebagai ketua, ia memilih di Pulau Abang, Kepulauan Riau, sebagai lokasi. Pulau yang berbatasan laut dengan Singapura itu hanya mendapat aliran listrik 6 jam sehari. Saat malam, warga bisa menikmati listrik, tetapi dari kejauhan berupa pendaran cahaya dari ”Negeri Singa”.
”Kami buat branding pulau itu melalui website. Hasilnya, ada investor tertarik mengembangkan pariwisata di sana. Sekarang listrik sudah nyala terus,” katanya bangga.
Memimpin orientasi mahasiswa dan KKN di Pulau Abang menempa jiwa kepemimpinan Oscar. Pengalaman itu dipakai Oscar saat membentuk tim aplikasi kebencanaan itu.
”Saya mengajak mereka bukan karena kedekatan, melainkan berdasarkan kemampuan dan karakter mereka. Ada programmer yang ide-idenya liar, tetapi ada juga programmer yang tekun,” kata Oscar.
Ia juga memilih orang yang bisa mempresentasikan gagasannya dengan lebih baik. Anggota timnya sengaja ia ambil dari angkatan yang berbeda dan latar belakang beragam. ”Kenapa harus beda angkatan? Supaya riset tentang aplikasi ini berkelanjutan, tidak berhenti di satu angkatan saja,” katanya.
Ketika bercerita di sudut kedai kopi lebih dari 2 jam, Oscar menunjukkan Google Glass dan smart watch. Oscar adalah orang Indonesia pertama yang memiliki dan menggunakan perangkat itu. Aplikasi kebencanaan itu dibuat untuk berfungsi di perangkat kacamata pintar dan jam tangan pintar berbasis Android.
Semua kisah dan gagasan yang menurut dia penuh kekonyolan disampaikan dengan jenaka dan cepat, seperti menunjukkan susunan kalimat dan ide yang berloncatan di kepala dia. Dengan kecepatan itu pula, ia sedang berusaha merampungkan skripsinya yang bertema pengolahan big data.
Tema skripsi itu sejalan dengan tawaran bekerja sebagai analis data untuk organisasi dunia yang diminatinya. Minat itu dipupuk lantaran Oscar hendak mengamalkan ilmunya sekaligus membantu masyarakat yang membutuhkan, terutama di negara berkembang. ”Saya membayangkan, teknologi membantu memudahkan dan membahagiakan hidup manusia, terutama di negara-negara berkembang,” harap Oscar.
—————————————————————————
Daniel Oscar Baskoro
? Lahir: Yogyakarta, 10 Juli 1992
? Pendidikan:
– SD Tarakanita, Yogyakarta, 2004
– SMP Stella Duce I, Yogyakarta, 2007
– SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, 2010
– Fakultas MIPA Program Studi Ilmu Komputer, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (sekarang)
? Pengalaman Organisasi:
– Google Student Ambassador South East Asia
– Google Business Group
– Google Developer Group
– Code Project International
– Peneliti Muda di Kementerian Riset dan Teknologi
– Pringwulung Social Communication Commission
? Penghargaan:
– Best Public Safety Application, dari AT&T dan IBM, di Silicon Valley, AS, 2014
– World Bank Global Winner Award, London, Inggris, 2014
– Jenesys Winner, dari Pemerintah Jepang, 2014
– 10 Mahasiswa Terbaik, Direktorat Kemahasiswaan UGM, 2014
– XL Axiata Future Leaders, 2013
– Google Geo Good People, AS, 2013
– Google Student Ambassador South East Asia, 2013
– Medali Emas dan Pemenang Favorit Lomba Foto Kebudayaan dan Pariwisata tingkat Nasional, 2010
– Think Quest International Achievement, Oracle, AS, 2008
– Medali Emas Kompetisi Desain Web, Kementerian Pendidikan, 2006
Oleh: Herlambang Jaluardi & Wisnu Nugroho
Sumber: Kompas, 27 Desember 2014