Data Pribadi di Media Sosial Membuka Ruang Perundungan
Minimnya pengetahuan mengenai tata krama penggunaan dunia maya secara benar mengakibatkan orangtua dan guru belum bisa mengawasi penggunaan internet oleh anak-anak secara maksimal. Hal ini memperbesar kerawanan anak terpapar kejahatan siber.
“Mayoritas guru dan orangtua memandang kejahatan siber hanya berupa situs pornografi ataupun ekstrem,” kata pendiri Indonesian Information and Communication Technology (ICT) Watch, Donny B Utoyo, seusai acara Temu Pelanggan Seluler yang bertajuk “Cerdas Berinternet”, Jumat (3/6), di Jakarta. Pertemuan tersebut juga dihadiri Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
Pada Desember 2015, ICT Watch melakukan survei atas 165 guru Bimbingan Konseling di DKI Jakarta, Sukabumi, dan Cilegon. Mayoritas guru mengatakan dampak buruk internet ialah kecanduan pada siswa serta memungkinkan mereka mengakses materi-materi yang belum layak dikonsumsi anak-anak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Padahal, papar Donny, ancaman terbesar bagi anak di dalam berinternet adalah kemungkinan berkontak dengan orang dewasa yang tak mereka kenal dan berisiko menjadi korban pedofilia dunia maya. Risiko kedua adalah pelanggaran privasi, yakni ketika informasi pribadi yang mereka tampilkan di media sosial diakses dan disalahgunakan oleh orang lain. Misalnya, foto-foto dan data pribadi yang sensitif disebar kepada publik ataupun digunakan untuk penipuan. Adapun dampak terbesar ketiga adalah anak menjadi korban, bahkan bisa menjadi pelaku perundungan dunia maya.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh perusahaan keamanan komputer Norton by Symantec dari Februari 2015 hingga Januari 2016. Lembaga ini menyurvei 1.000 orangtua di Indonesia yang memiliki akses internet melalui telepon pintar dan sabak elektronik. Terungkap, 180 orangtua mengaku anak-anak mereka berkomunikasi dengan orang-orang dewasa tidak dikenal melalui media sosial atau aplikasi bincang-bincang.
“Bahkan, beberapa orangtua mengatakan anak-anak mereka sudah diajak untuk bertemu langsung. Untung hal tersebut segera diintervensi orangtua,” kata Choon Hong-hee, Director Asia Consumer Business Norton by Symantec, ketika memaparkan hasil survei, Kamis (2/6).
Sementara itu, 150 orangtua mengungkapkan anak-anak mereka mengalami perundungan di media sosial. “Belum terungkap data anak-anak yang tanpa mereka sadari melakukan perundungan kepada orang lain di media sosial,” tutur Chee.
Pengendalian
Rudiantara menjabarkan, jaminan keamanan pengunggahan data pribadi tengah digodok di dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. “Konsumen ketika mengunduh atau mendaftar layanan berbasis internet selalu diminta data pribadinya. Perusahaan-perusahaan penyedia jasa, baik lokal maupun internasional, harus menjamin informasi yang mereka peroleh tidak disebarluaskan dan disalahgunakan,” ucapnya.
Di samping itu, ia juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah menyebar informasi pribadi, seperti foto, nomor telepon, ataupun lokasi keberadaan mereka di laman media sosial. Hal ini guna menghindari risiko mereka menjadi sasaran kejahatan siber.
Gemar berbagi
Secara terpisah, peneliti media sosial dari Pusat Kajian Antropologi Universitas Indonesia, Febrian, menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia gemar berbagi cerita. Dulu, dilakukan dengan cara mengobrol langsung ataupun melalui telepon. Jumlah orang yang menerima informasi tersebut terbatas.
Keberadaan media sosial membuat persebaran informasi meluas. Masyarakat belum sadar bahwa data yang mereka umumkan di laman media sosial tidak hanya bisa diakses oleh kontak, tetapi juga khalayak umum.
Karena itu, Telkomsel bekerja sama dengan beberapa lembaga pendidikan menerbitkan modul penggunaan internet sehat bagi orangtua, guru, dan anak. Di dalamnya terdapat panduan dalam mengawasi pemakaian internet oleh anak di rumah ataupun di sekolah serta pengawasan konten yang mereka akses atau unggah ke dunia maya. Modul akan disebar ke sekolah-sekolah. (DNE)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juni 2016, di halaman 11 dengan judul “Dampingi Anak Saat Berinternet”.