Ciragi, Agen Fermentasi Kopi Cepat dan Enak

- Editor

Senin, 11 November 2019

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia mengembangkan ragi untuk fermentasi biji kopi menggunakan mikroba Lactobacillus Sp. Fermentasi lebih cepat, cita rasa kopi pun lebih tinggi.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Ciragi, mikroba Lactobacillus Sp yang diubah ke bentuk bubuk untuk proses fermentasi kopi yang cepat dan bercita rasa enak. Ciragi merupakan inovasi dari Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia. Produk ini dipamerkan pada temu inovasi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Jakarta, Selasa (1/10/2019)..

Kegemaran masyarakat Indonesia meminum kopi sering terkendala pencarian biji kopi yang bermutu sekaligus bercita rasa sedap. Faktor-faktor yang menentukan serta dapat dikendalikan oleh petani kopi selama ini adalah benih, pola tanam, cuaca, dan cara memanen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

“Proses fermentasi selama ini merupakan proses yang liar dan tidak bisa dikendalikan sehingga hasilnya tidak bisa ditentukan standar mutunya,” kata Peneliti Utama Bioteknologi untuk Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (PPBBI) Tri Panji ketika ditemui pada acara silaturahim pusat penelitian dan pengembangan se-Indonesia di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi di Jakarta, Selasa (1/10/2019).

Oleh karena itu, PPBBI mengembangkan inovasi berupa ragi yang bisa menyeragamkan proses fermentasi biji kopi dari segi waktu dan rasa yang dihasilkan. Penemuan ini dinamakan Ciragi, akronim dari cita rasa tinggi, yang juga merupakan merek dagang beserta produk terdaftar hak paten.

Intervensi alam
Tri mengungkapkan, ide menciptakan Ciragi muncul pada tahun 2014. Tim yang terdiri dari Tri Panji beserta Direktur PPBBI Priyono dan anggota peneliti Suharyanto berdiskusi dengan rekan kerja yang berasal dari Jember, Jawa Timur. Rekan tersebut menceritakan bahwa meskipun Jember merupakan salah satu sentra kopi nasional, ada masalah besar dalam memproduksi biji kopi bermutu.

Kopi dipanen dengan cara memetik cerinya dan setelah itu dikupas kulitnya. Lendir dari bagian dalam kulit ceri tertinggal pada biji kopi. Ketika bakteri bersentuhan dengan biji yang baru dikupas, lendir atau pektin pecah senyawanya menjadi pektinase dan mengakibatkan proses fermentasi.

“Cara fermentasi tradisional ialah membiarkan biji kopi kupas selama 36 jam. Biasanya biji kopi dimasukkan ke dalam karung, ada pula ke bak fermentasi bagi produsen kopi besar dan didiamkan,” tutur Tri.

Metode fermentasi yang berserah kepada alam ini tidak terstandar sehingga hasilnya tidak pernah bisa diduga keberhasilan maupun kesamaan mutu setiap biji. Riset tim PPBBI menemukan, setidaknya ada 144 jenis mikroba yang terlibat dalam proses fermentasi alami. Setiap jenis memiliki jutaan mikroba.

Tidak semua mikroba tersebut baik karena banyak yang buruk dan mengakibatkan biji kopi membusuk. Kalaupun fermentasi terjadi, hasilnya belum tentu enak. Petani kopi biasanya harus memilih biji kopi fermentasi satu per satu untuk memastikan hanya yang terfermentasi dengan baik yang bisa lanjut ke tahap berikutnya. Hal ini membuat banyak biji kopi terbuang, padahal mereka berasal dari pohon yang sehat.

Tim PPBBI kemudian memisahkan setiap mikroba dan mengujinya di biji kopi. Akhirnya diperolah hasil bahwa mikroba Lactobacillus Sp memberi proses fermentasi yang cepat, merata, dan tetap menjaga cita rasa. Mereka mengirim kopi yang difermentasi ini ke Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember. Ternyata, menurut para pakar di sana rasa kopinya enak.

KOMPAS/LARASWATI ARIADNE ANWAR–Peneliti Utama Bioteknologi Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia Tri Panji menerangkan tentang Ciragi, mikroba Lactobacillus Sp berbentuk bubuk untuk fermentasi biji kopi secara cepat dan tetap menjaga cita rasa.

Mikroba Lactobacillus Sp dibudidayakan ke dalam bentuk serbuk yang menjadi aktif ketika dituangkan ke biji kopi kupas. Rahasia inovasi ada pada teknologi membuat Lactobacillus Sp dari cairan ke bentuk bubuk. Produk ini dinamai Ciragi dan sekarang dalam proses mendapatkan hak paten.

“Dalam 1 gram Ciragi ada 1 miliar mikroba. Dosis Ciragi adalah 0,5 persen dari bobot ceri kopi atau bisa juga 1 persen dari kopi lepas kulit,” papar Tri.

Keunggulan lain dari Ciragi ialah menghemat waktu fermentasi dari 36 jam menjadi 12 jam. Caranya hanya dengan menaburkan Ciragi secara merata di atas biji kopi yang sudah dikupas. Terobosan ini selain menghemat waktu produsen kopi juga memastikan tidak ada biji terbuang.

Sebagai gambaran, perkebunan kopi yang besar bisa memproduksi lebih dari 200 ton kopi pada masa panen. Bak fermentasi yang lazim dimiliki perkebunan hanya bisa menampung 200 ton kopi. Artinya, jika harus menunggu dua malam untuk proses fermentasi alami, banyak sekali kopi yang berisiko membusuk di luar bak. Ketika dicoba memakai Ciragi, petani bisa memfermentasikan kopi lebih cepat, bahkan serentak asalkan takaran mikroba dengan biji kopi kupasnya tepat.

Tingkatkan produktivitas
Tri mengatakan, Ciragi hanya bisa dipesan dari PPBBI. Umumnya para petani kopi memesan melalui koperasi di tiap-tiap daerah. Alasannya adalah karena mikroba Lactobacillus Sp akan kehilangan efektivitasnya setelah tiga bulan. Oleh sebab itu, PPBBI memastikan Ciragi yang dipesan masih efektif sehingga petani tidak merugi.

Tim juga memberi pelatihan di Dinas Perkebunan Kabupaten Bogor. Ia mengungkapkan, pada tahun 2014 produksi ceri kopi dari Kabupaten Bogor hanya dihargai Rp 3.000 per kilogram. Sejak menggunakan Ciragi, biji kopi jenis Robusta yang difermentasikan kini harganya mencapai Rp 140.000 per kilogram. Kopi tersebut diikutsertakan lomba kopi di Aceh pada tahun 2015 dan mendapat peringkat pertama untuk kategori Robusta.

“Kami sudah menjual ke semua petani kopi di Indonesia, kecuali Wamena,” kata Tri.

Oleh LARASWATI ARIADNE ANWAR

Editor YOVITA ARIKA

Sumber: Kompas, 11 November 2019

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 8 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB