The psychopaths are always around. In calm times we study them, but in times of upheaval, they rule over us.
Earnst Krestchmer (1888-1964)
CITRA psikopat telah jauh dari gambaran Hannibal Lecter, ahli forensik dalam film Silence of the Lamb, ataupun pembunuh keji Dennis Rader dari Kansas AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam Snakes in Suits: When Psychopaths Go To Work (2006), Paul Babiak dan Robert Hare, pencipta Hare Psychopathy Checklist (1998), mengungkap, saat ini banyak psikopat lebih mengejar uang, kekuasaan, dan popularitas.
Dunia korporasi yang penuh spekulasi adalah pilihan mengukir sukses. Mereka adalah superstar bisnis dan penyelamat korporasi, tetapi gila kuasa dan sewenang-wenang terutama terhadap bawahan.
Dalam kolomnya di The New York Times (12 Mei 2012), William Deresiewicz mengutip hasil suatu kajian tahun 2010 yang menyatakan, empat persen profesional dari 203 korporasi masuk ambang klinis psikopat, empat kali lebih tinggi dari ambang klinis seluruh populasi.
Jauh sebelumnya, pionir di bidang psikopati, Hervey M Cleckley (1903-1984) dalam buku klasik tentang psikopat non-kriminal, The Mask of Sanity: An Attempt to Clarify Some Issues About the So-Called Psychopatic Personality (1941) menyatakan, secara umum psikopat non-kriminal bertipe sosial itu memiliki segala sifat yang diidamkan orang normal.
Mereka memiliki kepribadian menyenangkan, memesona, cerdas, percaya diri, suka membanyol, juga membual untuk mengesankan mereka sangat baik dan disukai. Tak ada yang tampak berbeda dari non-psikopatik, kecuali kualitas jiwanya.
Tersebar
Aspek yang menarik adalah adanya ’kehidupan tersembunyi’, tetapi sulit disembunyikan dan tak merasa perlu berubah. Pada dasarnya egonya besar, impulsif, manipulatif, angkuh, narsisis, pemain emosi ulung, tak punya empati, nekat dan spekulatif, tak pernah merasa bersalah, tak menghargai pendapat orang, dan piawai menjungkirbalikkan nalar.
Mereka menikmati penderitaan orang akibat ulahnya dan tajam mengendus calon korban potensial. Mereka tenang memainkan perannya, karena banyak orang tertawan dan rela mendukung.
Checkley menemukan psikopat sebagai ’orang baik-baik’ dan dalam berbagai profesi terhormat, termasuk artis, pengusaha, ilmuwan, dokter, psikolog, psikiater, dan politisi. Ahli neuroscience, James Fallon (62), menemukan ciri psikopat pada otaknya. Ia lalu mempelajari peran gen dalam kepribadiannya dan bagaimana otak memengaruhi hidupnya. Semua dipaparkan dalam buku The Psychopath Inside: A Neuroscientist’s Personal Journey into the Dark Side of the Brain (2013).
Psikopati memiliki basis biologis (nature). Namun, menurut Fallon, seberapa sifat dasar itu berkembang bergantung pada pola asuh (nurture) dan lingkungan.
Dengan teknik pencitraan otak, penelitian ahli neuroscience Kent A Kiehl dalam Psychopath Whisperer: The Science of Those without Conscience (2014) menemukan, kepadatan materi abu-abu di dalam dan sekitar sistem limbik (terkubur di otak besar, yang mengolah perasaan) pada psikopat berkurang 5-10 persen dibandingkan dengan non-psikopat. Jaringan yang menghubungkan sistem limbik ke lobus depan (terkait penalaran dan pengambilan keputusan), juga terganggu.
Selain Cleckly, psikolog Robert Lindner (1914-1956), penulis buku Rebel without a Cause: the Hypnoanalysis of a Criminal Psychopath (1944) telah mengingatkan, kegagalan menengarai psikopat berpotensi memicu krisis. Oleh karena, kemungkinan persebarannya sampai ke institusi-institusi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Oleh: Maria Hartiningsih
Sumber: Kompas, 4 Februari 2015
Posted from WordPress for Android