Sosialisasi dan mitigasi terkait Sesar Walanae perlu dilakukan mengingat selama ini jarang disebutkan. Pemda pun perlu memerhatikan mitigasi risiko dalam menyusun tata ruang agar bangunan berkonstruksi tahan gempa.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengingatkan para kepala daerah mewaspadai potensi gempa darat akibat pergerakan Sesar Walanae di Sulawesi Selatan. Sesar ini melintasi sejumlah kabupaten di Sulsel dengan potensi gempa mencapai 8-10 Modified Mercalli Intensity atau MMI.
Sosialisasi dan mitigasi terkait Sesar Walanae perlu dilakukan mengingat selama ini jarang disebutkan. Pemerintah daerah pun diminta memperhatikan mitigasi risiko dalam menyusun tata ruang agar bangunan di kawasan tersebut dibangun dengan konstruksi tahan gempa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal ini terungkap dalam Penataran Manajemen Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan di Makassar, Senin (10/2/2020). Pertemuan dihadiri Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo bersama semua kepala daerah kabupaten/kota dan kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) se-Sulsel.
Doni mengatakan, potensi gempa dari Sesar Walanae sebaiknya tidak disikapi dengan kepanikan, tetapi lebih ke sosialisasi dan mitigasi. Sebelumnya, BNPB melakukan kajian sejarah ke Universitas Leiden, Belanda, untuk mencari data kegempaan masa lalu. Selanjutnya, berdasarkan data ini, pihak BNPB bekerja sama dengan pakar kegempaan Institut Teknologi Bandung membuat kajian.
”Gempa itu sesuatu yang pasti terjadi karena perulangan. Namun, tak ada satu pun yang bisa memastikan kapan gempa terjadi. Sebaiknya pemerintah dan masyarakat mempersiapkan diri agar saat gempa terjadi, korban dan kerugian bisa diminimalkan,” tuturnya.
Kepala Subdirektorat Peringatan Dini BNPB Abdul Muhari mengatakan, Sesar Walanae melintasi beberapa kabupaten di Sulsel, yakni Pinrang, Enrekang, Sidrap, Wajo, Soppeng, Bone, Sinjai, dan Bulukumba.
”Kami sudah memasang GPS (global positioning system) di sejumlah tempat di sepanjang lintasan Sesar Walanae dan mengamati. Hasilnya, sesar ini bergerak 21-29 milimeter per tahun. Memang terlihat kecil dibandingkan Sesar Palu-Koro, tetapi kita tidak tahu kekuatan seperti apa yang disimpan. Potensi gempa Sesar Walanae bisa mencapai 8-10 MMI atau setara dengan magnitudo 6,6, atau lebih. Untuk gempa darat, magnitudo ini cukup besar, terutama dampaknya pada bangunan. Yang perlu diingat, gempa tak membunuh, tetapi korban biasanya terjadi akibat tertimbun bangunan,” tutur Muhari.
Estimasi
Muhari mengingatkan gempa ini berpotensi merusak hingga meruntuhkan bangunan. Berdasarkan hasil kajian dan data, estimasi keterpaparan akibat gempa sepanjang jalur Sesar Walanae meliputi 1.177.380 jiwa, 137.380 rumah, 1.152 sekolah, 43 puskesmas, dan 4 rumah sakit.
”Data dan hasil penelitian ini kami ungkap bukan untuk disikapi dengan berlebihan, apalagi panik, tapi untuk mitigasi. Misalnya, melakukan perkuatan bangunan sekolah dan rumah di sepanjang jalur Sesar Walanae. Selain itu, sebaiknya menjadi masukan dalam penyusunan rancangan tata ruang tata wilayah,” tutur Muhari.
Muhari mengatakan, selama ini Sesar Walanae agak luput dari pembicaraan dibanding sesar lain, seperti Sesar Matano atau Palu-Koro. Hal ini perlu diingatkan agar pemerintah dan masyarakat tidak terkena dan mengira tak ada potensi gempa di Sulsel.
Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan kepala-kepala daerah yang wilayahnya dilalui Sesar Walanae untuk membahas berbagai hal.
“Kami akan membahas soal bagaimana ini disosialisasikan ke masyarakat dan pemerintah setempat juga melakukan mitigasi. Misalnya melihat lagi kondisi bangunan-bangunan rumah atau sekolah dan lainnya, bagaimana memperkuat konstruksi bangunan. Juga dalam pemberian IMB sudah harus disertakan informasi terkait soal ini agar bangunan-bangunan yang dibuat sudah tahan gempa. Begitupun dalam penyusunan tata ruang agar potensi ini diperhatikan ,” kata Gubernur.
Oleh RENY SRI AYU
Editor: HAMZIRWAN HAM
Sumber: Kompas, 10 Februari 2020