Bioteknologi Dapat Menjaga Ketahanan Pangan Indonesia

- Editor

Selasa, 30 Januari 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Bioteknologi dipandang mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pertanian. Teknik rekayasa terhadap makhluk hidup tersebut telah berkembang di beberapa negara dan mampu bermanfaat bagi petani dan lingkungan.

Data International Service for Acquisition Agri-biotech Application (ISAAA) menyatakan, adopsi tanaman biotek telah meningkat 110 kali lipat dalam kurun waktu 21 tahun sejak dikomersialisasikan.

Pada 1996 hanya ada 1,7 juta hektar dan pada 2016 telah berkembang menjadi 185,1 juta hektar. Varietasnya pun beragam, ada biotek kedelai, jagung, tomat, pepaya, labu, paprika, kapas, kanola, alfalfa, dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

PRAYOGI DWI SULISTYO UNTUK KOMPAS–Lokakarya bertajuk “Refleksi dan Masa Depan Bioteknologi Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan di Indonesia” yang diselenggarakan di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Senin (29/1).

Bagi dunia pertanian, bioteknologi mampu membuat tanaman tahan hama, tahan penyakit, tahan cekaman seperti kekeringan dan rendaman, serta menghasilkan tanaman yang mengandung nutrisi tinggi.

Bioteknologi telah berkembang di beberapa negara, tapi Indonesia masih tertinggal jauh.

Bioteknologi juga dapat menciptakan bibit unggul, varietas tanaman unggul, biopestisida, dan pupuk hayati yang ramah lingkungan.

Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bayu Krisnamurthi mengatakan, bioteknologi telah berkembang di beberapa negara.

“Indonesia masih tertinggal jauh, oleh karena itu harus ada pemahaman tentang bioteknologi sejak dini,” kata Bayu dalam Lokakarya bertajuk “Refleksi dan Masa Depan Bioteknologi Pertanian dalam Mendukung Kedaulatan Pangan di Indonesia” yang diselenggarakan di Hotel Mercure, Jakarta Selatan, Senin (29/1).

PRAYOGI DWI SULISTYO UNTUK KOMPAS–Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Bayu Krisnamurthi

Berdasarkan data dari Clive James pada 2015, ada 28 negara yang telah mengembangkan bioteknologi. Mereka menggunakan 179,7 juta hektar, dengan Amerika Serikat sebagai negara pengembang bioteknologi paling besar, yaitu 70,9 juta hektar.

Bayu menuturkan, bioteknologi tanaman dapat mengurangi emisi gas rumah kaca pertanian. Petani dapat mengurangi pembakaran bahan bakar fosil dan mempertahankan lebih banyak karbon di dalam tanah.

Dari tahun 1996 hingga 2015, bioteknologi tanaman mampu mengurangi penggunaan pestisida sebesar 619 juta kilogram.

Guru Besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor Antonius Suwanto mengatakan, kemajuan teknologi telah menghasilkan peningkatan produktivitas pertanian.

Bioteknologi tanaman dapat mengurangi emisi gas rumah kaca pertanian.

Kemajuan tersebut meliputi produksi tanaman hibrida dan penggunaan gen yang mampu mengubah postur tanaman.

President Director Orion Biosains Muhammad Arief Budiman menyetujui hal tersebut. Teknologi mampu menghasilkan tanaman unggulan. Hal itu berguna untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia.

Potensi besar
Menurut Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) Bambang Purwantara, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan bioteknologi.

Namun, hal tersebut terganjal oleh belum selesainya Pedoman Pengawasan setelah pelepasan yang telah dibahas lebih dari dua tahun.

Perubahan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) untuk pelepasan varietas tanaman pangan di mana pelepasan varietas biotek belum disusun oleh pemerintah.

PRAYOGI DWI SULISTYO UNTUK KOMPAS–Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) Bambang Purwantara

Ketua Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika (KKH-PRG) Agus Pakpahan mengatakan, beberapa produk bioteknologi telah mendapat persetujuan keamanan pangan di Indonesia.

“Baru-baru ini, komisi Keamanan Hayati Indonesia telah menyetujui dua produk bioteknologi, yaitu tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida,” kata Agus.

Komisi Keamanan Hayati Indonesia telah menyetujui dua produk bioteknologi, yaitu tebu tahan kekeringan dan jagung toleran herbisida

Kedua produk tersebut menunggu persetujuan untuk rilis komersial agar memenuhi persyaratan untuk dibudidayakan dalam pertanian di Indonesia bagi kepentingan petani. Ia mengakui, kehadiran bioteknologi tanaman pangan belum sepenuhnya diterima oleh semua negara.

Agus mencontohkan, Indonesia yang masih berhati-hati dalam menerima kehadiran tanaman biotek. Menurut Agus, pemerintah tidak menolak, tetapi berhati-hati dalam pelepasan produk rekayasa genetika.(DD08)

Sumber: Kompas, 29 Januari 2018

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024
Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI
Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin
Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:50 WIB

Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:46 WIB

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:41 WIB

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:31 WIB

Ilmuwan Dapat Nobel Kimia Usai Pecahkan Misteri Protein Pakai AI

Senin, 21 Oktober 2024 - 10:22 WIB

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Berita Terbaru

Berita

Seberapa Penting Penghargaan Nobel?

Senin, 21 Okt 2024 - 10:46 WIB

Berita

Mengenal MicroRNA, Penemuan Peraih Nobel Kesehatan 2024

Senin, 21 Okt 2024 - 10:41 WIB

Berita

Hadiah Nobel Fisika 2024 bagi Pionir Pembelajaran Mesin

Senin, 21 Okt 2024 - 10:22 WIB