Sebagian masyarakat Belitung tidak mengenal kayu pelepak dengan baik. Ini patut jadi perhatian penting, sebab Pelepak secara internasional (IUCN Red List) sudah masuk kategori “Terancam Kritis” atau Critically Endangered.
KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY–Warga berwisata di kawasan Juru Sebrang, Pantai Gusong Bugis, Tanjung Pandan, Belitung, Sabtu (29/6/2019).
Timah membawa Belitung hingga terkenal di panggung internasional sejak 1851. Kala itu tim Geolog Belanda menemukan cadangan timah yang melebihi jumlah cadangan timah di Cornwall, Inggris.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pulau yang terletak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini semakin populer tatkala film Laskar Pelangi menghiasi layar kaca medio 2008 silam. Panorama alam, pantai yang indah, dan bebatuan eksotis memikat wisatawan untuk berbondong-bondong ke sana.
Ternyata jauh sebelum itu, Belitung berperan penting karena telah menyelamatkan ekspedisi armada Laksama Cheng Ho dalam pelayaran pertamanya ke Jawa tahun 1405. Saat itu, armada Cheng Ho terkena badai di Selat Karimata sehingga kapal-kapalnya rusak. Selat Karimata merupakan penghubung Laut Cina Selatan dengan Laut Jawa
“Cheng Ho memanfaatkan kayu pelepak untuk membetulkan kapal. Pelepak merupakan kayu khas Belitung. Kayu ini akan mengeras jika kena air laut. Suku Bugis juga memanfaatkannya untuk membuat kapal,” ucap Ary Prihardhyanto Keim, peneliti Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Belitung, akhir Juni lalu.
Kompas mengikuti kunjungan Yayasan Negeri Rempah dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dalam kegiatan Jelajah Negeri Rempah.
Pelepak (Hopea bilitonensis) merupakan kayu berukuran kecil sampai sedang yang tergolong ke dalam suku Meranti (Dipterocarpaceae) dan marga Merawan (Hopea). Pelepak berbeda dengan anggota-anggota Merawan lainnya, terutama pada tampilan daun yang kecil, pipih, dan meruncing.
FITHROROZI UNTUK KOMPAS–Anakan Kayu Pelepak yang akan ditanam untuk pelestarian tanaman ini di Belitung.
Ary menuturkan pelepak juga pernah ditemukan di kawasan kapur Gunung Gajah di Kampar, Perak, Semenanjung Malaya. Sayangnya, kini tidak pernah terlihat lagi di sana. Praktis, keberadaan pelepak tinggal di Belitung.
Kendati demikian, sebagian masyarakat Belitung tidak mengenal kayu pelepak dengan baik. Ini patut jadi perhatian penting, sebab Pelepak secara internasional (IUCN Red List) sudah masuk kategori “Terancam Kritis” atau Critically Endangered.
“Wajar bila pelepak harus menjadi kebanggaan dan lambang tumbuhan Kabupaten Belitung dan Belitung Timur. Kayu sederhana yang murah hati,” katanya.
Konservasi
Pelepak tergolong kuat dan kokoh sehingga cocok sebagai lunas kapal. Itulah sebabnya Pelepak banyak dicari terutama oleh pembuat kapal dari suku Bugis.
Berkaitan dengan itu, pemerintah bersama komunitas warga melakukan konservasi pelepak di Bukit Peramun, Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Belitung. Upaya ini berbarengan dengan pembibitan serta pengenalannya kepada masyarakat.
FITHROROZI UNTUK KOMPAS–Pohon Pelepak di Bukit Peramun, Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, Belitung.
Selain itu, pemerintah daerah mewajibkan penanaman pelepak di halaman kantor-kantor. “Sebagian besar pegawai tidak mengenal kayu pelepak sama sekali. Bahkan, saya tahu pelepak setelah membaca buku tentang ekspedisi Cheng Ho dalam suatu kunjungan ke Jakarta,” kata Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie.
Kadal purba
Belitung juga menyimpan salah satu fosil yang menarik perhatian. Fosil ini tersimpan di Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung. Koleksi museum yang terletak di Jalan Melati Nomor 41 A ini adalah Dimetrodon.
Dimetrodon termasuk marga reptilia purba yang hidup pada jaman Permian Awal yaitu sekitar 295 juta sampai 272 juta tahun silam.
“Dimetrodon dideskripsikan sebagai kadal purba yang mempunyai sayap di punggungnya,” ucap Ary.
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY–Koleksi fosil Dimetrodon di Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Tanjung Pandan, Kabupaten Belitung, Sabtu (29/6/2019).
Namun, perlu kajian lebih mendalam dengan melibatkan paleontolog guna memastikan kebenaran identifikasi fosil itu. Mengapa? Sebab belum pernah ada laporan temuan fosil Dimetrodon di luar kawasan utara benua Amerika dan Eropa.
Terlepas dari itu semua, Fithrorozi, pegiat budaya Belitung, khawatir akan warisan sejarah dan budaya Belitung. Ia mengatakan, warisan sejarah dan budaya Belitung tengah mengalami senjakala karena sedikit sekali generasi muda yang tertarik mempelajari dan melestarikannya.
Oleh karena itu, komunitas setempat mulai bergerak untuk menjaring generasi muda dan mengenalkan warisan sejarah dan budaya.
“Suatu ancaman budaya yang sangat nyata,” ujar Fithrorozi.
Oleh FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
Sumber: Kompas, 4 Juli 2019