Potensi Jadi Sumber Bahan Pangan, Energi, dan Obat Tinggi
Belasan kandidat jenis baru flora dan fauna ditemukan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Pulau Enggano, Bengkulu. Temuan itu tak hanya memiliki manfaat besar bagi ekologi, tetapi juga berpotensi untuk dijadikan sumber baru pangan, energi, dan obat.
Berbagai temuan para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang tergabung dalam Ekspedisi Widya Nusantara 2015 ke Pulau Enggano itu, dipaparkan di Jakarta, Kamis (5/11). “Penelitian di pulau terdepan ini jadi bagian dari upaya pertahanan negara,” kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati.
Enggano terletak 100 kilometer barat Sumatera. Pulau seluas 402,6 kilometer persegi dan dihuni sekitar 3.000 jiwa itu termasuk satu dari 92 pulau terdepan Indonesia. Pulau ini masuk wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, dan menghadap Samudra Hindia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA–Kelelawar: Pteropus sp.
Eksplorasi para ahli botani, zoologi, dan mikrobiologi LIPI akhir April 2015 menemukan Enggano menyimpan kekayaan dan potensi hayati masif untuk dikembangkan di masa depan. Tingkat endemisitas flora dan fauna di Enggano amat tinggi karena pulau kecil itu dalam sejarah geologinya tak pernah bersatu dengan daratan besar Sumatera.
Selama ekspedisi, tim zoologi mendata 35 jenis burung, 13 jenis mamalia kecil, 3 jenis mamalia besar, 13 jenis reptil, 2 jenis amfibi, dan 52 jenis ikan. Selain itu, ada lebih dari 100 jenis kupu-kupu malam atau ngengat, 4 famili kupu-kupu, 15 jenis capung, 3 jenis lalat buah, 24 jenis moluska, dan 25 jenis krustasea. Belasan jenis di antaranya adalah spesies baru dan catatan baru.
Burung:Alcedo spp.–ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
“Tak menutup kemungkinan jenis-jenis itu adalah spesies endemik atau hanya ada di Pulau Enggano,” kata Ketua Tim Ekspedisi Enggano LIPI Amir Hamidy, yang juga ahli herpetologi (amfibi dan reptil) Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Catatan baru bagi kelompok mamalia kecil, yakni kelelawar, adalah codot krawar pemakan buah Cynopterus brachyotis dan kelelawar pemakan serangga Hipposideros cervinus. Catatan baru berarti jenis itu sudah ada dan terdeskripsi, tapi belum ada catatannya dari Enggano.
Reptil: Psammodynastes sp.–ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Kelelawar jenis baru adalah Pteropus sp. dan Rhinolophussp. Keterangan sp. di belakang nama ilmiah menunjukkan jenis itu teridentifikasi di tingkat genus, tetapi belum teridentifikasi di tingkat spesies. “Kelelawar berperan penting pada penyerbukan tumbuhan, menyebarkan biji-bijian hingga jadi pengendali hama,” kata Amir.
Pada kelompok burung ditemukan dua jenis baru, yakni burung pungguk Ninox spp. dan burung raja udang Alcedo spp.
Untuk kelompok ikan, jenis baru yang ditemukan adalah Stiphodon sp. Ikan unik yang ditemukan antara lain Hypseleotris sp., Redigobius sp., Stenogobius sp., dan Schismatogobius sp. Semua jenis itu adalah ikan air tawar. “Semua jenis ikan lokal terancam ikan gabus dan nila dari luar pulau,” ujarnya.
Ikan: Stenogobius sp.–ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Tim juga menemukan beberapa jenis udang-udangan atau krustasea, yakni Macrobrachium bariense dan M placidulum. Dua jenis udang itu biasanya ada di sebelah timur garis Wallace yang melintang dari Selat Makassar hingga Selat Lombok, tetapi di Enggano ukurannya lebih kecil.
Temuan flora
Untuk tumbuhan, tim LIPI mengoleksi berbagai jenis jamur, tumbuhan rendah, lumut, dan satu jenis tumbuhan baru dari kelompok jahe-jahean, yakni Zingiber sp. Ada pula salak khas Enggano, Sallaca sp. Selain itu, berbagai tanaman obat masyarakat Enggano dikoleksi, seperti dukung anak Phylanthus niruri, alang-alang Imperata cylindrica L., dan akar i’it Musa sp.
Tumbuhan Tinggi: Salacca sp.–ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
Tim mikrobiologi LIPI meneliti beragam mikroorganisme Enggano, mulai dari kapang, khamir, bakteri, aktinomisetes, arkea, hingga mikroalga. Zat aktif mikroorganisme itu diteliti dan beberapa di antaranya diyakini punya manfaat obat, antibiotika, dan energi.
Enggano juga punya potensi kayu industri, khususnya merbau yang berkekuatan tinggi. Namun, eksploitasi berlebihan kayu itu bisa membahayakan keseimbangan ekosistem Enggano.
Selain itu, riset berasal dari rumpun ilmu sosial dan kemanusiaan. Menurut Peneliti Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan LIPI Dedi Supriadi Adhuri, catatan Enggano muncul di abad ke-16 saat Kongsi Dagang Belanda (VOC) mengunjungi pulau itu pada 1645. Dulu penduduk Enggano 6.000-8.000 orang, lebih besar daripada jumlah warga sekarang. “Wabah penyakit dan fertilitas orang Enggano yang rendah membuat jumlah warga turun drastis,” ujarnya. (MZW)
ARSIP LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA–Jahe-jahean: Zingiber sp.
——-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 November 2015, di halaman 14 dengan judul “Belasan Jenis Baru Ditemukan”.