Belajar “Meniti Angin” dari Korban Stigma Sejarah

- Editor

Kamis, 5 April 2018

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Hidup di bawah keterancaman selama bertahun-tahun menjadikan masyarakat Buton tumbuh sebagai manusia yang berintuisi tajam dan mampu beradaptasi di segala situasi. Karena menerapkan aneka macam strategi untuk bertahan hidup, Buton harus rela dicap sebagai “pengkhianat” karena bersekutu dengan Belanda.

Menandai peringatan ulang tahunnya ke-65, sejarawan Universitas Indonesia Prof Susanto Zuhdi menyampaikan orasi ilmiah “Buton dan Kesadaran pada Ruang Sejarah”, Rabu (4/4/2018) di Auditorium Gedung I Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Orasi ini disambung dengan diskusi dan peluncuran buku Susanto berjudul Sejarah Buton Yang Terabaikan: Labu Rope Labu Wana dengan pembahas dosen sastra FIB UI Tommy Christommy, peneliti Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI) Dedi Supriadi Adhuri, dosen Sejarah FIU UI Kasijanto, serta moderator Saraswati Dewi.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN–Prof Susanto Zuhdi bersama Dekan FIB UI Adrianus LG Waworuntu (keempat dari kiri) dan dosen sastra FIB UI Tommy Christommy (kedua dari kiri), peneliti Pusat Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PMB-LIPI) Dedi Supriadi Adhuri (kedua dari kanan), dosen Sejarah FIU UI Kasijanto (paling kanan), serta moderator Saraswati Dewi (paling kiri) saat memaparkan Orasi Ilmiah “Buton dan Kesadaran pada Ruang Sejarah”di Auditorium Gedung 1 FIB Universitas Indonesia, Rabu (4/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dilihat dari letak geografisnya, Pulau Buton di Sulawesi Tenggara berada di lokasi yang sangat strategis karena berada di perlintasan jalur pelayaran internasional. Dalam sejarahnya, Kesultanan Buton terus-menerus berupaya menegakkan kekuasaan dan kedaulatan dari ancaman konflik internal maupun eksternal.

Dinamika konflik internal biasanya muncul saat pemilihan dan penetapan sultan Buton yang berasal dari tiga kelompok bangsawan kaomu, yaitu tanailandu, tapi-tapi, dan kumbehawa. Sementara itu, ancaman eksternal datang dari arah timur yang diidentikkan dengan “angin timur”, yaitu Ternate dan “angin barat” yaitu Gowa. Dari sisi utara, Buton juga harus berhadapan dengan perompak Tobelo dari Halmahera.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN–Prof Susanto Zuhdi saat memaparkan Orasi Ilmiah “Buton dan Kesadaran pada Ruang Sejarah”di Auditorium Gedung 1 FIB Universitas Indonesia, Rabu (4/4).

“Fakta keterancaman yang selalu datang secara periodik dari segala penjuru telah menghasilkan manusia Buton yang memiliki intuisi tajam dalam merespon perubahan ruang sejarah. Karena ancaman Gowa dan Ternate yang terus-menerus muncul, maka Buton bersekutu dengan VOC (Belanda). Dalam konteks inilah, sejarah panjang Buton masih diingat secara kolektif oleh masyarakat yang menyebut Buton sebagai ‘pengkhianat’karena bersekutu dengan Belanda,”kata Susanto.

Buton terbebas dari serangan Gowa secara besar-besaran pada 1655 setelah dibantu armada VOC Belanda di bawah pimpinan Cornelius Speelman. Menurut Susanto, stigma Buton sebagai pengkhianat tidak tepat karena dengan sebutan itu, Indonesia tiba-tiba ditarik garis lurus jauh ke belakang seolah-olah sudah ada sejak masa lampau.

“Indonesia adalah konsep baru yang baru muncul awal abad ke-20. Kita mesti memahami sejarah lokal masing-masing (kerajaan), jangan tiba-tiba melompat ke sejarah negara Indonesia. Stigma Buton itu terus-menerus diwariskan karena sejarah kurang dipahami secara kontekstual. Persekutuan antara Buton dengan VOC pada masa itu adalah persoalan bagaimana mereka harus bertahan terhadap tantangan-tantangan di sekitarnya,”paparnya.

Kesalahan pemahaman sejarah ini pula yang diduga menyebabkan kegagalan pengajuan usulan calon pahlawan nasional asal Buton, Sultan Himayatuddin 2011 lalu. Sultan Himayatuddin merupakan seorang Sultan Buton yang tidak mau tunduk pada VOC, ia bahkan pernah memimpin perang melawan VOC pada 1755.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN–Buku karya Prof Susanto Zuhdi berjudul “Sejarah Buton Yang Terabaikan: Labu Rope Labu Wana”(Edisi Revisi)

Paling adaptif
Karena ditempa oleh tantangan yang berat, banyak orang Buton akhirnya mampu beradaptasi dengan mudah terhadap situasi-situasi baru. Orang-orang Buton banyak ditemui di pulau-pulau daerah timur karena kepiawaian mereka terhadap laut.

“Orang Buton ada di mana-mana. Mereka berani mengikuti arus laut, bermigrasi bersama arah ikan tuna, dan sebagainya,”kata Dedi.

Referensi naratif Buton mengatakan tempat tinggal mereka seperti perahu. Menurut Tommy, mekanisme kultural ini akhirnya memudahkan mereka untuk memobilisasi masyarakat ketika ada ancaman. “Ada posisi di mana mereka dianggap sebagai pengkhianat. Tapi, bagi orang Buton, itu adalah upaya mereka untuk menyelamatkan ‘perahu’,”kata dia.

Ko-promotor Susanto dalam ujian disertasi, Prof Taufik Abdullah mengingatkan bagaimana kita selama ini sibuk dengan darat dan melupakan lautan. “Santo konsisten memperkenalkan sejarah kelautan Indonesia. Hanya ada dua orang yang selama ini mendalami tentang sejarah kelautan, pertama (almarhum) AB Lapian dan kedua Susanto Zuhdi,”tambahnya

Senada dengan Taufik, Kasijanto mengatakan sejarawan (almarhum) AB Lapian sebagai “Raja Laut” yang memelopori dan meletakkan dasar-dasar sejarah kelautan. “Jika pak AB Lapian dalah ‘Raja Laut”, maka Susanto adalah ‘bajak lautnya’,”seloroh Kasijanto.

Dalam konteks sejarah kelautan Nusantara, kepada Susanto, Kasijanto berharap agar Susanto menuliskan secara khusus buku tentang metodologi sejarah bahari.–ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Sumber: Kompas, 5 April 2018

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’
Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan
UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum
3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum
Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023
Tiga Ilmuwan Penemu Quantum Dots Raih Nobel Kimia 2023
Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023
Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 21 November 2023 - 07:52 WIB

Madura di Mata Guru Besar UTM Profesor Khoirul Rosyadi, Perubahan Sosial Lunturkan Kebudayaan Taretan Dibi’

Senin, 13 November 2023 - 13:59 WIB

Meneladani Prof. Dr. Bambang Hariyadi, Guru Besar UTM, Asal Pamekasan, dalam Memperjuangkan Pendidikan

Senin, 13 November 2023 - 13:46 WIB

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 November 2023 - 13:42 WIB

3 Ilmuwan Menang Nobel Kimia 2023 Berkat Penemuan Titik Kuantum

Senin, 13 November 2023 - 13:37 WIB

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 November 2023 - 05:01 WIB

Penghargaan Nobel Fisika: Para Peneliti Pionir, di antaranya Dua Orang Perancis, Dianugerahi Penghargaan Tahun 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:52 WIB

Dua Penemu Vaksin mRNA Raih Nobel Kedokteran 2023

Senin, 13 November 2023 - 04:42 WIB

Teliti Dinamika Elektron, Trio Ilmuwan Menang Hadiah Nobel Fisika

Berita Terbaru

Berita

UII Tambah Jumlah Profesor Bidang Ilmu Hukum

Senin, 13 Nov 2023 - 13:46 WIB

Berita

Profil Claudia Goldin, Sang Peraih Nobel Ekonomi 2023

Senin, 13 Nov 2023 - 13:37 WIB