Beban Mahasiswa Indonesia Lebih Berat

- Editor

Jumat, 10 Juli 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Beban satuan kredit semester mahasiswa Indonesia melebihi beban kerja mahasiswa di kebanyakan perguruan tinggi di dunia. Namun, beban yang berlebihan itu justru membuat kesempatan untuk memperdalam pemahaman atas mata kuliah yang diambil menjadi terbatas.

Mahasiswa Indonesia yang hendak menyelesaikan program S-1 harus mengambil minimal 144 satuan kredit semester (SKS). Tiap semester, seorang mahasiswa bisa mengikuti tujuh sampai delapan mata kuliah. Bandingkan dengan mahasiswa di luar negeri yang dibebani tiga sampai empat mata kuliah saja per semester.

Demikian hasil penelitian tentang “Desain Kurikulum dan Penerapan SKS di Perguruan Tinggi” sebagaimana disampaikan Rangga Handika, Ketua Tim Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Penelitian ini didukung Tanoto Foundation.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menurut Rangga, beban SKS di perguruan tinggi di dunia bervariasi. Di Amerika Serikat, misalnya, rata-rata mahasiswa dibebani empat mata kuliah per semester, di Eropa lima mata kuliah, sementara di Australasia empat sampai enam mata kuliah. Berdasarkan jam belajar, beban studi sebanyak 35-54 jam di AS, 31,5 hingga 40 jam di Eropa, serta 32-50 jam di Australia.

“Hanya sebagian kecil perguruan tinggi di negara lain yang menuntut jam belajar melebihi 40 jam per minggu. Namun, mahasiswa Indonesia belajar selama 48-54 jam per minggu,” kata Rangga, di Jakarta, Kamis (9/7).

Menurut Rangga, beban 1 SKS di Indonesia kerap disetarakan dengan 1,3 SKS di Eropa. Hal ini tak menarik calon mahasiswa asing untuk belajar di Indonesia. Akhirnya mereka mengalihkan pilihan tujuan studinya ke negara ASEAN lain dengan beban lebih ringan, seperti Singapura.

Evaluasi minimum SKS
Rangga berharap Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mengevaluasi persyaratan minimum SKS yang bersifat seragam. Untuk jenjang S-1, sebenarnya bisa dipangkas menjadi sekitar 120 SKS. “Yang penting, proses belajar dilaksanakan dengan benar,” katanya.

Ledi Trialdi, Kepala Unit Penjaminan Mutu Akademik FEUI, mengatakan, dengan adanya otonomi kampus, perguruan tinggi bisa menyesuaikan jumlah SKS dengan tetap menjaga kualitas. Jika beban SKS terlalu berat, pembelajaran menjadi tidak dalam, lebih banyak sekadar memenuhi tatap muka.

Secara terpisah, Herry Suhardiyanto, Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, yang juga Rektor Institut Pertanian Bogor, mengatakan, jumlah SKS yang diambil mahasiswa juga memuat sejumlah mata kuliah yang diwajibkan pemerintah, seperti agama dan Pancasila (Kewarganegaraan). Beban SKS di perguruan tinggi dinilai masih masuk akal.

Sihol Aritonang, Ketua Pengurus Tanoto Foundation, mengatakan, pihaknya mendukung riset untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Dukungan lain adalah memberikan beasiswa kuliah bagi mahasiswa S-1 dan S-2. (ELN)
—————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 Juli 2015, di halaman 12 dengan judul “Beban Mahasiswa Indonesia Lebih Berat”.

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 3 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB