Bayi yang lahir di desa ternyata memiliki variasi jasad renik atau mikrobiomA di saluran pencernaan yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan bayi yang lahir di kota. Hal itu menunjukkan kondisi lingkungan sangat memengaruhi keragaman dan komposisi mikrobioma yang sangat dibutuhkan bagi daya tahan dan kesehatan manusia.
Demikian temuan terbaru yang dipublikasikan di jurnal Cell Reports edisi 5 Juni 2018 dan dilansir di sciencedaily.com. Kajian tersebut dilakukan oleh Silvia Turroni dari Departemen Farmasi dan Bioteknologi University of Bologna, Italia, dan tim.
Kajian ini dilakukan dengan membandingkan keberadaan mikrobioma populasi Nigeria di pedesaan dan perkotaan. Sebagaimana diketahui, komposisi dan variasi mikrobioma terbukti memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan, terutama kaitannya terhadap adaptasi dan ketahanan terhadap penyakit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
”Kami sebelumnya berasumsi bahwa mikrobioma bayi sama di mana saja, dan perbedaan baru terjadi kemudian setelah dewasa. Kami terkejut menemukan bahwa mikrobioma bayi lahir di pedesaan tidak punya beberapa komponen yang dulu menjadi standar dari semua bayi, khususnya bahwa mereka tidak punya Bifidobacterium,” kata Silvia Turroni.
Kami terkejut menemukan bahwa mikrobioma bayi lahir di pedesaan tidak punya beberapa komponen yang dulu menjadi standar dari semua bayi, khususnya bahwa mereka tidak punya Bifidobacterium.
KOMPAS/ADHITYA RAMADHAN–Seorang bayi ditimbang di posyandu Rahardjo, Desa Savanajaya, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Maluku, Jumat (11/5/2018).
Bifidobacterium umumnya komponen paling dominan dalam mikrobioma pada bayi di dunia Barat dan diketahui menjadi kunci untuk pertumbuhan dan perkembangan. Sebaliknya, bayi yang lahir di desa memiliki variasi mikrobioma yang jauh lebih kaya dibandingkan bayi yang lahir di kota.
Demikian halnya, mikrobioma orang dewasa di desa juga lebih variatif dibandingkan di kota. Telah diketahui sebelumnya, semakin variatif mikrobioma dalam saluran pencernaan manusia, daya tahannya terhadap penyakit cenderung lebih baik.
Gap pengetahuan
“Riset ini secara spesifik didesain untuk mengisi gap pengetahuan tentang variasi mikrobioma usus manusia, sesuai dengan wilayah geografinya,” kata penulis pertama, Funmilola Ayeni dari Department of Pharmaceutical Microbiology at the University of Ibadan, Nigeria.
Riset ini secara spesifik didesain untuk mengisi gap pengetahuan tentang variasi mikrobioma usus manusia, sesuai dengan wilayah geografinya.
Dalam penelitian ini, penduduk desa yang diteliti adalah komunitas Basaa, yang sehari-hari mengonsumsi umbi-umbian, biji-bijian, dan sup dedaunan, serta air yang belun ditreatmen. Sementara masyarakat kota yang diteliti minum air yang telah diolah.
Perbedaan lainnya, bayi di desa cenderung diberi makan lebih awal, selain air susu ibu. Masyarakat urban yang diteliti dari empat kota besar Nigeria, termasuk ibu kota negara ini, Abuja.
Para peneliti menemukan populasi di desa memiliki beberapa spesies bakteri tertentu yang amat penting untuk mencerna serat. Saat dianalisis lebih lanjut, penduduk desa memiliki tingkat asam amino dan biogenik amino lebih rendah, yang menunjukkan lebih rendahnya konsumsi protein dibandingkan serat.
“Perbedaan mikrobioma yang teramati di masyarakat tradisional yang secara empiris terbukti memiliki tingkat penyakit terkait metabolisme lebih rendah dibandingkan masyarakat Barat rendah, dapat membantu kita memahami mekanisme daya tahan tubuh terhadap penyakit,” kata Ayeni.–AHMAD ARIF
Sumber: Kompas, 9 Juni 2018