Dua Lokasi Tapak PLTN Masih Direkomendasikan di Bangka
Badan Tenaga Nuklir Nasional atau Batan masih menunggu kepastian dari pemerintah terkait rencana lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir. Batan merekomendasikan dua lokasi di Pulau Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, berdasarkan studi kelayakan di lokasi tersebut.
”Posisi Batan hanya sebagai organisasi pendukung teknis sehingga reaktor belum tentu dibangun di Bangka. Bergantung pada keputusan pemerintah pusat,” ujar Kepala Batan Djarot S Wisnubroto saat dihubungi pada Minggu (24/5) di Jakarta. Batan menyatakan siap mendukung dengan bantuan teknis guna membangun PLTN di lokasi mana pun yang ditunjuk pemerintah.
Djarot menambahkan, faktor lain yang juga dipertimbangkan adalah minat pemerintah daerah untuk membangun PLTN di wilayahnya. Saat ini, pemerintah daerah yang menyatakan keinginan adalah Pemerintah Kota Batam (Kepulauan Riau), Pemprov Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga kini, Batan masih menunggu Buku Putih PLTN yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Buku putih menjadi acuan pengembangan PLTN di Indonesia, termasuk kemungkinan lokasi. Dari kabar yang diterima Djarot, ESDM sudah menyelesaikan Buku Putih PLTN dan berisi rencana pembangunan reaktor guna menghasilkan 5.000 megawatt (MW) listrik pada 2025. Bangka pun dimasukkan sebagai salah satu kemungkinan lokasi.
Batan merekomendasi Bangka setelah studi 2011-2013. Dua lokasi dinyatakan layak secara teknis, satu di Bangka Barat dan satu lokasi di Bangka Selatan.
Menurut Djarot, kapasitas satu reaktor PLTN bisa 1.000-1.400 MW, sementara kebutuhan warga di Bangka sekitar 300 MW. Kelimpahan energi bisa disalurkan ke Sumatera, bahkan Jawa. ”Listrik dari Bangka bisa mengalir melalui kabel bawah laut ke Sumatera, kemudian dari Sumatera ke Jawa,” ujarnya.
Kepala Pusat Kajian Sistem Energi Nuklir Batan Yarianto Sugeng mengatakan, di Bangka Barat luas tapak yang layak adalah 260 hektar, cukup untuk 6 unit PLTN berkapasitas masing-masing 1.000-1.400 MW. Tinggi muka tanah 5-23 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Di Bangka Selatan, tapak yang direkomendasikan 270 hektar dan bisa untuk 4 unit PLTN dengan kapasitas masing-masing sama dengan di Bangka Barat. Tinggi permukaan tanah 8-30 mdpl.
Jika terjadi banjir, antara lain karena tsunami, pemanasan global, badai, dan laut pasang, banjir diperkirakan setinggi 5 meter di Bangka. Untuk standar keselamatan minimal, jika jadi di sana, Batan mengusulkan PLTN dibangun pada ketinggian 7 mdpl. ”Dari kontur topografi, lokasi tapak memenuhi persyaratan keselamatan,” katanya.
Pengawasan
Di Jakarta, mantan Presiden BJ Habibie menuturkan, tidak masalah jika pemerintah ingin mengembangkan PLTN guna mencukupi kebutuhan listrik yang besar, antara lain untuk industri dan transportasi.
Kecelakaan nuklir di PLTN Chernobyl, Ukraina, pada 1986 dan PLTN Fukushima Daiichi di Jepang pada 2011 menimbulkan kekhawatiran di masyarakat terkait tingkat keamanan PLTN. Namun, dalam pandangan Habibie kejadian-kejadian itu tak bisa dipukul rata untuk PLTN lain. Banyak PLTN lain di Jepang, Amerika Serikat, dan Perancis tetap aman selama puluhan tahun.
”Kuncinya, pengawasan,” ujar Habibie. Untuk itu, Indonesia memiliki lembaga pengawasan nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten). Rencana membangun PLTN ada sejak era Presiden Soeharto. Saat itu, studi kelayakan dilakukan di pesisir Muria, Jawa Tengah. (JOG)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Mei 2015, di halaman 14 dengan judul “Batan Tunggu Pemerintah”.