Dua varietas unggul kedelai hitam hasil teknik iradiasi, yaitu Mutiara 2 dan Mutiara 3, dikenalkan Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dua varietas ini lebih unggul daripada generasi terdahulu Mutiara 1 dan varietas kedelai hitam lainnya.
“Salah satu kelebihannya berukuran super jumbo,” kata Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan Hendig Winarno, Jumat (3/7) di Jakarta. Peluncuran resmi hasil riset itu dilakukan Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto, Kamis lalu.
Varietas kedelai hitam jenis Mutiara, akronim mutan aplikasi teknologi isotop dan radiasi, punya berat rata-rata 23,3 gram per 100 biji, hampir dua kali lipat dari rata-rata kedelai unggul nasional. Kedelai itu dilepas Kementerian Pertanian tahun 2010.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hendig menjelaskan, Mutiara 3 lebih baik daripada generasi Mutiara 2 dan Mutiara 1. Dalam uji coba di sejumlah lokasi, Mutiara 2 berpotensi menghasilkan maksimal 3 ton per hektar dan Mutiara 3 3,2 ton per hektar.
Produksi rata-rata kedelai Mutiara 2,4 ton per hektar di atas produksi rata-rata varietas Burangrang atau Wilis yang 2,2 ton dan 2,3 ton per hektar.
Kedelai super jumbo itu hasil teknik iradiasi kedelai varietas Muria. Penelitiannya dimulai tahun 2004 dan sudah dilakukan uji penanaman di 16 lokasi.
Keunggulan varietas Mutiara berumur pendek (genjah), dipanen umur 83 hari. Kedelai ini tahan penyakit karat daun (Phakopsora pachyrhizi), hawar daun (Cercospora sp), dan hama penggerek pucuk (Melanagromyza sojae), serta tahan rebah. Varietas kedelai ini juga dapat dibudidaya di lahan sawah dan tegalan.
Kedelai ini cocok sebagai bahan baku pembuatan tahu ataupun tempe. Varietas Mutiara 1 mampu mengganti kebutuhan industri tahu dan tempe nasional yang saat ini tergantung dari kedelai impor berbiji besar. Rendemennya 50 persen lebih tinggi bila diolah jadi tahu. Kandungan proteinnya tinggi, 37,7 persen.
Swasembada
Pelepasan dua varietas unggul itu oleh Batan diharapkan turut meningkatkan produksi kedelai nasional hingga swasembada kedelai tahun mendatang. Saat ini, produksi domestik baru memenuhi 50-60 persen kebutuhan nasional. Untuk menutupi kekurangan, pemerintah mengimpor. “Terutama dari Amerika Serikat dan Brasil,” ujar Djarot.
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, produksi kedelai Indonesia sangat rendah. Produksi pada 2013 hanya 807.568 ton dari luas panen 554.132 hektar (rata-rata produktivitas perkebunan kedelai 1,46 ton per hektar).
Jumlah produksi itu jauh di bawah kebutuhan nasional yang 2,7 juta ton per tahun. Selain itu, penyediaan benih kedelai bersertifikat di dalam negeri baru 8 persen kebutuhan nasional.
Kontribusi Batan pada program kemandirian nasional produksi kedelai dilakukan melalui penelitian pengembangan dan penerapan teknik mutasi radiasi. Hingga tahun 2014, Batan menghasilkan delapan varietas unggul kedelai kuning. (YUN)
——————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 4 Juli 2015, di halaman 14 dengan judul “Batan Kenalkan Varietas Unggul Kedelai Hitam”.