”Bapak Arkeologi Indonesia” Prof Mundardjito meninggal dunia pada Jumat (2/7/2021) siang. Ia adalah tokoh yang turut mengubah perkembangan ilmu arkeologi di Indonesia.
MINDRA F—-Mundardjito (56) yang meraih gelar doktor arkeologi, 5 Juni 1993, di Kampus UI Depok, mendapat ucapan selamat dan pesan khusus dari salah satu pengujinya, Dirjen Kebudayaan Prof Dr Edi Sedyawati.
Arkeolog senior Indonesia, Prof Mundardjito (84), meninggal dunia, Jumat (2/7/2021) siang, setelah sempat dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Jenazah akan dimakamkan pada Sabtu siang di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mundardjito yang lahir di Bogor, Jawa Barat, 8 Oktober 1936, merupakan Guru Besar Arkeologi Universitas Indonesia. Ia juga pernah menjabat Kepala Jurusan Arkeologi UI. Setelah pensiun, ia aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian cagar budaya dan pernah menjadi Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Nasional dan DKI Jakarta.
Mundardjito yang kerap dipanggil Otti pernah mempelajari arkeologi di University of Athens, Yunani, dan University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Di sana, ia terpengaruh oleh pemikiran arkeolog AS, Lewis Binford, bahwa arkeologi bersifat ilmiah. Ilmu dan kerja arkeologi tidak lepas dari cabang ilmu lain.
”Pak Otti membawa pemikiran itu ke Indonesia. Dia mengenalkan metode-metode arkeologi lintas disiplin, misalnya etnoarkeologi yang merupakan campuran arkeologi dengan etnografi. Ini perubahan besar-besaran terhadap pengembangan keilmuan arkeologi Indonesia,” kata Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Wiwin Djuwita Ramelan saat dihubungi, Jumat.
Menurut Wiwin yang juga murid Mundardjito, sebelumnya arkeologi merupakan ilmu yang tradisional. Artinya, orientasi arkeologi adalah menulis masa lalu, seperti sejarah dan cerita kebesaran kerajaan Nusantara.
Kini, cakupan arkeologi meluas, yakni menggali aspek sosial, budaya, politik, hingga keseharian masyarakat masa lampau. Temuan arkeologi kemudian dianalisis dan ditafsirkan dengan beragam disiplin ilmu. Dalam 10-20 tahun terakhir, Mundardjito menjadi salah satu tokoh yang mengembangkan ilmu manajemen sumber daya arkeologi.
Peran Mundardjito di bidang arkeologi membuat ia disebut sebagai Bapak Arkeologi Indonesia oleh murid dan rekan-rekan sejawatnya. Pada 2018, Mundardjito diberi anugerah sebagai tokoh arkeologi Indonesia yang berjasa oleh IAAI. Mundardjito pun salah satu pendiri IAAI yang berdiri pada 4 Februari 1976.
”Jasanya di pendidikan, pelestarian, hingga penelitian arkeologi tidak ada duanya,” ucap Wiwin.
Mundardjito dikenal sebagai pribadi tekun dan konsisten mengembangkan ilmu arkeologi. Ia juga idealis dan perfeksionis. Ia meyakini bahwa pekerjaan arkeologi harus melalui proses yang benar dan cermat, mulai dari mencari bukti dan data, menganalisis data, hingga menafsirkan temuan.
Menurut almarhum, arkeolog tidak boleh terburu-buru menafsirkan sesuatu. Ini karena pernyataan dan hasil kerja arkeolog akan dipercayai dan menjadi pengetahuan publik. ”Bapak sangat tidak suka kalau setelah penggalian ada yang langsung memanggil wartawan. Katanya, arkeolog itu harus sabar,” kata Wiwin.
Arkeolog Djulianto Susantio, seperti dikutip dari laman Kompasiana, mengatakan, salah satu kiprah Mundardjito di bidang arkeologi adalah ikut menyusun Studi Kelayakan Arkeologi untuk proyek-proyek pembangunan. Ia disebut menguasai banyak hal tentang pelestarian arkeologi.
”Sejak pandemi, kami tidak pernah berjumpa lagi. Sampai mendengar berita kepergian beliau siang tadi. RIP Pak Otti, jejakmu masih tersisa di dunia arkeologi karena prestasi luar biasamu. Kiranya beliau pantas mendapat sebutan ’Bapak Metodologi Arkeologi Indonesia’,” tulis salah satu murid Mundardjito ini.
Pusat Informasi Majapahit
Almarhum juga dikenal lantang bersuara untuk mempertahankan cagar budaya. Pada 2009, Mundardjito meminta agar pembangunan Pusat Informasi Majapahit (PIM) di kawasan situs Trowulan, Jawa Timur, yang merupakan bagian dari kota Majapahit, dihentikan. Pembangunan PIM dinilai merusak cagar budaya yang seharusnya dilindungi.
Isu ini merebak dan mendapat kecaman sejumlah pihak. Pada Januari 2009, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik menyatakan akan menghentikan sementara pembangunan PIM.
Mundardjito mengingatkan, benda-benda cagar budaya itu bagian dari jati diri bangsa, sumber budaya nasional. ”Jangan sampai orang belajar kekayaan bangsa kita justru dari orang asing atau negeri lain,” katanya (Kompas, 3/11/2004).
Oleh SEKAR GANDHAWANGI
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 2 Juli 2021