Gempa Diduga Picu Aktivitas Vulkanik Kerinci
Hampir sebagian besar wilayah Indonesia berpotensi dilanda gempa. Namun, tak ada kemajuan besar terkait konstruksi bangunan tahan gempa. Gempa selalu diikuti kerusakan, terutama bangunan rakyat. Butuh terobosan dalam penerapan standar bangunan tahan gempa.
Gempa terbaru, Kamis (2/6), di Sumatera Barat, menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Padang Panjang, merusak 1.955 rumah warga di Sumbar dan Bengkulu. Sebanyak 80 rumah rusak berat, 443 rusak sedang, dan 1.431 rusak ringan. Beberapa orang menderita luka ringan hingga sedang.
Dari sisi kekuatan, gempa kali ini relatif kecil, yaitu M 6,5 dengan intensitas guncangan tertinggi di sekitar Painan, yaitu V-VI MMI (modified mercalli intensity) atau III dalam Skala Intensitas Guncangan-BMKG.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Menganalisis foto-foto bangunan rusak di Sumatera Barat, terlihat kebanyakan tak dibangun sesuai standar tahan gempa. Kemajuan penerapan konstruksi tahan gempa untuk bangunan masyarakat sangat lamban,” kata ahli konstruksi bangunan tahan gempa dari Universitas Islam Indonesia (UII), Sarwidi, Minggu (5/6).
Di beberapa daerah rentan dilanda gempa, konstruksi bangunannya pun banyak di bawah standar. “Apalagi, di wilayah yang lama tidak gempa. Belum tahu solusi instan mengatasi ini, tetapi jangka panjangnya memang perlu pendidikan pentingnya bangunan tahan gempa,” katanya.
Ahli gempa dan tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko mengusulkan pemetaan kerentanan permukiman rumah masyarakat di daerah rawan. Lalu, bangunan yang rentan diperkuat konstruksinya dengan teknologi tepat guna yang terjangkau.
Kegempaan Sumbar
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Padang Panjang Rahmat Triyono mengatakan, frekuensi kegempaan di Sumatera Barat sangat tinggi sehingga konstruksi bangunan tahan gempa wajib dilakukan. Lima tahun terakhir, Sumbar diguncang 1.617 gempa, yang 135 di antaranya berkekuatan di atas M 5 dan beberapa di antaranya termasuk merusak.
“Tingginya kegempaan itu karena wilayah ini memiliki tiga sumber gempa,” kata Rahmat.
Sumber gempa pertama dari pertemuan antarlempeng tektonik India-Australia dengan lempeng Eurasia berjarak 250 kilometer dari garis pantai barat Sumatera. Sumber kedua, di daerah sesar Mentawai berjarak 120 km dari garis pantai Sumbar, dan sumber ketiga Sesar Sumatera, memanjang dari Lampung sampai Aceh. Sesar itu melewati beberapa kabupaten di Sumbar: Kabupaten Solok Selatan, Solok, Tanah Datar, Padang Panjang, Bukit Tinggi, Agam, dan Pasaman.
Aktivitas Kerinci
Selain memicu kerusakan ribuan rumah, gempa pekan lalu juga diduga memicu erupsi Gunung Kerinci di Jambi. Menurut ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, riset terbaru menunjukkan aktivitas kegempaan terkait aktivitas vulkanik. “Saya duga, meningkatnya aktivitas Gunung Kerinci terkait erat dengan gempa 2 Juni lalu,” ujarnya.
Irwan mencatat kenaikan aktivitas gunung api di Sumatera seusai gempa 2004, 2005, dan 2007, di antaranya Gunung Seulawah (Aceh), Gunung Talang (Sumatera Barat), dan Gunung Marapi (Sumatera Barat). Ada dua jenis picuan peningkatan aktivitas vulkanik akibat gempa, yaitu dinamis dan statis.
“Picuan dinamis disebabkan lepasnya gelombang gempa dan kemudian mengguncang kantong magma. Efeknya lebih cepat, seperti di Kerinci. Selain itu, ada juga yang bersifat statis, yaitu tertekannya kantong magma secara perlahan, tetapi menerus. Responsnya lebih lama,” katanya.
Meski demikian, menurut Kepala Bidang Pemantauan Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Gede Suantika, pengaruh guncangan gempa Sumbar belum bisa dipastikan pemicu erupsi Gunung Kerinci. Aktivitas Kerinci sudah naik sejak 2007.
“Erupsi kemarin masih sama tipenya dengan sebelumnya. Kalaupun gempa ini memengaruhi kegiatan vulkanik Kerinci, kemungkinan baru akan dirasakan pengaruhnya pada letusan yang akan datang,” ujarnya. (AIK)
————————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Juni 2016, di halaman 13 dengan judul “Bangunan Tahan Gempa Stagnan”.