Pertahanan siber Indonesia dinilai rentan terhadap serangan negara lain. Pemerintah berencana membentuk Badan Siber Nasional yang akan mengoordinasi keamanan siber di semua kementerian dan lembaga negara.
”Kami sedang merumuskan struktur organisasinya. Dalam waktu dekat, lembaga ini akan terbentuk,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara seusai bertemu Presiden Joko Widodo, Selasa (6/1), di Jakarta.
Menurut Rudiantara, fungsi pertahanan siber bukan hanya untuk bertahan, melainkan juga harus bisa untuk melawan jika ada serangan. Nantinya Badan Siber Nasional itu akan mengoordinasi seluruh potensi di kementerian dan lembaga negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski ancaman serangan siber di Indonesia tak separah di Korea Utara, ancaman itu tetap ada. ”Serangan siber bisa dideteksi dari negara mana saja. Namun, perlu dipastikan apakah serangan itu sengaja ditujukan ke Indonesia atau dimanfaatkan untuk menyerang negara lain,” katanya.
Pada era digital saat ini, lanjut Rudiantara, dibutuhkan pertahanan siber yang mampu menangkis serangan asing. ”Tidak mungkin pertahanan dilakukan hanya mengandalkan peralatan militer konvensional,” ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, belum ada lembaga yang memagari pertahanan siber di Indonesia. Pertahanan siber bersifat sektoral di setiap kementerian dan lembaga negara. ”Sistem di PLN (Perusahaan Listrik Negara) bisa diserang dari luar. Begitu juga dengan sistem perbankan,” kata Tedjo.
Rencana pembentukan Badan Siber Nasional itu dibicarakan dalam rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo. Selain Tedjo dan Rudiantara, hadir pula Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Mutlak diperlukan
Menurut Ruby Alamsyah, praktisi siber media, ancaman terhadap infrastruktur strategis Indonesia bisa terjadi kapan saja. Oleh karena itu, sistem keamanan siber mutlak diperlukan, baik untuk menangkal serangan peretasan dan penyebaran program yang bisa merusak atau mengganggu sistem teknologi maupun serangan lebih tinggi berupa advanced persistent threat.
Kesadaran membangun sistem pertahanan siber, kata Ruby, merupakan hal positif. Harapannya, sektor-sektor milik pemerintah terlindungi dan kerugian negara dapat dihindari. Serangan siber terjadi saat penyadapan pihak tertentu pada saluran komunikasi pejabat pemerintahan Indonesia.
Bahkan, Joko Widodo pernah disadap ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta tahun 2012. (NDY)
Sumber: Kompas, 7 Januari 2015