Avip Nur Yulian, Mengubah Gelombang Laut Menjadi Listrik

- Editor

Rabu, 20 Maret 2013

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sempat Salah Rumus, Rela Tak Ikut Ujian Nasional

Sebagai negara ­kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumber daya laut melimpah, mulai ikan hingga ­gelombang. Salah satu potensi, ­gelombang laut, terus digali. Adalah Avip Nur Yulian, pelajar SMA 2 Kudus, yang ingin ­mengubah ombak samudera menjadi ­pembangkit listrik.

’’Alat ini akan ditempatkan di tebing curam di Indonesia sebagai tempat untuk menaikturunkan tenaga pembangkitnya,’’ ujar Avip memulai pembicaraan tentang penelitiannya yang lolos menjadi salah satu proyek di ajang International Conference of Young Scientists (ICYS) itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pembangkit listrik yang ditelitinya menggunakan hukum induksi Faraday. Dalam penelitiannya, remaja yang lahir di Grobogan 17 tahun silam itu membuat sebuah prototipe. Cara kerjanya, pertama, ombak laut akan diterima oleh pelat. Lalu, magnet neodymium yang terikat di pelat akan bergerak di dalam kumparan.

Dengan bantuan gravitasi bumi, magnet akan keluar lagi. Perubahan fluks magnet yang terjadi akan menghasilkan listrik. ’’Proses ini akan mengubah ombak laut menjadi listrik dan berlangsung selama ombak laut ada,’’ ucap putra pasangan Radjab Sutrisno dan Eny Budi Hastuti itu.

Avip menuturkan, penggunaan ombak sebagai energi listrik dapat diterapkan dalam skala kecil maupun besar. Dalam skala ru­mah tangga, proyek ini dapat langsung diterapkan dengan alat-alat sederhana. Daya yang dibutuhkan dapat tercukupi dengan memperhitungkan kumparan pada alat yang dipasang.

Dia mencontohkan, dari prototipe sederhananya, dengan 2.700 lilitan, maka daya listrik yang dihasilkan mencapai 3,12 miliwatt. Jadi, jika kumparan ditambah, maka daya yang diha­sil­kan semakin besar.

Melihat kondisi di Indonesia de­ngan banyak pulau kecil yang belum teraliri listrik, pembangkit ini dapat diterapkan di pulau-pu­lau tersebut. Selain tidak menggunakan bahan bakar, pem­bang­kit listrik ini dapat dirangkai de­ngan bahan-bahan sederhana yang murah dan sumber daya alam yang selalu tersedia.

’’Ombak laut tersedia sangat banyak di Indonesia, namun sayang pemanfaatannya belum ada,’’ beber siswa yang menjuarai Indonesian Science Enter­prise Challenge 2011 tersebut.

Pindah ke Laut Selatan

Menurunya, penelitian yang berjudul Ocean Waves Energy to Generate Electrical Power in an Island with Steep Cliff Coast ini sempat salah penerapan rumus. Untung, kesalahan tersebut diketahui sebelum penelitiannya diajukan ke lomba.

’’Saya sempat salah dalam penerapan rumus arus yang terukur, sehingga otomatis konsep yang saya buat salah total dan harus memperbaiki semua,’’ ujarnya.

Dengan penelitiannya tersebut, siswa kelas XII IPA ini berhasil menyingkirkan sekitar 40 peneliti lain di tingkat Jawa Tengah. Di tingkat nasional, ia bersaing ketat dengan sekitar 70 siswa peneliti lain.

Setelah sukses melaju ke kejuaraan internasional, tantangan cukup berat kini dihadapi Avip. Dia dipastikan tidak dapat mengikuti ujian nasional (UN) utama pada 15-19 April mendatang. Pasalnya, International Conference of Young Scientists (ICYS) rencananya digelar di Bali pada 15-22 April.

’’Tim Indonesia yang akan mengikuti ICYS akan mengikuti UN susulan di Kementerian Pendidikan,’’ katanya.

Untuk mematangkan karya­nya, lokasi penelitian yang semula di Pantai Teluk Awur Jepara dipindah di laut selatan agar menghasilkan energi yang lebih besar.

’’Saya mencoba memperkuat penelitian ini dengan mencari lokasi yang memiliki ombak lebih besar untuk membandingkan hasilnya,’’ kata dia.

Selain itu, pembinaan dari Surya Institute terus dilakukan, terakhir pada 14-16 Febuari di Bandung. Ke depan, pembinaan akan kembali dilakukan pada 16-18 Maret dan 12-14 April. Tang­gal 15 April Avip akan mengikuti kompetisi ICYS di Bali yang diikuti peserta dari 32 negara. (Septina Nafiyanti-59)

Sumber: Suara Merdeka, 20 Maret 2013

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru
Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa
Zaman Plastik, Tubuh Plastik
Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes
Kalender Hijriyah Global: Mimpi Kesatuan, Realitas yang Masih Membelah
Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?
Wuling: Gebrakan Mobil China yang Serius Menggoda Pasar Indonesia
Boeing 777: Saat Pesawat Dirancang Bersama Manusia dan Komputer
Berita ini 131 kali dibaca

Informasi terkait

Sabtu, 5 Juli 2025 - 07:58 WIB

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Rabu, 2 Juli 2025 - 18:46 WIB

Petungkriyono: Napas Terakhir Owa Jawa dan Perlawanan Sunyi dari Hutan yang Tersisa

Jumat, 27 Juni 2025 - 14:32 WIB

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Juni 2025 - 08:07 WIB

Suara yang Menggeser Tanah: Kisah dari Lereng yang Retak di Brebes

Sabtu, 14 Juni 2025 - 06:58 WIB

Mikroalga: Si Hijau Kecil yang Bisa Jadi Bahan Bakar Masa Depan?

Berita Terbaru

Artikel

AI Membaca Kehidupan: Dari A, T, C, G ke Taksonomi Baru

Sabtu, 5 Jul 2025 - 07:58 WIB

Artikel

Zaman Plastik, Tubuh Plastik

Jumat, 27 Jun 2025 - 14:32 WIB