Di tengah- tengah kondisi minimnya pendanaan, kalangan perguruan tinggi tetap berinisiatif melakukan riset. Selain dilandasi misi mengembangkan ilmu pengetahuan, hal itu juga tak lepas dari tujuan berkontribusi pada kebutuhan masyarakat.
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prastowo mengatakan, fluktuasi pendanaan riset menjadi tantangan para peneliti untuk tetap dapat melakukan penelitian inovatif dan berguna bagi masyarakat. Karena itu, persoalannya bukan seberapa besar dana yang diterima, melainkan seberapa besar manfaat yang ditimbulkan dari penelitian dengan sumber dana yang terbatas.
”Besaran ideal dana penelitian sangat relatif. Idealnya, dana penelitian itu cukup untuk merealisasikan peta jalan (road map) penelitian,” kata Prastowo ketika dihubungi dari Jakarta, Minggu (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Total alokasi dana riset secara nasional pada 2017 sebesar Rp 24,9 triliun, tetapi yang benar-benar digunakan untuk riset hanya Rp 10,9 triliun. Dari Rp 10,9 triliun ini, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristek dan Dikti) mengimplementasikan dana ristek Rp 2,41 triliun, sisanya oleh kementerian/lembaga lain.
Dalam rangka mendongkrak hasil riset, pada 2018 ini Kemristek dan Dikti meluncurkan pendanaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat. Dana penelitian Rp 1,291 triliun, sedangkan Dana Pengabdian kepada Masyarakat Rp 138,8 miliar (Kompas, 17 Januari 2018).
Berbagai upaya penggalangan dana penelitian dilakukan IPB agar penelitian tidak hanya tergantung pada dana Kemristek dan Dikti. Sumber dana lain, seperti dari Kementerian Pertanian, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, dan mitra swasta.
Umpan balik
Menurut Prastowo, IPB sejak 1963 berupaya mengintegrasikan penelitian dan pengabdian masyarakat agar tercipta relasi yang relatif mapan. Penelitian yang ada terumuskan manakala kegiatan pengabdian masyarakat berlangsung. Dari sana, gairah penelitian ikut tergugah seiring dengan masalah yang teridentifikasi di lapangan.
”Membangun atmosfer itu yang relatif sulit, tetapi ketika atmosfer itu sudah terbangun, maka daya kompetisinya akan menjadi tinggi. Karena itu, ternyata kegiatan pengabdian masyarakat itu memberikan umpan balik yang tidak kecil untuk secara terus-menerus meningkatkan kinerja penelitian,” ujarnya.
Saat ini IPB memiliki 220 lokasi model agrobisnis yang tersebar di seluruh Indonesia, sebagai wujud pengabdian pada masyarakat. Selama tiga tahun terakhir, jumlah penelitian IPB meningkat seiring jumlah kegiatan pengabdian masyarakat. Pada 2015, jumlah penelitian 1.397 judul dengan 1.106 kegiatan pengabdian masyarakat. Pada 2016, jumlah penelitian meningkat menjadi 1.466 judul dengan 1.207 kegiatan pengabdian masyarakat.
Selama ini, kata Prastowo, IPB memiliki lima fokus penelitian, yaitu bidang pangan, energi terbarukan, sumber daya alam dan lingkungan, serta biologi dan kesehatan. Riset paling besar dilakukan di bidang pangan.
Secara terpisah, Direktur Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Indonesia Heri Hermansyah mengatakan, dana riset yang terbatas tentu menghambat optimalisasi penelitian. Pada 2016, UI mendapatkan dana riset dari Kemristek dan Dikti serta Kementan sebesar Rp 44 miliar, pada 2017 Rp 38 miliar, dan pada 2018 Rp 58 miliar.
Tiga bidang yang menjadi fokus penelitian di UI adalah sains dan teknologi, sosial humaniora, serta rumpun ilmu kesehatan.
Selama ini, kata Heri, UI juga berupaya untuk mendapatkan pendanaan riset dari mitra swasta dan internal kampus. ”Tidak mudah mencari dana riset dari perusahaan-perusahaan swasta. Ini karena rata-rata perusahaan swasta di Indonesia masih dalam tahap perakitan, bukan pengembangan inovasi. (DD18)
Sumber: Kompas, 19 Februari 2018