Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

- Editor

Minggu, 16 Februari 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kehadiran Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi AI bisa memberikan manfaat, namun di sisi lain dapat menimbulkan ancaman bagi peradaban manusia dan kemanusiaan. Lalu bagaimana kita harus menyikapinya?

AI belakangan menjadi pembahasan banyak pihak sejak booming-nya ChatGPT. Sejumlah raksasa teknologi pun berlomba-lomba menciptakan Al. Tak heran jika sejumlah pakar teknologi mengingatkan mengenai potensi bahaya AI di masa depan.

Perkembangan teknologi AI yang begitu cepat telah merambah berbagai lini kehidupan masyarakat. AI telah menjadi ‘dewa’ untuk banyak orang dalam mempercepat sebuah pekerjaan, mulai dari teknologi, pendidikan, sosial dan lain sebagainya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Meski AI kian canggih, setidaknya sejumlah pakar telah mengingatkan potensi bahaya dari teknologi tersebut. Bos Tesla, Elon Musk, misalnya, mengingatkan potensi bahaya AI di masa depan yang menurutnya bisa menyebabkan kehancuran peradaban. Ia telah berulang kali memperingatkan mengenai bahaya Al. Pada 2018 silam ia bahkan menyebut AI lebih bahaya dibandingkan nuklir maupun Korea Utara.

Dikutip dari laman NYPost, Musk mengatakan, ketergantungan pada AI untuk melakukan tugas-tugas yang tampaknya sepele, lambat laun akan menciptakan manusia yang bahkan lupa cara mengoperasikan mesin yang mengaktifkan AI sejak awal. “Bahkan ketergantungan ringan pada AI/otomasi berbahaya bagi peradaban jika dilakukan terlalu jauh sehingga kita akhirnya lupa cara kerja mesin,” kata CEO SpaceX itu.

Meski dirinya berulang kali memperingatkan bahaya AI, namun sebagaimana diketahui, Musk selama ini dikenal sebagai salah satu sosok yang ikut menjadi bagian perlombaan Al. Sebagai contoh, perusahaannya Tesla sangat bergantung pada kecerdasan buatan untuk melakukan pekerjaannya.

Selain itu, Musk juga menjadi anggota pendiri OpenAl, perusahaan di belakang ChatGPT.

Sementara itu, Geoffrey Hinton yang juga dikenal sebagai “bapak kecerdasan buatan”, menyatakan mundur dari Google sembari memperingatkan bahaya AI yang akan berkembang ke depannya. Hinton bahkan mengatakan dia menyesali pekerjaannya dan menyebut bahaya AI chatbots cukup menakutkan. “Saat ini, mereka tidak lebih pintar dari kita. Tapi saya pikir mereka mungkin akan segera (lebih pintar),” kata Hinton dikutip dari BBC.

Selama ini, penelitian Dr. Hinton terkait neural network dan deep learning yang melandasi lahirnya AI seperti ChatGPT. Dalam kecerdasan buatan, neural network adalah sistem yang mirip dengan otak manusia dalam belajar dan memproses informasi. Hal ini memungkinkan AI untuk belajar dari pengalaman layaknya manusia atau yang kemudian dikenal dengan deep learning.

Pendiri Microsoft Bill Gates juga memperingatkan mengenai bahaya Al. Menurutnya, kemunculan AI akan mengubah masyarakat dalam beberapa cara yang sangat berpengaruh. Yang paling berbahaya menurutnya jika penerapan AI dilakukan untuk peperangan. “Tempat yang menurut saya paling memprihatinkan yaitu sistem senjata,” kata Gates dikutip dari CNBC.

Sedangkan Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM), Prof Dr. Ir Ridi Ferdiana, ST, MT, IPM, menyampaikan kehadiran AI memudahkan pekerjaan manusia, membantu lebih kreatif dan lebih produktif. Namun, AI bisa menimbulkan ancaman besar saat ada pihak-pihak yang mengembangkan varian baru AI yang menyalahi etika.

“Al jadi berbahaya ketika ada orang pintar yang paham AI dan membuat varian baru AI yang menyalahi etika seperti penyalahan terkait dengan privasi seperti perubahan muka dan sebagainya. Itu bahaya yang paling mengerikan,” paparnya saat menyampaikan paparan terkait Open AI dan Chat GPT dalam Sekolah Wartawan, dikutip dari situs ugm.ac.id, Senin (26/6/2024) lalu.

Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM ini menyebutkan bahwa kondisi tersebut tidak bisa dicegah. Oleh sebab itu, harus ada counter measure untuk mengatasi persoalan ini. Misalnya ada peneliti-peneliti AI yang mampu mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dan memasukkan ke aturan yang bertanggung jawab terkait Al. Dengan begitu, saat timbul kejadian penyimpangan bisa dilakukan penindakan secara hukum.

Ridi menjelaskan, kemunculan AI ini justru menjadi titik transformasi bagi pendidik dan hal ini tidak bisa dihindari lagi. Menurutnya, AI membawa kemajuan terutama untuk hal-hal yang bersifat produktivitas. Hanya saja yang menjadi persoalan utamanya, dunia pendidikan saat ini tidak bisa lagi menggunakan pendekatan penilaian secara konvensional. Penilaian diubah dengan sistem yang tidak dapat dipelajari oleh mesin.

Sedangkan Ketua Prodi Magister Pendidikan Matematika, Pascasarjana Universitas Pasundan, Prof Dr. HR Poppy Yaniawati, MPd mengatakan AI menawarkan potensi yang menjanjikan di bidang pendidikan, terutama untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran.

Kendati demikian, di sisi lain muncul kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan peran, bahkan mengambil alih pekerjaan manusia di berbagai industri. Hal itu diprediksi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi.

Kekhawatiran lainnya muncul ketika penggunaan AI disebut-sebut bisa mengurangi peran penting tenaga pendidik dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik tidak lagi mendapatkan interaksi sosial dan emosional yang dibutuhkan dalam proses pendidikan.

“Hal ini menjadi perhatian serius dan alasan utama mengapa penggunaan AI masih menuai kontroversi. Belum lagi kekhawatiran akan adanya kesenjangan akses dan kemampuan peserta didik,” terangnya.

Poppy menambahkan, para pendidik harus terlatih menggunakan teknologi AI dengan efektif, etis, dan transparan, termasuk privasi dan perlindungan data peserta didik. Budaya eksperimen, eksplorasi, dan inovasi harus dibangun, sehingga baik pendidik maupun peserta didik bisa mengatasi implikasi yang berpotensi negatif.

“Pendidik mesti membantu peserta didiknya dalam memahami dan memanfaatkan AI daripada mengabaikan atau melarang,” ujarnya.

Kepala Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kemendikdasmen Wibowo Mukti dalam catatannya di sebuah acara UNESCO Digital Learning Week 2024 menyebutkan ada beberapa poin yang disampaikan mengenai aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam integrasi AI di bidang Pendidikan.

Menurutnya, integrasi AI di sektor pendidikan memerlukan pendekatan yang berpusat pada manusia, yang memastikan bahwa teknologi digunakan untuk mendukung dan memberdayakan peserta didik, guru, dan komunitas pendidikan secara keseluruhan. Implementasi AI yang berpusat pada manusia, sangat penting untuk memastikan bahwa AI tidak mengganggu hak asasi atau memperkuat ketidaksetaraan sosial.

Kurikulum pendidikan harus menyesuaikan dan terus berkembang agar dapat mencakup literasi digital yang mendalam dan dapat mempersiapkan generasi mendatang yang akan banyak berhubungan dengan Al.

Kurikulum yang Lebih Adaptif
Negara-negara di Eropa dan Asia telah mulai merancang kurikulum yang lebih adaptif, yang mengintegrasikan kompetensi AI seperti etika, teknik aplikasi AI, dan pemikiran kritis terkait AI. Kurikulum ini tidak hanya berfokus pada pengajaran teknik penggunaan AI, tetapi juga membekali peserta didik dengan kemampuan untuk memahami implikasi sosial dan etis dari teknologi ini. Misalnya, kurikulum harus mencakup bagaimana AI mempengaruhi pekerjaan, kehidupan pribadi, dan hak asasi manusia.

Kesenjangan digital menjadi tantangan besar dalam penerapan AI di bidang pendidikan termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesenjangan ini diperlukan investasi yang signifikan dalam infrastruktur teknologi, terutama di daerah-daerah terpencil. Selain itu, program-program inklusif yang menyediakan akses teknologi bagi peserta didik dari kelompok kurang mampu harus menjadi prioritas.

Pertimbangan etis untuk AI sangat penting dalam transformasi digital pendidikan, dan berfokus untuk memastikan bahwa AI digunakan dengan cara yang menghormati privasi, melindungi hak individu, hak intelektual, mengedepankan keadilan dan transparansi yang artinya ketika AI digunakan untuk melakukan pengolahan data, maka data yang digunakan harus jelas sumber dan kewenangan penggunaan datanya.

Penerapan AI dalam pendidikan membutuhkan kesiapan yang komprehensif, termasuk dalam hal manajemen risiko. AI tentunya dapat menimbulkan berbagai risiko, seperti memperburuk ketidaksetaraan sosial atau meningkatkan ketergantungan pada teknologi. Oleh karena itu, setiap lembaga pendidikan yang ingin mengimplementasikan AI perlu melakukan penilaian kesiapan dan membuat manajemen risiko untuk mengidentifikasi potensi dampak negatif lalu mencari solusi yang tepat.

Peningkatan literasi digital dan AI untuk guru dan peserta didik merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa teknologi ini dapat diintegrasikan dengan baik ke dalam proses pembelajaran atau tata kelola pendidikan. Guru harus dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan AI sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, sementara peserta didik harus dibekali dengan literasi digital tingkat dasar sejak dini sebelum mempelajari literasi AI yang lebih kompleks.

Terakhir, pesan utama dari UNESCO Digital Learning Week 2024 bahwa AI memiliki potensi luar biasa untuk mengubah pendidikan, tetapi transformasi ini harus dipandu oleh prinsip etika yang kuat, inklusivitas, dan kolaborasi lintas sektor guna memastikan bahwa AI berfungsi sebagai kekuatan untuk kebaikan dalam pendidikan dan masyarakat luas.

Oleh Fathurroji NK

Disalin dari: Majalah Gontor, Sya’ban 1446H/ Februari 2025

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia
Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama
Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an
AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas dengan Kecerdasan Artifisial
Menilik Pengaruh Teknologi Kecerdasan Buatan dalam Pendidikan
Daftar Peraih Nobel 2024 beserta Karyanya, Ada Bapak AI-Novelis Asal Korsel
Seberapa Penting Penghargaan Nobel?
Berita ini 4 kali dibaca

Informasi terkait

Minggu, 16 Februari 2025 - 09:06 WIB

Masalah Keagenan Pembiayaan Usaha Mikro pada Baitul Maal wa Tamwil di Indonesia

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:57 WIB

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:52 WIB

Jembatan antara Kecerdasan Buatan dan Kebijaksanaan Manusia dalam Al-Qur’an

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:48 WIB

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Februari 2025 - 08:44 WIB

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Berita Terbaru

Berita

Perkembangan Hidup, Teknologi dan Agama

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:57 WIB

Berita

AI di Mata Korporasi, Akademisi, dan Pemerintah

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:48 WIB

Berita

Ancaman AI untuk Peradaban Manusia

Minggu, 16 Feb 2025 - 08:44 WIB