Dalam kasus pembunuhan yang dilakukan anak-anak, para pelaku juga dianggap sebagai korban. Mereka harus mendapatkan pendampingan psikologis dengan pendalaman dari berbagai aspek selama kasus hukum berjalan.
Dugaan pembunuhan yang dilakukan NF, remaja putri berumur 15 tahun terhadap APA, bocah perempuan 5 tahun, pada Kamis (5/3/2020) lalu mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Selain memastikan adanya pendampingan psikologi terhadap pelaku, penanganan kasus tersebut harus mengacu pada undang-undang, baik Undang-Undang Perlindungan Anak maupun UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
Selain menyampaikan duka yang sedalam-dalamnya kepada keluarga anak korban yang meninggal, Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nahar juga mengawal proses penanganan terhadap NF. ”Yang perlu menjadi perhatian kita semua bahwa anak pelaku (dugaan pembunuhan) juga korban. Ia harus mendapatkan pendampingan psikologis yang tepat dan harus ada pendalaman dari berbagai aspek selama proses penyelesaian kasus,” ujar Nahar di Jakarta, Senin (9/3/2020).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam menangani kasus NF, Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Polres Metro Jakarta Pusat telah meminta Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta melakukan pendampingan dan pemeriksaan psikologis terhadap adik pelaku yang merupakan saksi kunci dalam kasus ini.
Selain mendampingi anak pelaku, P2TP2A juga diminta melakukan asesmen (penilaian) mendalam terkait kasus ini hingga tuntas, serta memastikan anak pelaku segera mendapatkan pendampingan dari psikolog klinis dan psikolog anak.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto juga menyampaikan prihatin atas peristiwa yang melibatkan anak-anak, baik korban maupun pelaku. Dia meminta semua pihak memberikan perhatian, terutama masyarakat, lingkungan, dan tetangga dari korban dan pelaku, serta saksi, untuk menyikapi kasus ini dengan bijak.
”KPAI meminta semua pihak dan masyarakat luas tidak menyebarkan identitas apa pun terkait pelaku dan korban kepada publik karena hal tersebut merupakan pelanggaran hukum,” kata Susanto.
Perhatikan kepentingan anak
KPAI juga mendorong pihak kepolisian agar proses hukum terhadap NF tetap memperhatikan pemenuhan hak-hak anak demi kepentingan terbaik bagi anak. Dengan demikian, penanganannya harus tetap mengacu pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
”KPAI akan terus berkoordinasi, memantau, dan memastikan agar proses ini berjalan dengan baik. Apalagi, anak (pelaku) masih berusia 15 tahun, tentu UU Sistem Perlindungan Anak. Tentu proses pemantauan dan pengawasan KPAI semata-mata memastikan anak (pelaku) terlindungi dari berbagai hal yang tidak kita inginkan,” kata Susanto.
Pada bagian lain, mewakili lembaga KPAI, Susanto mengimbau seluruh masyarakat dan orangtua agar meningkatkan semangat kebersamaan dalam meningkatkan pengawasan dan kontrol terkait dengan aktivitas anak dalam mengakses tayangan film dan konten-konten di dunia siber.
”Kami mengajak para pekerja-pekerja seni dan produser film agar menginisiasi program-program film yang inovatif, ramah dan aman bagi anak, serta bernuansa edukatif dan menstimulasi penumbuhan karakter positif bagi seluruh anak Indonesia,” kata Susanto.
Oleh SONYA HELLEN SINOMBOR
Editor: ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Sumber: Kompas, 10 Maret 2020