Indonesia membutuhkan lebih banyak sosok akademisi di perguruan tinggi yang tidak hanya pandai mendidik dan berinovasi. Para akademisi diharapkan juga mampu menjadi contoh dn insporasi bagi semua pemangku kepentingan di perguruan tinggi dengan memiliki visi untuk menghadirkan solusi bagi masa depan.
Dukungan pemerintah untuk memunculkan lebih banyak akademisi dari kalngan dosen dan pimpinan perguruan tinggi diberikan lewat digelarnya penghargaan pemimpin akademik atau Academic Leader Award. Penghargaan untuk pertama kalinya ini diberikan bertepatan dengan perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 2018.
Direktur Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Sabtu (18/8/2018), mengatakan Academic Leader Award merupakan ajang apresiasi Pemerintah Indonesia bagi dosen dan pemimpin perguruan tinggi dalam negeri yang setia berdedikasi dan berinovasi untuk pembangunan dan peningkatan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
DOKUMENTASI HUMAS KEMRISTEKDIKTI–Anugerah Academic Leader 2018 diberikan Kemristekdikti bagi para dosen dan pimpinan perguruan tinggi.
“Ajang ini dibuat lantaran selama ini jarang sekali ada penghargaan serupa yang diberikan pemerintah kepada kinerja akademisi di Indonesia,” ujarnya.
Ajang ini dibuat lantaran selama ini jarang sekali ada penghargaan serupa yang diberikan pemerintah kepada kinerja akademisi di Indonesia.
Ghufron berharap penghargaan tersebut berdampak signifikan terhadap iklim akademik di Indonesia. Sebab, melalui ajang ini, pemerintah tidak akan lagi kesulitan menyaring bibit-bibit unggul akademisi yang paripurna di masa depan, dan mampu membawa perubahan bagi institusi pendidikan di tempat mereka mengabdi.
DOKUMENTASI HUMAS KEMRISTEKDIKTI–Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi, Kemristekdikti, Ali Ghufron Mukti (kiri) meneyrahkan nuherah Acedemic Leader 2018 bagi pimpinan perguruan tinggi. Tampak di foto Rektor ITB Kadarsah Siryadi menerima penghargaan untuk rektor dari perguruan tinggi negeri badan hukum.
Akademisi yang diberikan anugerah Academic Leader Award 2018 terbagi dalam beberapa kategori. Di kategori dosen sebagai “Academic Leader” untuk bidang sains dianugerahkan pada Fitri Khoerunnisa (Universitas Pendidikan Indonesia) sebagai penemu biomaterial untuk pengolahan/pemurnian air (bioflokulan/membrane) dan bionutrient.
Sementara penghargaan untuk bidang teknologi dianugerahkan pada Agus Purwanto (Universitas Sebelas Maret) sebagai penemu dan pengembang teknologi pembuatan baterai lithium pertama di Indonesia. Adapun di bidang Kesehatan dianugerahkan pada Wiku Bakti Bawono Adisasmito (Universitas Indonesia) untuk inovasi jamu hewan Herbachick dan HerbaFit yang mampu meningkatkan kesehatan hewan secara alami dan aman dikonsumsi manusia.
Penghargaan bidang Pertanian dianugerahkan pada Achmad Subagio (Universitas Jember) sebagai penemu agroindustri Modified Cassava Flour/MOCAF: Integrated farming berbasis singkong di lahan suboptimal untuk meningkatkan pemerataan pembangunan dan ketahanan pangan nasional.
Adapun penghargaan bagi dosen dengan “Tugas Tambahan” sebagai pemimpin perguruan tinggi swasta dianugerahkan pada Harjanto Prabowo (Universitas Bina Nusantara) yang berhasil membawa Universitas Bina Nusantara menjadi satu-satunya PTS asal Indonesia yang masuk ke dalam rangking 50 besar Asia;
Penghargaan bagi Rektor/Direktur perguruan tinggi negeri/PTN satuan kerja dianugerahkan pada Samsul Rizal (Universitas Syiah Kuala) yang berhasil menerapkan konsep pengembangan mutu terstruktur dan berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan akreditasi institusi dari C menjadi A dan membawa kebijakan baru bidang akademik, dengan menerapkan pendidikan percepatan doktor lewat pemakaian dana sendiri. Ia juga menggerakkan sumber daya manusia untuk meningkatkan jumlah publikasi internasional dari 964 artikel menjadi 4.810 artikel.
Penghargaan bagi Rektor PTN Badan Layanan Umum dianugerahkan pada Ravik Karsidi (Universitas Sebelas Maret) sebagai sosok gencar mendorong hilirisasi produk riset hasil karya dosen UNS dan di tingkat nasional. Ia juga berhasil menerapkan Sistem Perencanaan Berbasis pada Cost Structure Analysis (CSA) yang membantu penyusunan DIPA UNS secara transparan dan akuntabel.
Untuk Rektor di PTN Badan Hukum diberikan pada Kadarsah Suryadi (Institut Teknologi Bandung) yang dianggap telah memperjuangkan ITB untuk bergerak dari “Research University” menuju “Entrepreneurial University”.
DOKUMENTASI HUMAS KEMRISTEKDIKTI–Peningkatan mutu perguruan tinggi untuk menghasilkan publikasi ilmiah didukung dengan melanggankan e-journal.
Jurnal elektronik
Selain itu, dukungan untuk peningkatan kualitas PT di Indonesia juga dilakukan Kemristekdikti dengan melanggankan e-journal senilai Ro 14,815 miliar. Peneliti, dosen, dan mahasiswa di Indonesia dapat mengakses database tersebut secara gratis sebagai referensi berkualitas bagi penelitian dan publikasi.
Direktur Pengelelolaan Kekayaan Intelektual Kemenristekdikti Sadjuga menyatakan, tahun ini, langganan database e-journal dibagi dalam empat paket untuk seluruh perguruan tinggi dan dua paket untuk lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) di bawah koordinasi Kemenristekdikti.
Database e-journal yang dilanggan antara lain, EBSCO (Agriculture Plus, Computers & Applied Science, Engineering Source), Cangage (Business and Economic, Educational Database, Social Science, Humanities and Arts), ProQuest (Arts & Humanities, Biological Science Database). Khusus untuk Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) ditambah dengan database Science Direct (Engineering, Chemical Engineering, Decision Science, Environmental Science, Social, Energy, Chemistry, Earth and Planetary, Biochemistry, Genetics and Molecular Biology) dan Scopus.
Sadjuga mengatakan saat ini masih minim publikasi ilmiah peneliti, dosen, dan mahasiswa Indonesia di jurnal ilmiah yang terindeks oleh pengindeks internasional bereputasi. Secara umum itu disebabkan naskah yang diajukan dinilai kurang bermutu dalam hal orisinalitas dan kebaruan. Perihal orisinalitas dan kebaruan inilah sebagai akibat rendahnya akses pada referensi primer atau kekurangmutakhiran referensi database peneliti, dosen, dan mahasiswa Indonesia.
“Kami memahami berlangganan e-journal ini mahal, sehingga akses dosen, peneliti ataupun mahasiswa terhadap referensi primer seperti ini terbatas. Bertahap, jika anggaran lebih besar kami akan berlangganan database e-journal bidang – bidang ilmu yang strategis lainnya, ” kata Sadjuga.–ESTER LINCE NAPITUPULU
Sumber: Kompas, 20 Agustus 2018