Selama 21 hari, peneliti dari berbagai negara akan mengarungi Samudra Hindia dalam Survei Demonstrasi sebagai bagian dari persiapan Ekspedisi Internasional Samudra Hindia Kedua. Salah satu fokusnya menyelidiki konsentrasi sampah plastik yang tertahan di samudra itu.
Para peneliti menumpang Kapal Riset (RV) Dr Fridtjof Nansen milik Norwegia yang akan berlayar atas nama Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). Kapal berangkat Jumat (26/6) dan berakhir di Mauritius. Ada 16 peneliti dari 12 negara ikut, antara lain Indonesia (3 peneliti), Norwegia, Madagaskar, Belanda, dan India.
“Kami akan menyurvei profil ekologi, gyre (sistem besar perputaran arus), produksi plankton, ikan mesopelagis, dan mengambil sampel debris (endapan). Dari debris, kami mempelajari kandungan partikel sampah plastik,” kata Ketua Tim Peneliti Survei Demonstrasi Reidar Toresen di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (25/6), di sela penyambutan RV Dr Fridtjof Nansen. Turut hadir, Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo, perwakilan FAO untuk Indonesia Mark Smulders, dan Pelaksana Tugas Duta Besar Norwegia Hilde Solbakken.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kapal Riset RV Dr Fridtjof Nansen bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (25/6). Kapal itu akan berlayar selama 21 hari dengan membawa 16 peneliti yang akan mempelajari Samudra Hindia. Tujuan akhir adalah Mauritius.–KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA
Toresen menjelaskan, peneliti memperkirakan ada konsentrasi tinggi sampah plastik di Samudra Hindia, dari ukuran besar hingga mikro. Kondisi itu mengancam kelangsungan pangan asal laut bagi manusia, mengingat kandungan sampah bisa mengganggu insang ikan dan kehidupan organisme laut lain. Peneliti menargetkan data rinci terkait konsentrasi sampah, apalagi sangat jarang riset di Samudra Hindia.
Peneliti pada Balai Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Indah Lutfiyati, salah satu peneliti yang ikut, mengatakan, Samudra Hindia jadi tempat pertemuan arus dari arah barat ke timur di sekitar ekuatorial, arus dari utara Sumatera, dan dari utara Jawa. Sampah plastik kemungkinan terbawa arus-arus tersebut.
Sampah tertahan di Samudra Hindia, karena ada mekanisme gyre. “Gyre membuat arus berputar berlawanan arah jam di Samudra Hindia. Kondisi itu dipengaruhi gaya Coriolis di sekitar ekuator dan Ekman transport yang membelokkan 45 derajat angin dari utara,” tutur Indah.
Mark Smulders menuturkan, sampah kelautan dan plastik berukuran mikro ancaman yang terus membesar terhadap organisme di laut, tetapi signifikansinya belum cukup dipahami. Itu membuat riset dengan RV Dr Fridtjof Nansen akan sangat bermanfaat terkait ketahanan pangan asal laut.
Smulders menyebut, 600-800 juta penduduk di dunia secara langsung atau tidak, bergantung pada ikan untuk hidup sehari-hari. Di sisi lain, ikan sumber utama protein dan zat gizi penting.
Dalam survei dengan RV Dr Fridtjof Nansen, ada 33 titik lokasi di Samudra Hindia yang akan jadi fokus. Rutenya lebih kurang 3.400 mil laut. (JOG)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Juni 2015, di halaman 18 dengan judul “Fokus pada Sampah Plastik Samudra Hindia”.