Survei eksplorasi minyak dan gas di perairan Indonesia didorong menggunakan kapal riset nasional. Selain menghemat, itu turut mendorong pengembangan riset.
“Kajian kami, kapal riset kita idle (menganggur). Perlu ada program nasional agar dimanfaatkan dalam kegiatan eksplorasi migas,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo saat pidato dalam peluncuran buku Kenangan Gerak Langkah Prof Dr Aprilani Soegiarto, M.Sc dalam Pengembangan Ilmu Kelautan dan Sumberdaya Manusianya, Kamis (30/4), di Jakarta.
Saat ini, dari semua survei (mencakup survei seismik, lokasi, dan risiko bahaya) eksplorasi migas di wilayah laut Indonesia, 80 persen menggunakan kapal survei asing. Pemanfaatan kapal riset milik lembaga penelitian dan pengembangan pemerintah bisa meningkatkan target komponen lokal, khususnya bidang jasa survei seismik kelautan untuk eksplorasi migas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat ini ada 16 kapal riset, antara lain milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), LIPI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, serta Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL. Kemampuan kapal dan sumber daya manusianya relatif baik.
Kapal Riset Baruna Jaya I milik BPPT bisa mendeteksi keberadaan kotak hitam pesawat AirAsia QZ 8501 yang jatuh. “Kapal bisa mendapat sinyal ping dan menemukan lokasi kotak hitam berukuran 30-50 sentimeter di radius 6 kilometer. Apakah itu biasa saja?” ujar Indroyono.
Oleh karena itu, Kementerian Koordinator Kemaritiman meminta Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menerapkan aturan yang tak hanya menganjurkan, tetapi mewajibkan penggunaan kapal nasional dalam survei eksplorasi migas. Ia juga mempertemukan SKK Migas dengan lembaga-lembaga pemerintah pemilik kapal riset, dan SKK Migas akan meninjau kemampuan kapal riset pemerintah.
Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam Ridwan Djamaluddin menambahkan, uji coba survei seismik eksplorasi migas akan dilakukan di selatan Selat Makassar menggunakan KR Baruna Jaya II. Lokasi itu rekomendasi pakar pada SKK Migas.
Demi meningkatkan kemampuan survei, pemerintah cukup berinvestasi pembaruan instrumen survei pada kapal. Untuk itu akan diajukan tambahan anggaran pada 2016. “Kami tidak mengejar keuntungan, tetapi peningkatan frekuensi penggunaan kapal,” katanya.
Sementara itu, Aprilani Soegiarto, pakar penelitian oseanografi, menilai, sumber daya manusia bidang kelautan banyak, tetapi belum terarah. (JOG)
—————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 2 Mei 2015, di halaman 13 dengan judul “Pemanfaatan Kapal Riset Pemerintah Minim”.