Mengakhiri karier di militer menyisakan sebuah persimpangan hidup bagi Ren Zhengfei yang saat itu berusia 44 tahun. Dia meninggalkan karier sebagai insinyur di Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Tiongkok tahun 1987 untuk mendirikan Huawei, perusahaan dagang yang bergerak di bidang telekomunikasi dan berkantor di sebuah gedung permukiman di kota Shenzhen.
Dengan bermodal 3.000 yuan, Zhengfei harus mengumpulkan rekan karena persyaratan mendapatkan izin berusaha swasta mengharuskan modal awal sebesar 20.000 yuan dan setidaknya lima orang sebagai pendiri. Kelahiran perusahaan yang dibidani Zhengfei berbarengan dengan munculnya perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi dan mendapat dukungan dari pemerintah, seperti Great Dragon, Datang, dan ZTE.
Keputusan menggarap sektor telekomunikasi dilatarbelakangi kondisi Tiongkok yang belum berkembang saat itu. Pada 1978, tercatat hanya ada 2 juta pelanggan telepon, atau penetrasi 0,38 persen dibandingkan populasi negara tersebut. Hal itu menempatkan Tiongkok pada peringkat ke-120, di bawah negara-negara Benua Afrika.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Keputusan pemimpin Tiongkok Deng Xiaoping memodernisasi segala lini kehidupan di Tiongkok, salah satunya telekomunikasi, melalui strategi transfer teknologi dengan ditukar pasar, membuat negeri ini diserbu perusahaan global, seperti Fujitsu dan NEC dari Jepang, Ericsson dari Swedia, Bell dari Belgia, Alcatel dari Perancis, AT&T dari Amerika Serikat, Siemens dari Jerman, dan Nokia dari Finlandia.
Great Dragon, Datang, dan ZTE yang terhitung masih bayi tidak mau kalah untuk maju menantang raksasa dari tanah seberang. Tak ketinggalan Huawei, yang tergolong perusahaan swasta.
Angsa hitam (Cygnus atratus) merupakan hewan yang menjadi daya tarik di Huawei Industrial Base yang terletak di daerah Bantian, Shenzhen, Tiongkok, Kamis (23/4). Setiap jam makan siang, kolam tempat angsa-angsa itu berenang didatangi para karyawan yang ingin menghabiskan waktu istirahat dengan bersantai sejenak.
Kompas/Didit Putra Erlangga Rahardjo
Setelah 20 tahun berlalu, keadaan berbalik 180 derajat. Beberapa raksasa dan perusahaan baru itu kini bertukar tempat, termasuk Huawei. Menurut buku The Huawei Story yang ditulis Tian Tao, Zhengfei meyakini bahwa hidup berjalan mengikuti siklus, yakni sesuatu akan tumbuh dari kecil menjadi besar lantas menjadi layu dan hilang. Apakah hal yang sama berlaku untuk Huawei? Itulah pertanyaan yang kerap menghantui Zhengfei.
Terbuka
Tahun 2015 menjadi kesempatan ke-12 bagi Huawei untuk memaparkan perkembangan perusahaan mereka kepada para analis melalui perhelatan Global Analyst Summit yang digelar di salah satu hotel berbintang di Shenzen. Sebanyak 400 analis finansial diundang untuk mendengarkan paparan pencapaian kinerja perusahaan sepanjang tahun 2014 serta mengetahui strategi perusahaan sepanjang tahun ini.
Laporan diberikan meski Huawei bukan perusahaan terbuka. Di hadapan para analis, Fan Chan yang bertindak selaku Wakil Presiden Akunting Huawei memaparkan bahwa perusahaan tersebut mencatatkan pendapatan kotor sebesar 288,2 miliar yuan (46 miliar dollar AS) dan meraup laba bersih sepanjang tahun 2014 sebesar 27,9 miliar yuan (4,48 miliar dollar AS), naik sebesar 9,7 persen dari tahun sebelumnya.
Pendapatan Huawei paling banyak disumbang dari bisnis infrastruktur telekomunikasi dengan para operator sebagai klien, menyumbang 67 persen; diikuti produk untuk konsumen dengan komposisi 26 persen, dan solusi bagi korporasi sebesar 7 persen. Pasar mereka kini terhampar dari dalam negeri Tiongkok, ke Asia Pasifik, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah. Pada 2014, perusahaan ini sudah bertengger di peringkat ke-285 pada daftar 500 perusahaan dengan pendapatan bruto terbesar menurut Fortune.
Eric Xu yang bertindak selaku CEO Huawei memaparkan strategi perusahaan yang lebih terbuka dalam menjalankan kolaborasi dengan pihak lain dan lebih agresif ketimbang tahun sebelumnya. Strategi ROADS yang mereka terapkan memiliki misi mendampingi operator telekomunikasi untuk bertransformasi menjadi perusahaan yang mampu menyapa era digital melalui efisiensi dan optimalisasi. Mereka juga mendorong munculnya teknologi baru melalui riset yang melibatkan banyak pihak di laboratorium yang tersebar di beberapa negara, seperti Swedia atau India.
“Kami menanam investasi 350 juta dollar AS selama tiga tahun untuk riset terkait metodologi berikut perangkat untuk mentransformasi jaringan dan pusat data,” ujar Xu.
Huawei juga mengeluarkan dana senilai 200 juta dollar AS untuk mengembangkan sistem yang memungkinkan layanan telekomunikasi bisa divisualisasikan secara nyata sehingga bisa muncul prediksi, rekomendasi, dan aksi yang tanggap. Untuk lini bisnis konsumen, Xu merencanakan perbaikan pelayanan bagi konsumen lebih ekstensif melalui layanan 24 jam dan menggabungkan daring (dalam jaringan/online) dan luring (luar jaringan/offline).
Kompas/Didit Putra Erlangga Rahardjo—
Ruang pamer di dalam Huawei Industrial Base di Distrik Longgang, Kota Zhenzhen, Tiongkok, Kamis (23/4). Berbagai model telepon pintar dan alat telekomunikasi dipamerkan di ruang itu.
Huawei sudah menyiapkan portofolio untuk menyambut era teknologi di masa mendatang. Perusahaan itu memenangi 387 kontrak telekomunikasi untuk pengadaan infrastruktur jaringan long term evolution (LTE) dan sudah menghadirkan teknologi lebih lanjut, yakni LTE Advanced (LTE-A), bagi 64 operator dari berbagai negara. Apabila LTE membuat seseorang bisa menikmati kecepatan akses hingga puluhan megabit per detik, LTE-A memungkinkan akses internet hingga ratusan megabit per detik.
Tidak berhenti di situ, Huawei bergabung dalam konsorsium pengembangan teknologi seluler generasi kelima (5G). Saat ini memang masih tertahan pada tataran konsep, mengingat belum ada standar teknologi yang ditetapkan. Yang pasti, mereka sudah menjalankan serangkaian tes dan karya ilmiah untuk mewujudkan cita-cita memiliki jaringan 5G komersial pada tahun 2018.
Pertanyaan
Buku The Huawei Story yang disusun dari kumpulan naskah pidato Ren Zhengfei setidaknya bisa memberikan gambaran atas keberhasilan Huawei bertahan hidup dan bertengger sebagai perusahaan telekomunikasi global nomor dua dari sebelumnya perusahaan yang tumbuh dari pasar tingkat karesidenan (county) di Tiongkok.
Semua tidak lepas dari peran Zhengfei yang meramu dan merumuskan karakter perusahaan yang terbuka dan memiliki mekanisme otokritik untuk beberapa kali mengubah arah perusahaan. Pada fase 10 tahun pertama, perusahaan ini menerapkan gaya agresif melalui perang harga dan muncul pula tudingan bahwa Huawei berkongsi dengan pemerintahan lokal demi mendapatkan tender, seperti dituliskan dalam buku China’s Telecommunications Revolution yang ditulis Eric Harwit.
Beberapa peristiwa dunia ataupun insiden dari dalam perusahaan mendorong Zhengfei untuk membuat perubahan. Misalnya, mengeluarkan dana untuk pembaruan manajemen bekerja sama dengan IBM, reformasi kepegawaian, dan menerapkan skema kepemimpinan melalui CEO bergilir.
Sistem CEO bergilir yang diterapkan sejak empat tahun lalu dijabat secara bergantian oleh Ken Hu, Eric Xu, dan Guo Ping masing-masing selama enam bulan. Pengambilan keputusan tetap dilakukan secara bersama meski hanya ada satu orang yang memiliki wewenang untuk menjalankan.
Head of International Media Affairs Huawei Joe Kelly memaparkan, salah satu filosofi dari CEO bergilir adalah formasi V yang dibuat burung sewaktu terbang untuk menghemat tenaga bagi anggota kawanan. Yang tidak banyak diketahui, burung yang ada di posisi paling depan berganti posisi dalam waktu tertentu.
Pertanyaan lain yang mengemuka adalah Huawei yang bersikeras untuk tidak mendaftarkan nama mereka di bursa efek. Saham Huawei ternyata dimiliki oleh karyawan mereka yang jumlahnya 70.000 orang dari total 170.000 orang yang tersebar di 170 negara dengan komposisi terbesar dimiliki Zhengfei, yakni 1,4 persen.
Kelly menjelaskan, setiap karyawan yang berkewarganegaraan Tiongkok memiliki hak untuk membeli saham dan jumlah yang bisa dibeli ditentukan oleh performanya di perusahaan. Karyawan yang tidak berkewarganegaraan Tiongkok dalam beberapa tahun ini dimungkinkan untuk memiliki saham melalui program tertentu.
“Karyawan yang memiliki saham perusahaan akan memiliki motivasi kerja yang baik karena mereka akan melihat perusahaan mereka sebagai investasi jangka panjang yang patut diperjuangkan,” tutur Kelly.
Terdapat sebuah kolam di kawasan Huawei Industrial Base di Bantian, daerah pinggiran di Kota Shenzhen. Pada waktu istirahat makan siang, beberapa karyawan mengerubungi tepinya sambil membawa makanan untuk angsa hitam (Cygnus atratus) yang tinggal di sana meski spesies itu dikenal berasal dari Eropa.
Berkaca dari teori angsa hitam yang diperkenalkan Nicholas Taleb, yang mengajak orang tetap waspada akan kemungkinan terjadinya peristiwa yang besar dan mengubah sejarah, hal itu dapat menjadi simbol yang diletakkan Huawei untuk selalu setia pada karakternya dan berharap mampu bertahan lebih lama.
Didit Putra Erlangga Rahardjo
Sumber: Kompas Siang | 28 April 2015