Jarang Memasak Makanan, Neanderthal Punah

- Editor

Senin, 27 April 2015

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Manusia Neanderthal diduga punah karena jenis manusia purba itu gagal memanfaatkan api dibandingkan “saudara sepupu” mereka, Homo sapiens purba. Data yang diungkap berbagai ahli peneliti Neanderthal menyebutkan bahwa Homo sapiens mampu bertahan hidup karena bisa mendapatkan kalori lebih dari makanan yang dimasak.

Dari sumber makanan yang sama, jumlah kalori akan lebih banyak jika makanan tersebut dimasak lebih dulu. Kalori ini dibutuhkan untuk bertahan hidup di alam liar. Seiring waktu, secara populasi, manusia modern anatomis (Homo sapiens anatomis) akan meningkat berdasarkan model matematis yang disimulasikan para ahli dalam pertemuan tahunan Society for American Archaeology, seperti dilaporkan Live Science.

“Penggunaan api bisa jadi memberikan keuntungan signifikan bagi populasi manusia. Api juga merupakan faktor penting dari punahnya manusia Neanderthal,” ungkap Anna Goldfield, kandidat doktor arkeologi dari Universitas Boston, Amerika Serikat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Manusia Neanderthals punah sekitar 40.000 tahun lalu atau sekitar 5.000 tahun setelah kedatangan manusia modern pertama. “Isu tentang kepunahan Neanderthal sangat kompleks dan hanya sedikit yang setuju dengan teori kepunahan tersebut,” kata Goldfield.

Dia meyakini bahwa keahlian memanfaatkan api membuat manusia modern mampu mengungguli manusia Neanderthal dalam hal bertahan hidup.

Mengolah makanan dengan cara memasak juga bermanfaat untuk membunuh bakteri sehingga makanan lebih aman dikonsumsi.

e90ebc42217d488885b85b384163faa8Goldfield dan ahli biologi matematika Ross Booton dari Universitas Sheffield, Inggris, menggunakan model matematika untuk menyimulasikan bagaimana populasi manusia modern anatomis dan Neanderthal bisa berubah akibat penggunaan api dalam cara hidup mereka.

Dari model itu diungkap, Neanderthal lebih jarang menggunakan api untuk memasak makanan. Temuan fosil di beberapa situs, antara lain Roc de Marsal dan Pech de l’Aze IV di barat daya Perancis, menunjukkan, mereka jarang atau tidak konsisten menggunakan api meski sudah ribuan tahun berada di tempat tersebut.

“Di situs itu ditemukan puluhan ribu alat batu dan tulang hewan, namun tidak ada bukti penggunaan api,” kata Dennis Sandgathe, arkeolog di Universitas Simon Fraser, Kanada, yang menggali situs tersebut.

Para ahli juga menyelisik populasi rusa, sumber makanan kedua populasi ini. Peningkatan populasi manusia modern anatomis menyebabkan Neanderthal kesulitan mendapatkan rusa untuk makanan mereka.

Sementara itu, The Huffington Post melaporkan hasil studi yang dipublikasikan jurnal Antiquity. Jurnal itu menyebutkan, manusia Neanderthal yang tinggal di wilayah utara Spanyol, sekitar 50.000 tahun lalu, memasak menggunakan daun kamomil dan daun seribu (Achillea millefolium). Kedua jenis daun ini memiliki cita rasa yang disukai Neanderthal dan ternyata berkhasiat lebih sebagai anti mikroba dan parasit.

Para ahli juga menemukan hubungan kandungan kimia alami dari tumbuhan dengan daging asap dan daging yang dimasak setelah meneliti gigi Neanderthal. Keterkaitan itu ditemukan oleh tim yang dipimpin Karen Hardy dari Universitas Barcelona, Spanyol.

Sabrina Krief dari Museum Sejarah Alam di Paris dan rekannya setuju bahwa Neanderthal bisa jadi menggunakan herbal untuk obat dan penguat rasa pada makanan. Neanderthal mengonsumsi herbal setelah mengamati perilaku simpanse yang gemar mengunyah dedaunan pahit dan tanah yang memiliki rasa. Kebiasaan itu dilakukan simpanse sebelum dan selama hewan itu mengonsumsi daging.

Misteri punahnya Neanderthal hingga sekarang masih terus diteliti para ahli.

(LIVESCIENSE/ARCHAEOLOGI.ORG)

Lusiana Indriasari
Sumber: Kompas Siang | 22 April 2015

Yuk kasih komentar pakai facebook mu yang keren

Informasi terkait

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?
Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia
Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN
Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten
Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker
Lulus Predikat Cumlaude, Petrus Kasihiw Resmi Sandang Gelar Doktor Tercepat
Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel
Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina
Berita ini 5 kali dibaca

Informasi terkait

Rabu, 24 April 2024 - 16:17 WIB

Tak Wajib Publikasi di Jurnal Scopus, Berapa Jurnal Ilmiah yang Harus Dicapai Dosen untuk Angka Kredit?

Rabu, 24 April 2024 - 16:13 WIB

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 April 2024 - 16:09 WIB

Siap Diuji Coba, Begini Cara Kerja Internet Starlink di IKN

Rabu, 24 April 2024 - 13:24 WIB

Riset Kulit Jeruk untuk Kanker & Tumor, Alumnus Sarjana Terapan Undip Dapat 3 Paten

Rabu, 24 April 2024 - 13:20 WIB

Ramai soal Lulusan S2 Disebut Susah Dapat Kerja, Ini Kata Kemenaker

Rabu, 24 April 2024 - 13:06 WIB

Kemendikbudristek Kirim 17 Rektor PTN untuk Ikut Pelatihan di Korsel

Rabu, 24 April 2024 - 13:01 WIB

Ini Beda Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Versi Jepang dan Cina

Rabu, 24 April 2024 - 12:57 WIB

Soal Polemik Publikasi Ilmiah, Kumba Digdowiseiso Minta Semua Pihak Objektif

Berita Terbaru

Tim Gamaforce Universitas Gadjah Mada menerbangkan karya mereka yang memenangi Kontes Robot Terbang Indonesia di Lapangan Pancasila UGM, Yogyakarta, Jumat (7/12/2018). Tim yang terdiri dari mahasiswa UGM dari berbagai jurusan itu dibentuk tahun 2013 dan menjadi wadah pengembangan kemampuan para anggotanya dalam pengembangan teknologi robot terbang.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO (DRA)
07-12-2018

Berita

Empat Bidang Ilmu FEB UGM Masuk Peringkat 178-250 Dunia

Rabu, 24 Apr 2024 - 16:13 WIB