Lima pelajar Indonesia berprestasi dalam Konferensi Internasional Peneliti Muda 2015 di Turki. Mereka menyabet satu medali emas, satu perak, dan tiga perunggu.
Kelima pelajar itu menyisihkan 500 pelajar Indonesia dalam seleksi sejak Juli 2014. “Seleksi awal di 11 provinsi, lalu tingkat nasional, dan terpilih lima pelajar,” kata kepala rombongan Indonesia Monika Raharti dihubungi dari Jakarta, Sabtu (25/4).
Medali emas dari kategori Environmental Science diraih Nausheen Bhat, siswa kelas XII Spins International School Surabaya. Risetnya tentang kulit buatan dari lidah buaya yang bisa dijadikan bahan pelapis dompet.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siswi SMA Santa Laurentia Tangerang, Banten, Natasya Sulistyo, meraih perak dari kategori Life Science melalui riset pemanfaatan pare (sayuran) untuk pengobatan diabetes.
Adapun dua perunggu dari kategori Environmental Science diraih Albertus Magnus Aryatama, siswa SMA Tri Mulya Bandung, dan Wisnu Murti Sri Budiarto, siswa SMA Adria Pratama Mulya, Tangerang. Aryatama meneliti pemberantasan hama memanfaatkan serangga, sedangkan Wisnu meriset pewarnaan kain batik memakai bahan alami dari secang, kunyit, dan daun suji.
Satu perunggu lagi diraih Christopher Andrew dari kategori Fisika. Siswa SMA Gloria 1 Surabaya itu membuat alat pengukur tinggi tanaman yang dapat memberi akurasi lebih baik dan dapat digunakan di ruang gelap.
Dihubungi dari Jakarta, Natasya mengatakan, ia bersyukur bisa berprestasi. Dibantu para pendamping, ia sempat ganti tema riset. “Awalnya, saya meneliti pemanfaatan ekstrak karet untuk membasmi cacing di usus ayam. Namun, para pendamping menilai riset itu sulit diaplikasikan. Apalagi panitia setempat tidak mengizinkan praktik riset menggunakan hewan hidup,” ujarnya.
Sebelum berangkat, kata Monika, para peneliti dari Center For Young Scientists serta beberapa dosen Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Parahyangan Bandung mendampingi para calon peserta olimpiade.
Mereka mempertajam penelitian pelajar. Tujuannya, para peneliti muda itu lebih matang mempresentasikan hasil riset.
Menurut Monika, kelima pelajar berangkat tanpa bantuan dana dari pemerintah pusat. “Para peserta membayar pribadi,” katanya. Ia beberapa kali mendatangi kantor kementerian dan mengirim surat audiensi, tetapi tak satu pun berhasil. (GER)
——————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 April 2015, di halaman 14 dengan judul “Pelajar Indonesia Raih Lima Medali”.