Secara internasional PBB memproklamasikan pada 2015 sebagai tahun cahaya dan teknologi berbasis cahaya. Slogannya ”Light for Change” (Cahaya untuk Perubahan).
Penetapan ini mengingatkan kita akan peran strategis, inovatif, reformasif-revolusif dan vital cahaya bagi kehidupan human dan infrahuman. Cahaya memengaruhi ritme hidup manusia, hewan, dan tumbuhan.Suksesi siang dan malam, terang dan gelap, mulanya diterima sebagai fenomena alam yang lumrah dan otomatis. Matahari diklaim sebagai sumber cahaya kosmos.
Sejak dahulu manusia tergiur untuk mengamati cahaya di horison. Peradaban klasik di Tiongkok, India, Mesir, Yunani, Arab, Persia, dan Maya menyibukkan diri dengan astrologi, terbukti dari penetapan rasi bintang, format kalender dan konstruksi siklus waktu.Banyak ahli perbintangan tertarik mengamati dan menginterpretasi lautan cahaya di langit demi aplikasi praksis pelayaran, pertanian, penentuan pergantian musim, pengobatan dan ritual. Kelak para astronom berhasil menjaraki dan menganalisis obyek-obyek di kejauhan jagat raya yang sebelumnya hanya dikagumi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Beberapa filsuf dan astronom Yunani menghubungkan esensi cahaya dan pancarannya dengan kesanggupan manusia untuk melihat. Kata Plato: ”Indra penglihatan mengamati matahari, bulan dan bintang di langit. Pengamatan ini mendorong kita untuk menyelidiki dan berfilsafat.”
Sekitar tahun 150, Claudius Ptolemeus berhasil mengamati lebih dari 1.000 bintang dengan mata telanjang. Ia mendeteksi pancaran, penyebaran, dan refleksi bias pada cermin, yang kelak melandasi pemahaman cahaya secara matematis-geometris. Penemuan teleskop yang dilengkapi teknik komputer canggih dewasa ini telah memetakan tak terhitung rahasia bintang di galaksi dan cahaya yang dipancarkannya dengan lebih obyektif.
Cahaya dikategorikan sebagai komponen utama pendongkrak pengetahuan, sivilisasi, dan kebudayaan. Penemuan, inovasi, dan pengembangan cahaya sebagai fenomen alam secara ilmiah dan aplikasinya mempermudah pemahaman komprehensif tentang kosmos. Teknologisasi medis, seni, fotografi, perfilman, dan sarana komunikasi publik tak bisa dipikirkan tanpa cahaya.
Momentum tahun cahaya dilatari beberapa jubileum seputar eksplorasi ilmiah pada zona cahaya. 2015 diperingati 1.000 tahun awal penelitian optik. Sekitar 400 tahun silam para insinyur Perancis mengembangkan prototipe pertama mesin tenaga surya; 200 tahun kemudian fisikawan Perancis, Augustin Jean Fresnel, memublikasikan karya perdananya tentang teori gelombang cahaya. Dengan teorinya tentang elektro dinamik, pakar fisika Skotlandia, James Clerk Maxwell, merumuskan dasar teori listrik dan magnet pada 1865.
Pada 1915, Albert Einstein memperkenalkan teori monumentalnya tentang relativitas umum. Pada 1965, Arno Penzias dan Robert Wilson menemukan radiasi yang menyebar merata di seluruh ruang alam semesta, tetapi tidak dapat ditentukan sumbernya. Radiasi ini dinamakan cosmic background (radiasi latar belakang kosmis) yang terbukti sebagai sisa-sisa Big Bang (dentuman besar). Penemuan mereka membenarkan adanya Big Bang.
Pada tataran ilmiah, tahun cahaya internasional hendak membangkitkan kesadaran dan memupuk kehausan inovatif di bidang cahaya dan energi. Lembaga ilmiah dari pelbagai disiplin ilmu disokong demi merangsang eksperimen serta inovasi teknologi cahaya, penemuan, dan pengembangan potensi energi.
Ciri-ciri, karakter dan faedah cahaya hanya diorbitkan melalui penelitian ilmiah. Cahaya Big Bang mendeskripsikan awal universum. Spektrum cahaya dari sinar X hingga inframerah memungkinkan teknologi yang mengubah hidup kita. Interaksi cahaya dengan tubuh manusia dalam ranah medis membantu diagnosis, terapi dan langkah operatif yang efektif dan efisien.
Tahun cahaya menantang pihak pengambil keputusan politik agar kebijakan yang diambilnya bukan melulu berorientasi praksis-material, melainkan juga abstrak-ilmiah. Kemajuan tak bisa dipikirkan tanpa penelitian dan pengetahuan. Negara-negara maju tak sungkan-sungkan mengalokasikan dana besar untuk bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sektor ini masih dianaktirikan di Indonesia yang lebih berfokus pada ekonomi sebagai panglima pembangunan.
Dari perspektif ekologi, tahun cahaya mengajak kita untuk secara dramatis mengurangi dan memberantas kontaminasi dan polusi cahaya. Gaya hidup dengan konsumsi cahaya dan energi secara sewenang-wenang dan tak bertanggung jawab dikritik dan dikikis. Energi dan cahaya harus dihemat. Pengembangan sumber-sumber cahaya dan energi yang murah, efisien, ramah lingkungan dan regeneratif tak bisa ditawar-tawar. Kualitas moral dan politik suatu bangsa turut ditentukan pergaulannya dengan cahaya dan energi.
Fidelis Regi Waton, Alumnus Filsafat Politik Humboldt-Universitaet zu Berlin, Jerman
———————–
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 10 April 2015, di halaman 6 dengan judul “Tahun Cahaya”.