Pemerintah Bantu Sediakan Calon Dosen dengan Beasiswa
Perguruan tinggi swasta diharapkan dapat memenuhi rasio dosen tetap dan mahasiswa sesuai dengan ketentuan pemerintah. Jika mengandalkan dosen honorer, dikhawatirkan lulusan kurang berkualitas karena tugas dosen tidak hanya memberi ilmu di kelas, tetapi menyediakan ruang diskusi setiap saat.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah perguruan tinggi mengandalkan tenaga dosen tidak tetap. Jumlah dosen tidak tetap lebih besar ketimbang dosen tetap (Kompas, 7 April 2015). Kelayakan rasio dosen tetap dan mahasiswa sulit terpenuhi.
Dalam surat edaran Direktur Kelembagaan dan Kerja Sama Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi disebutkan, pemerintah bakal memberikan peringatan kepada program studi bidang ilmu pengetahuan alam dengan nisbah 1 dosen berbanding 30 hingga 300 mahasiswa. Peringatan juga akan diberikan kepada program studi bidang ilmu pengetahuan sosial yang rasio 1 dosen berbanding 45 hingga 300 mahasiswa. Perguruan tinggi yang melanggar akan dilarang menerima mahasiswa baru dan tidak mendapat layanan dari pemerintah yang bisa berdampak kepada mahasiswa.
“Kalau dosen honorer (tidak tetap), biasanya pertemuan hanya sebatas dalam kelas. Itu tidak mencukupi. Dosen harus memberikan ruang diskusi, komunikasi, dan bergaul dengan peserta didiknya,” kata pengamat pendidikan Djoko Santoso, Selasa (7/4), di Jakarta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dengan adanya dosen tetap, menurut Djoko, ruang diskusi yang tersedia lebih besar karena dosen selalu berada di kampus. Interaksi dosen dengan mahasiswa lebih intens. Dosen juga harus menunjukkan kepada mahasiswa cara melaksanakan tugas sebagai ilmuwan, seperti bekerja di laboratorium dan riset berbasis keilmuan. Bahkan, dosen dapat melibatkan mahasiswa dalam riset dan pengabdian keilmuannya.
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adriana Elisabeth, menambahkan, dosen honorer yang mengajar di dua sampai tiga kampus dalam sehari dapat membuat kualitas mengajar tidak maksimal. Dosen tersebut tidak memiliki waktu cukup untuk mempersiapkan bahan ajar.
“Kalau honorer, repotnya dia tak fokus. Harus membagi waktu antarkampus akibatnya mahasiswa tak bisa berdiskusi banyak,” kata Adriana. Padahal, kualitas dosen menentukan mutu pendidikan di perguruan tinggi.
Djoko, yang juga mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengatakan, perguruan tinggi swasta yang kualitasnya melampaui negeri sebetulnya juga banyak. Dia berharap semua perguruan tinggi dapat meningkatkan mutu dan mematuhi aturan pemerintah.
Bantuan pemerintah
Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Supriadi Rustad mengatakan, pemerintah membantu dengan membiayai pendidikan jenjang S-2 dan S-3 calon dosen di dalam dan luar negeri. Itu untuk membantu mengatasi kesulitan perguruan tinggi mendapatkan dosen bermutu. Perguruan tinggi cukup mengajukan permintaan untuk mengangkat calon dosen tersebut dengan memberikan gaji setara dosen pegawai negeri sipil.
“Namun, sedikit perguruan tinggi yang memanfaatkan dukungan kami. Yang mengajukan permintaan lebih banyak dari perguruan tinggi ternama atau yang selama ini citranya bagus di masyarakat,” kata Supriadi.
Saat ini ada sekitar 6.000 calon dosen yang bisa dimanfaatkan perguruan tinggi dari seluruh Indonesia dari program beasiswa unggulan. Besarnya gaji untuk menjadikan calon dosen sebagai dosen tetap sesuai dengan kesepakatan perguruan tinggi dan calon dosen.
Pemerintah akan mempermudah pengurusan nomor induk dosen nasional (NIDN) bagi calon dosen dari program beasiswa unggulan. Menurut Supriadi, dosen tetap dengan NIDN di perguruan tinggi harus mencapai 75 persen, sedangkan dosen tidak tetap yang memiliki nomor urut pengajar sebanyak 25 persen.
Nisbah dosen/mahasiswa memang masih dilihat dari jumlah dosen tetap. Saat ini sedang dirumuskan agar dosen tidak tetap bergelar doktor bisa dijadikan penghitung nisbah dosen/mahasiswa. (B04/ELN)
———————
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 April 2015, di halaman 11 dengan judul “Dosen Honorer Tak Maksimal”.