Meski ada rencana aksi nasional, peta jalan penghapusan penggunaan merkuri pada pengolahan emas belum ada. Sementara itu, tata kelola penambang emas skala kecil tidak memperoleh penekanan khusus.
“Rencana aksi nasional (RAN) sudah ada sejak tahun lalu, sedangkan peta jalan masih disiapkan,” ujar Carolina Tinangon dari Direktorat Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Rabu (18/3), di Jakarta.
Dalam RAN belum ada rincian kegiatan. Di Indonesia, penggunaan merkuri terbanyak (57 persen) ada di pertambangan emas skala kecil (Artisanal Small-Scale Gold Mining-ASGM). Pengguna lain, industri cat, lampu, dan alat kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di dunia, data Program Lingkungan PBB (UNEP), penggunaan merkuri pada ASGM mencakup 37 persen (bukan 57 persen).
Bahri Saha dari UN Industrial Development Organization (UNIDO) mengatakan, pintu masuk yang tepat menghapus penggunaan merkuri pada ASGM adalah penyadaran publik terus-menerus. “Berkala, lima sampai sepuluh tahun,” ujar Bahri.
Petambang, kata Bahri, sudah berhitung. Kalaupun harus meninggal akibat keracunan, “Setidaknya sudah bisa mengumpulkan uang untuk anak-anaknya,” katanya.
Isu merkuri, dalam hal ini, bukan lagi sekadar isu lingkungan atau kesehatan. Namun, mencakup isu kemiskinan, pemerataan, dan sosial.
Tata kelola
Penasihat senior Bali Fokus, Yuyun Ismawati, menegaskan, tata kelola wilayah pertambangan rakyat tersebut penting. Untuk itu, perlu ada langkah legalisasi pada tambang rakyat melalui dialog dengan Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI). Pertambangan rakyat harus didata, diberi pembinaan, dan diawasi.
“Perlu dilokalisasi dan ada fasilitas terpusat. Buat kelompok resmi biar bisa dikontrol. Pemusatan harus di wilayah tambang itu,” ujarnya. Bali Fokus aktif menyoroti pencemaran limbah dan logam berat.
Data APRI, ada sekitar satu juta petambang pada ASGM dari dua juta petambang rakyat. Tambang rakyat berkontribusi tidak langsung terhadap delapan juta orang.
Langkah selanjutnya, kata Yuyun Ismawati, yaitu pembersihan lingkungan dari pencemaran merkuri. Lalu, diikuti penanganan kesehatan terhadap petambang dan masyarakat di sekitarnya.
Secara khusus, mengenai perbedaan jumlah merkuri yang digunakan dengan perhitungan emisi merkuri, Pejabat Pelaksana Sekretaris Minamata Convention UNEP Jacob Duer yakin, “Jika konvensi sudah berlaku, kita akan bisa mendalami pola perdagangan global. Sebab, ada mekanisme perdagangan yang harus dipatuhi,” ujarnya. (ISW)
———————-
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Maret 2015, di halaman 14 dengan judul “Belum Ada Peta Jalan Hapus Merkuri”.